Karnaval II:
Private/Sex Party
EROTIC NURSES PARTY,
GIRLS NO BRA & SEXY BOY DANCERS
PESTA, pesta dan pesta! Ya, kata yang satu ini barangkali sangat familiar di komunitas anakanak "gaul" di kota-kola besar di tanah air, khususnya jakarta. Scbagai biangnya kota metropolitan, saban malam, pesta menjadi aktivitas yang memeriahkan Jakarta. Tidak saja yang berlangsung di sejumlah tempat yang sifatnya pribadi, sebut saja rumah, apartemen atau paviliun, tapi juga di sejumlah tempat hiburan malam seperti kafe atau diskotek.
Namanya juga pesta. Dari hari ke hari, tema yang diangkat selalu berubah-ubah. Ada kale yang meuggelar pesta dengan hauya menyuguhkan parade DJ-DJ ternama, ada yang cuma menonjolkan pesta dari sisi busana yang dikenakan seperti red party, man-women in black, wet party, gay party, ladies nite party, bubble party, wild lingerie party dan sebagainya.
10 Catalan "Wild & Dirty Party" yang terjadi selama rentang tahun 2002-2003 di sejumlah kafe, diskotek dan klub trendsetter diJakarta dengan menu ulamanya: penaripenari seksi!
Tapi ada juga pesta yang kerap menggunakan penari sebagai simbol dan magnet acara. Malah, di sejumlah tempat hiburan yang sering dijadikan sebagai ajang pesta, para penari atau dancers ini dijadikan sebagai "maskot" untuk menarik pengunjung. Menariknya, pesta yang digelar di kafe, diskotek, bar, lounge dansejumlah tempat hiburan sejenis itu, rata-rata mempunyai konsep yang sangat beragam dan dari hari ke hari tren-nya selalu berkembang dan berubahubah. Dari sekian pesta yang dikemas dengan konsep "live entertainment", ada beberapa yang boleh dibilang "nyentrik", lain dari biasanya.
EROTIC NURSES.
Nah, salah satu pesta yang baru-baru ini menyemarakkan malammalam Jakarta, tepatnya sekitar awal Agustus 2003 lalu adalah Erotic Nurses Party, Pesta Perawat-Perawat Seksi! Jangan salah sangka dulu. Yang berpesta bukan para perawat atau suster yang saban hari bekerja di rumah sakit. Tapi, erotic nurses partyini hanya sebuah tema acara. Jadi, yang berpesta adalali sebagian komunitas "gaul" Jakarta, sementara yang menjadi "suster seksi"-nya adalah para penari yang sudah didandani dengan baju-baju suster.
Bisa dibayangkan ketika malam mulai merangsak ke pukul 01.30 WIB dini hari. Musik mengalun keras. Tamu-tamu sudah memadati tiap sudut ruangan. Sebagian asyik menenggak alkohol sambil menikmati lantunan musik DJ, ada juga yang heboh berjoget tiap menit. Lalu, di atas bar, muncul tiga "erotic suster" dengan busana kebesarannya, menari dan meliuk-liuk seksi sambil menebar senyum ke arah pengunjung.
Suasana pun makin panas. Untuk sejenak, para tamu memusatkan mata; menikmati sajian tarian "erotic suster". Dalam hitungan menit, bajubaju suster itu pun perlahan dilepas satu per satu hingga yang tinggal hanya "baju seksi" yang menutup bagian-bagian terlarang. Pesta makin panas, seiring banyaknya minuman yang menggelosor terus-menerus masuk kerongkongan.
Ini kali pertama saya menyaksikan pertunjukan "open public" dcngan menu suguhan utama penari tangju. Yang menarik, tentu saja karena pertunjukan tangjuitu tidak digelar di ruang pribadi, tapi di kafebar yang notabene menjadi ajang clubbingsejumlah anak gaul Jakarta.
Acara yang digelar di kafe-diskotek BR di kawasan Thamrin ini, bagi saya menjadi sangat menarik karena tidak banyak tempat hiburan yang berani membuat acara "live entertainment" dengan menampilkan pertunjukan seksi dan sensual. Kate yang berada di sebuah tempat perbelanjaan dan berada di lantai satu itu dalam seminggu hanya buka tiga hari: Rabu, Jumat, dan Sabtu. Kecuali kalau kebetulan ada acaraacara tertentu, BR biasanya juga buka pada harihari biasa.
Sebenarnya, kale BR bukan tempat baru bagi saya. Apalagi bagi kalangan clubber. Sudah hampir dua tahun, saya lumayan rajin menyambangi BR, terutama pada Jumat dan Sabtu malam.
Kale-bar yang identik dengan lagu-lagu R'nB, trance dan hip-hop yang disuguhkan oleh para deejayitu, nyaris tak pernah sepi ketika malam weekend. Maklum, BR termasuk salah satu kale trendsetter di Jakarta yang menjadi target incaran para clubber.Sebagian tamu setianya adalah para remaja, dari mahasiswa sampai anak-anak SMU. Sebagian lagi, meski tidak begitu mendominasi, adalah orang-orang kantoran yang lebih senang menghabiskan malam Sabtu atau Minggu dengan refreshingdi lantai disko.
Ruangan BR tidak begitu besar. Sebagian besar ruangan didominasi oleh bar yang ada di tengah ruangan. Lantai disko dibuat mengelilingi bar, sementara di atas bar tersedia panggung mini untuk tamu yang ingin berjoget di atas bar.
Di bawah lantai disko dikelilingi anak tangga yang menghubungkan dengan ruangan yang diisi meja-kursi. Interiornya serba berwarna perakmetalik. Tamu yang sudah menyesaki kafe BR sejak pukul 11 malam itu, tetap setia di tempatnya sambil terus menenggak minumaii dan bergoyang mengikuti musik. Teriakan lepas, canda tawa dan suara bercengkerama mengaduk bersama gemuruh musik yang menelusup di setiap ruangan.
Lalu, tiga penari dalam balutan busana suster muncul di atas bar. Mereka mengenakan cadar hitam yang menutup sebagian muka. Mereka pun mulai menari dan meliuk seksi. Penari pertama sambil tersenyum tangan kanannya memegang sebatang rokok, mengisap dan mengembuskan asap ke arah tamu yang berkerumun. Semua tamu menatap dengan serius. Saya yang berdiri di bar sebelah kanan, tak luput ikut menghentikan akuvitas berjoget dan diam di tempat melihat apa yang tengah terjadi.
Menit demi menit berlalu begitu cepat. Tiga penari dengan busana ala suster itu perlahan tapi pasti mulai melepas busana yang melekat di tubuh hingga tingga celana under-wear yang tersisa. Sementara bagian perut ke atas terbuka tanpa sisa. Terdengar lagi teriakan-teriakan histeris dari sejumlah tamu yang membuat suasana makin hingar-bingar. Selama hampir setengah jam, tiga penari itu terus saja menyuguhkaii "erotic live entertainment'. Membuat ratusan tamu makin larut dalam debam musik yang terus mengentak. Usai "suster seksi" beraksi, giliran sebagian tamu yang unjuk gigi dengan asyik naik ke atas bar, lalu berjoget dan menari tak kalah heboh. Dan bartender tak henti-henunya menuangkan minumaii demi minuman. Malam pun semakin panas dan menjadi-jadi.
Tema erotic nurses partyini memang sedikit unik. Karena biasanya, para penari yang menjadi bagian dari sebuah acara pesta, palingpaling kalau udak mengenakan "baju-baju seksi", ya ujung-ujungnya mengandalkan "keseksian badan" untuk menghibur tamu. Nah, "suster seksi" lebih unik karena menyuguhkaii tontonan yang lain dari biasanya. Puluhan orang tak juga beranjak malam itu, menyemarakkan malam dan berpesta hingga malam beringsut dini, mendekati pukul 03.00 WIB dini hari.
Sedari awal, para tamu yang datang tidak pernah menduga bakal mendapatkan suguhan live entertainment dengan gadis-gadis seksi berdandan ala suster. Maklum, di undangan hanya tertulis EROTIC SUSTER DANCERS, lain tidak. Makanya, sebagian tamu rela berpeluh dan terus berdesakan hingga pagi sampai lampu menyala terang di ruangan BR dan musik tak berdengung lagi sebagai tanda closing.
"Rugi dong kalo nggak sampe bubar. Jarangjarang ada show setengah bugil di depan ratusan orang seperti tadi," ujar Arman, 26 tahun, yang malam itu datang bersama ketiga teman laki-lakinya. Saya termasuk salah satu tamu terakhir yang meninggalkan kafe BR.
GIRLS NO BRA
Di tempat yang sama, pada akhir September 2003 lalu, juga berlangsung sebuah pesla yang tak kalah liarnya. Pesta yang sengaja dibuat sebuali event organizer untuk. Memperingati 3rd anniversary-nya berlangsung sangat meriah. Malah, boleh dibilang menjadi pesta yang paling heboh di bulan September 2003 dilihat dari hingar-bingarnya suasana. Bisa dibayangkan ketika malam mendekati pukul 23.00 WIB ratusan tamu sudah memadati ruangan BR. Awalnya, tamu disuguhi sejumlah acara seperti live performance dari beberapa penyanyi terkenal, dancerssampai aneka fun gamedengan puluhan hadiah menarik. Selama hampir dua jam lebih, para penyanyi, dancers, dan enam pasangan MC yang memandu acara secara bergantian, memeriahkan suasana dengan unjuk kebolehannya masing-masing.
Setelah lewat pukul 01.00 WIB dini hari, pesta yang juga dihadiri sejumlah selebritis ibukota itu, menit demi menit berjalan makin panas. Panas bukan cuma karena melubernya tamu yang berdiri berdesakan dan bergoyang tanpa henti, melainkan juga lantaran sejumlah tamu perempuan yang sudah kerasukan hawa tak sedap alkohol mulai berjoget tanpa kontrol. Apalagi ketika pada saat sesi free-flow (minum gratis). Aneka alkohol semakin membanjiri mulut-mulut yang kehausan. Dari atas bar, beberapa pelayan mondarmandir menuangkan botol minuman langsung ke mulut tamu yang menganga di lantai disko.
Lantai disko seperti menjadi saksi bisu, bagaimana kemudian sejumlah pasangan yang sudah terlena di alam kenikmatan alkohol, tanpa risih lagi asyik bermasyuk ria di tengah kerumunan orang. Dari sekedar berciuman biasa, deep kissing sampai melakukan adegan seks kecilkecilan.
Beberapa di antaranya ada yang berani dengan terang-terangan berjoget di atas bar lalu membuka rok dan memperlihatkan bagian G-string-nya. Ada juga yang sambil meliuk seksi dan spontan membuka bagian bra-nya sambil tertawa lepas. Adegan itu tentu saja disambut suara riuh dari tamu laki-laki yang mcnyaksikan dari bawahnya.
Pesta malam itu menemui puncaknya ketika pada pukul 02.00 lewat, di atas bar muncul lima penari wanita mengenakan busana serba hitam, ketat melekat. Kali ini, lima penari yang rata-rata memiliki badan langsing dan tinggi di atas 165 cm itu, makin menambah panas seluruh ruangan di BR. Bukan apa-apa, dalam hitungan menit, baju ketat melekat yang menutup bagian atas tubuh mereka, perlahan (seperti yang biasa terjadi dalam pertunjukan-pertunjukan erotis) mulai mereka lepas. Selanjutnya, mereka mulai menari seksi tanpa tutup bagian atas alias topless. Selama hampir setengah jam-an, mereka mempertontonkan liukan mautnya. Para tamu yang tidak sabar, sontak berteriak keras pada mereka untuk membuka bagian bawahnya.
"Buka...buka....buka...!" Begitu seterusnya beradu dengan dentum musik yang diusung empat DJ secara bergantian.
Mendapat teriakan seperti itu, mereka malah dengan sengaja mendekat ke arah tamu. Dengan tersenyum, mereka seolah-olah hendak menuruti kemauan tamu yang ingin melihat bagian baju mereka terbuka. Mereka sekali waktu membukanya sedikit, lalu menutupnya, membukanya lagi dan menutupnya lagi, begitu seterusnya. Dan diperlakukan seperti itu, tamu makin semangat (bercampur gemas tentunya) memberikan applaus tanpa henti. Tapi, tetap saja baju penutup bagian bawah lima penari itu menempel di tempatnya. Pertunjukan lima penari toplessitu baru berakhir ketika baju penutup bagian atas yang tergeletak di lantai, kembali mereka kenakan.
Suara riuh mengiringi mereka sampai menghilang di balik pintu kamar ganti. Selanjutnya, giliran pengunjung yang ramai-ramai naik ke atas bar dan berjoget tak kalah seru dan heboh. Pesta baru berakliir ketika jarum jam menunjuk angka empat pagi. Pulang? Ya, sebagian tamu mungkin pulang, sebagian lagi memilih menghabiskan pagi yang tersisa dengan melanjutkan pesta ke sejumlah tempat hiburan yang buka 24 jam.
SEXY SEX SHOW.
Erotic Nurses Party dan pesta Girls No Bra, hanyalah salah satu bentuk dari aneka pesta yang menghias malam-malam Jakarta. Dalam praktiknya, di sejumlah diskotek dan klub, juga ada pesta yang berani menampilkan suguhan vulgar dengan menghadirkan penari-penari yang tidak saja seksi dan erotis, tapi juga berani buka-bukaan di depan publik. Tema pesta dengan menghadirkan modelmodel cantik yang melenggang di atas panggung dalam balutan baju-baju seksi pun tak luput menghias malam-malam di sejumlab tempat hiburan malam di Jakarta. Dari sekedar mengenakan sexy lingerie, wet dress, bikini balikan sampai topless.
Dalam satu kesempatan di bulan Februari 2003 misalnya, saya berkunjung ke sebuah klub di kawasan Kota, Jakarta Barat. Klub dengan inisial CI dan berada di jalan besar di sepanjang jalan Hayam Wuruk itu, menggelar satu acara spesial di ruang diskotek. Tidak tanggung-tanggung, acara yang diberi tema In Bed With Marilyn Monroe itu dimeriahkan oleh delapan model cantik yang berjalan di atas panggung dengan busanabusana topless dan no bra. Masing-masing model tersebut serba menggunakan rambut ala Marilyn Monroe. Mereka melenggang dengan blockingyang cukup rapi layaknya sebuah peragaan, sementara di tengah panggung catwalk ada sebuah kursi panjang yang di atasnya duduk seorang model cantik dengan dandanan ala ratu. Tubuhnya mengenakan busana tipis dan tembus pandang. Setiap lekuk dan bidang tubuhnya bisa dilihat dengan gamblang.
Usai topless show,giliran empat penari tangjuunjuk kebolehan. Kali ini tidak di atas panggung, tapi berada di sebuah kerangkeng besi yang terletak persis di atas panggung. Empat penari yang semuanya hanya mengenakan baju penutup di "bagian-bagian terlarang" itu muncul satu persatu dan bergabung dalam kerangkeng besi berwarna keemasan. Dalam hitungan menit, mudah ditebak, satu per satu, baju penutup itu akhirnya terlepas sama sekali. Empat penari itu pun dalam keadaan telanjang terus saja memperlihatkan tarian erousnya. Kadang mereka beratraksi layaknya sepasang kekasih yang tengah memadu cinta, kadang saling pagut seperti harimau yang sedang bertaruiig di medan terbuka. Lampu follow spot menyorot tubuh dan mengiringi tiap gerakan mereka setiap detik dengan sinar warna-warni menambah semarak suasana yang terus bergelora.
Selama 20 menitan, aksi-aksi syahwat itu mengiringi malam yang terus berdetak. Tiba gilirannya, empat penari dalam kerangkeng itu menghilang. Suasana di dalam diskotek untuk sesaat gelap gulita, sementara musik house masih saja memekakkan telinga. Diskotek CI memiliki interior yang boleh dibilang serba modern. Ruangan berbentuk melingkar. Sebuah panggung berada di tengah ruangan dan lantai disko persis di depannya. Di samping kiri-kanan panggung tertata meja-kursi yang serba bulat. Ruangan DJ berada di satu garis lurus dengan panggung. Di samping kiri-kanan ada satu tempat khusus dengan sofa empuk. Di depannya ada dua tangga menuju ke lantai satu. Di lantai satu ini dilengkapi dengan kamar VIP untuk mereka yang menyukai privacy
Jalur masuknya melalui anak tangga yang berada di samping kamar kecil. Tangga masuk menuju ruangan VIP itu dijaga dua sampai empat sekuriti yang berdiri di depan pagar pembatas dari besi keperakan. Sepanjang anak tangga dialasi karpet warna merah menyala. Untuk beberapa saat lamanya, saya menyempatkan diri melongok ke ruangan VIP. Kebetulan ada beberapa teman yang lagi pesta kecil-kecilan. Ruangan VIP tersebut lebih mirip balkon karena mata bisa dengan bebas melihat ke panggung dan lantai disko.
Hanya sepuluh menit. Saya kembali lagi ke lantai disko yang tak juga sepi dari tamu. Lampulampu warna-warni kembali menyala. Di dalam kerangkeng besi muncul dua penari yang tidak mengenakan busana sama sekali. Sementara di dua tangga itu juga terlihat dua penari dalam keadaan serupa. Mereka masing-masing mengenakan cadar yang menutup sebagian wajah. Sebuah gambaran unik memang karena bagian tubuh dari leher sampai ujung kaki tak tertutup apa-apa, justru bagian muka yang ada topengnya. Setiap gerak mereka, selalu tak lepas dari sorotan lampu follow dan track spot. Ratusan tamu yang hadir serentak tak mau melewatkan pemandangan yang "menakjubkan" itu.
"Gue pikir cuma go-go dancers.Nggak taunya, bugil beneran," ucap Erik, yang malam itu duduk semeja bersama dua orang teman laki-laki dan satu orang perempuan.
BOY DANCERS & COUPLE
Tidak hanya penari tangju wanita atau erotic dancers yang pada malam-malam tertentu menjadi maskot "live entertainment", para penari pria pun turut dijadikan sebagai magnet untuk menarik tamu-tamu wanita. Sudah beberapa kali, saya menyaksikan aksi-aksi sexy boy dancers di sejumlah acara, entah yang digelar secara pribadi seperti dalam perayaan ulang tahun, bachelor party atau di beberapa kafe, diskotek, bar, lounge, klub dan Iain-lain.
Nah, pada bulan Juni 2003 lalu misalnya, ada dua acara yang saya hadiri di dua kafe yang berbeda yang sama-sama menggunakan penari pria sebagai menu hiburan utama. Yang pertama terjadi di kafe TPK di kawasan Sudirman yang berada di sebuah hotel berbintang empat. Di kafe Saya pun datang pada hari itu untuk memenuhi undangan Agus. Sekitar pukul 22.05 WIB saya sampai di kafe TPK. Suasana ramai oleh puluhan tamu yang memenuhi tiap sudut ruangan.
Sebuah panggung besar berada di tengah-tengah ruangan. Panggung itu dihias layar warna putih yang menutup bagian belakang. Ketika saya datang, di panggung sudah ada "live band" yang menyanyikan lagu-lagu terkini; dari lokal sampai mancanegara. Satu penyanyi pria dan satu wanita, berduet manis dengan aksinya yang cukup menawan.
Yang menarik buat saya, justru pemandangan puluhan tamu yang hadir malam itu. Selain didominasi wanita-wanita berumur di atas 25 tahun, juga ada sejumlah laki-laki yang duduk bergerombol di sudut kanan di samping panggung. Saya memilih menempati kursi yang letaknya sedikit memojok, tak jauh dari bar. Dari sini, saya bisa dengan leluasa mengamati keadaan sekeliling tanpa terkecuali. Agus menghampiri saya setelah sebelumnya sibuk mengatur anak didiknya untuk segera bersiapsiap karena acara mau dimulai.
"Akhirnya dateng juga. Thanks lho. Kok nggak bawa pasukan?" tanya Agus. "Biasalah. Pasukan gue lagi pada dugem ke Embassy sama C02. Sekarang kan lagi rameramenya."
"Bentar lagi acaranya mulai. Lo minumminum aja dulu. Kalo berani sih, mending lo deketin tuh wanita yang lagi duduk rame-rame di depan panggung itu," ucap Agus sambil menunjuk ke arah meja yang dimaksud.
Untuk beberapa detik lamanya saya mengalihkan pandangan ke meja yang dihuni lima wanita. Rupanya, menurut cerita Agus, para wanita itu termasuk tamu setia di TPK yang terkenal sibuk mencari daun-daun muda. Mereka termasuk wanita yang umurnya di atas 30 tahunan. Tapi saya tak berlama-lama bertanya soal kelima wanita tersebut. Agus akliiniya pamit ke backstageuntuk menyiapkan para penarinya.
Pukul 22.30 WIB, untuk beberapa saat suasana senyap. Lampu panggung padam. Asap tibatiba mengepul dan musik DJ mengalun kencang. Lima penari laki-laki muncul di tengah kepungan asap. Lampu panggung kembali menyala, menyorot tiap gerakan yang dipertunjukkan lima penari laki-laki. Mereka mengenakan kaos ketat melekat dan menerawang serta celana super ketat yang menampakkan tiap lekuk bagian sensitif pria.
Rata-rata memiliki tubuh menarik; atletis dan berisi. Pas sekali dengan tipikal pria yang diidamkan kebanyakan wanita. Tepuk tangan bergemuruh mengiringi tarian. Tak kalah dengan gerakan-gerakan yang biasa diperagakan para penari striper, kelima penari laki-laki itu pun memperlihatkan kebolehannya dalam hal "olah tubuh". Harus saya akui, tidak semua penari laki-laki itu mahir menari. Ada dua penari yang masih sedikit kaku dan cenderung monoton memperlihatkan gerakan-gerakan sensual. Beruntung mereka punya body bagus sehingga sebagian besar tamu wanita yang memadati kaf'e TPK tak begitu peduli dengan bagustidaknya tarian.
Apalagi dalam hitungan menit, kaos yang melekat di tubuh lima penari itu pun terlepas. Kelima penari yang mulai basah peluh itu makin bersemangat menari dengan animo tamu yang tak henti memberikan applaus.Tubuh penuh peluh itu selama hampir setengah jam memanaskan suasana dan membuat sebagian wanita menjerit-jerit tanpa segan di tengah hiruk-pikuk musik. Malah, adajuga yang ikut-ikutan tergoda untuk menari mengikuti tiap gerakan para penari laki-laki.
Pemandangan serupa juga saya temukan di kafe PO, di Jalan ISK, di kawasan Blok M,Jakarta Selatan. Peristiwa terjadi di akhir Juni 2003, bertepatan dengan perayaan ulang tahun Lucy, sebut saja begitu. Janda beranak dua yang memilih menjadi single parentclan punya usaha sendiri di bidang resto dan butik. Lucy berusia 38 tahun dan sehari-hari sering menghabiskaii waktu luangnya untuk mengikuti scjumlah kegiatan bersama karibnya. Dari sekedar arisan, les dansa, nongkrong di mal/kafe sampai sekali-dua kali membuat kegiatan amal untuk membantu panupanti asuhan.
Nah, di ulang tahunnya yang ke 38 itu, Lucy sengaja memboking kafe PO untuk pestanya. Acara tertutup untuk publik, jadi hanya undangan yang boleh masuk. Kafe PO memang tidak begitu luas ruangannya. Dibanding Hard Rock Cafe misalnya, kafe PO tidak ada separuhnya. Dari pukul delapan malam, tamu-tamu undangan Lucy sudah mulai berdatangan dan langsung dipersilakan menikmati hidangan yang tersedia; dari makan malam sampai segala jenis minuman dengan bebas bisa dipesan seuap tamu; free flowalias gratis.
Beragam acara turut memeriahkan acara ultah Lucy. Misalnya saja ada pertunjukan kolaborasi anlara DJ dan duo percussion. Belum lagi, sejumlah artis penyanyi yang datang, tak luput didaulat Lucy untuk menyumbangkan beberapa lagu. Acara pesta ulang tahun itu puncaknya dihibur oleh empat penari laki-laki—yang hanya mengenakan "cawet" di bagian paling vital—mempertontonkan aksinya di atas bar. Tamu undangan Lucy yang sebagian besar wanita itu seperti menikinati tiap gerakan para penari laki-laki. Entah dengan sekedar berteriak kecil, tersenyum atau tertawa terbahak bersama-sama. Apalagi, sejak datang hingga pertunjukan dimulai mereka sudah menghabiskaii bergelas-gelas alkohol. Itu juga yang
membuat polah mereka makin liar dalam pesta. Bagi Lucy, menampilkan penari laki-laki sebagai pengisi acara diakuinya adalah bagian pemanas suasana biar pestanya meriah dan berbeda. Bukan sekali dua kali dia dan teman-teman se-gang-nya menyaksikan liukan maut penari laki, tapi paling sering itu dilakukan di ruang-ruang tertutup dan private.
"Kalau malam ini, kan undangannya ratusan. Jadi, biar seru aja. Semua bisa liat penari cowok nyaris bugil," sergah wanita yang malam itu mengenakan gaun panjang warna hitam yang terbuka di bagian punggung belakang nyaris mendekati pinggul.
"Kok penari ceweknya nggak ada?" tanya saya yang kebetulan lagi berdiri di samping Lucy. "Kan tamuku kebanyakan cewek. Kan nggak seru kalo cewek nonton cewek," jawab Lucy singkat.
"Kenapa nggak coupleaja. Cewek-eowok."
"Tunggu tanggal mainnya. Pasti ntar aku bikin yang lebih gila," ceplos Lucy sambil terus menyeruput red winekesukaannya.
Tidak hanya dalam acara-acara tertentu para penari laki ini menjadi pemanas suasana, di tempattempat hiburan lain pun, banyak yang menjadi pengisi acara secara regular. Misalnya di kafe JL di kawasan Kuningan, kafe SN di bilangan Sudirman, kafe GG di kawasan Kola, diskotek HI di kawasan Ancol dan masih banyak lagi. Yang tak kalah heboh adalah pertunjukan couple dancersyang ada di diskotek ST di lantai tiga, di kawasan Kota, Jakarta Barat. Saat merayakan ultah ST yang ke-7, salah satu acara yang ditampilkan selain parade DJ adalah pertunjukan striptease couple yang dikemas ala topless. Tak ubahnya seperti "live show" yang ada di sejumlah tempat hiburan malam di kawasan King Cross, Australia, pertunjukan striptease couple malam itu berlangsung di atas panggung dan disaksikan ratusan pasang mata yang memadati ruangan.
Mungkin tidak sevulgar seperti yang bisa ditemukan di sejumlah klub di King Cross, Australia, tapi dari sisi penampilan tidak kalah liarnya.
Kedua pasangan penari yang hanya mengenakan penutup di bagian vital itu, memperagakan adeganadegan yang sarat kemasygulan. Sekali waktu penari laki dalam posisi telentang sementara penari cewek dengau ekspresif berada di atasnya sambil memperagakan gerakan-gerakan layaknya orang tcngah bercinta di atas ranjang. Kedua pasangan itu melumuri tubuh mereka dengan minyak tubuh hingga tampak mengilat ketika tertimpa sorot lampu. Sementara wajah mereka dipoles make-up serba tebal dengan wanita mencolok.
Wajah penari laki didominasi warna makeup hitam, sementara penari ceweknya warna-warni. "Untuk ukuran Jakarta, ini udah gila. Soalnya mereka berani tampil di depan umum. Walau hanya setengah telanjang," komentar Rio, 25 tahun, salah seorang tamu yang datang malam itu.
FAMILY MANAGEMENT.
Satu catatan penting yang perlu saya garis bawahi adalah soal keterlibatan keluarga dalam roda bisnis "esekesek" ini. Masih iugat dengan 3 penari yang berdandan ala suster di "Erotic Nurses Party" seperti tergambar di atas. Ternyata, ketiga penari yang malam itu bergoyang bak cacing kepanasan itu dimanajeri langsung oleh seorang wanita paruh baya. Dan yang membuat saya terkaget-kaget, wanita itu tak lain adalah ibu kandungnya sendiri.
Ketiga penari itu masing-masing bernama Rima, Linda dan Angel. Saya masih ingat sebelum mereka melakukan showpada malam harinya, sore sebelumnya saya sempat menyaksikan mereka melakukan gladi resik. Beruntung saya kenal baik dengan "bos" event organizer sebut saja namanya Raka, 37 tahun, yang menggelar acara itu. Makanya, tanpa kesulitan yang berarti saya diberi kesempatan untuk mengenal para penari itu lebih dekat.
Rima, Linda dan Angel sore itu datang dengan busana kasual layaknya remaja kebanyakan yang doyan mangkal di mal atau kale. Mereka ditemani seorang wanita paruh baya. Mereka tampak akrab dengan wanita yang mengenakan stelan baju putih dan celana hitam itu. Wanita yang belakangan saya tahu bernama Taty, berumur sekitar 49 tahun itu, tampak sering memberikan instruksi pada Rima Cs. Dari ketiga penari tersebut, yang paling ramah dan gampang diajak ngobrol adalah Rima. Gadis yang memiliki rambut agak ikal dan panjang sampai pinggul itu cepat sekali menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Pantas kalau perkenalan singkat pada waktu GR itu berlangsung hangat.
Tanpa sungkan-sungkan lagi, Rima mengenalkan Taty sebagai ibunya sendiri. Terus terang mendengar pernyataan Rima, saya kaget bukan main. Jadi, yang mengurus jadwal dan kegiatan show Rima ke berbagai acara tertentu adalah ibunya sendiri.
"Yang ngurus Mama sendiri. Dari deal/harga, baju sampai kontrak," tutur Rima tanpa basa-basi.
Linda dan Angel sendiri masih tergolong saudara dekat. Rima sendiri mengaku lahir dan besar di Jakarta. Mamanya berasal dari Manado sementara papanya masih ada keturunan Cina. Soal tari-menari, mamanya Rima jauh lebih berpengalaman. Maklum, temyata mamanya jaman masih muda juga menekuni profesi yang sama. Bedanya, Rima sekarang ini menekuni jalur sebagai penari topless,sementara mamanya adalah penari ular. Jenis tarian ini, zaman taliun 1980-an memang sangat populer di Jakarta clan mcnjadi hiburan utama di beberapa tempat hiburan malam.
Yang menarik, selama mcnjadi penari dan langsung di bawah manajemen mamanya, Rima hanya menerima tawaran show yang digelar di depan publik seperti "special event" yang digelar di sejumlah kafe, diskotek, bar atau resto. Tidak seperti penari striptis yang biasa mangkal di sejumlah karaoke yang menari "tanpa busana" sama sekali, Rima Cs hanya mau menari toplessdengan berani mempertontonkan seluruh tubuh kecuali di "bagian terlarang".
"Orang kan taunya kalo udah berani tampil setengah bugil di depan umum, pasti di kamar' lebih berani. Padahal, nggak begitu. Kita ini nari untuk menghibur bukan untuk urusan seks," tukas Rima sedikit berapologi.
Memang sih, para penari striptis yang mangkal di karaoke misalnya, selain memberikan tarian telanjang, ujung-ujungnya selalu berakhir di transaksi seks. Dari sekedar memberikan "hand service", oral seks sampai berakhir di atas ranjang. Dari sisi tarif, untuk mendapatkan tontonan aurat itu, tidaklah terlalu mahal. Rima Cs misalnya untuk sekali show—biasanya terbagi dalam dua sesi penampilan, per orang dibayar sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Nah, khusus dalam Erotic Nurses Party itu, Rima Cs mendapat bayaran Rp 750 ribu per orang.
"Ya, tergantung deal-nya saja sama Mama. Tapi kalo lagi rame acara, harganya bisa naik Rp 1 juta lebih untuk satu orang," jelas Rima.
Menjadi penari topless,bagi Rima, sudah dianggap jadi profesi tetap, paling tidak untuk saat ini. Profesi yang dipilih Rima itu, tentunya memunculkan gosip-gosip amis yang setiap saat memerahkan telinga. Tapi, ya apa mau dikata, dengan profesinya itu, Rima sudah siap dengan segala risiko.
"Biarin aja orang mo ngomong apa. Aku sih asyik-asyik aja," ceplosnya. Tapi Rima dengan tegas menolak kalau dia disamakan dengan cewek panggilan. Menurutnya,apa yang dia berikan kepada klien jelas berbeda.
"Aku kan cuma nari di panggung, bukan di kasur. He...he....Kalo mau jadi cewek bokingan, ya ngapain juga aku mesti keringatan nari-nari didepan umum. Toh, uang dari nari cukup kok buat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," sambung Rima sambil mengisap rokok Sampoerna menthol-nya dalam-dalam.
Standar tarif yang berlaku di bisnis tarian aurat ini, memang tidak jauh berbeda. Penari cowok pun, harganya berkisar Rp 500-Rp 1 juta untuk sekali show.Misalnya penari cowok yang biasa mengisi acara regular di kafe TPK, kawasan Sudirman atau penari couple di diskotek ST, di wilayah Kota.
PESTA TANGGAL
SEPARUH BAJU
SEPARUH BAJU
SEBUAH pesta digelar di rumah pribadi. Pesertanya dilarang membawa pasangan kencan dan diwajibkan menanggalkan salah satu bajunya. Tinggal pilih: atas atau bawah!
Sore yang cerah. Seperti biasa, usai istirahat, saya bersantai sejenak di teras rumah. Kebetulan hari Minggu. Mau nongkrong di mal, takut terlalu ramai. Mendingan santai di sofa sambil menikmati secangkir teh panas. Hitung-hitung menghemat tenaga, setelah malam Minggunya, saya bersama teman-teman road show ke beberapa kafe-disko trendsetter di Jakarta.
Ada sebuah undangan terbungkus plastik dengan warna merah menyala. Saya pikir pasti ini undangan acara di kafe atau diskotek. Tapi, setelah saya baca, tak tahunya dari Bondan — seorang teman yang pernah beberapa kali mengundang saya ke pesta pribadi.
"Wah, pasti ada yang seru nih kalau Bondan pake undangan segala?" pikir saya. Dan benar saja, di undangan yang ukurannya hanya seperempat kwarto dan ada gambar siluet gadis serta pria "nudies" itu, tertulis tawaran undangan yang menggiurkan.
Inv@private party
Pesta Tanggal Separuh Baju «Topless
Party».
Pilih atas atau bawah? Be a single, find
ur couple!!!
Sabtu//24 Mei 2003, pukul 21.00 WIB
until drop. Jl KTD, Kemang, No. 9XX,
Jakarta Selatan.
Buat saya, penggalan kalimat di atas itu, bukan sembarang undangan. Tapi, undangan pesta pribadi yang pastinya menggoda untuk dikunjungi. Bondan —tentu bukan nama sebenarnya, adalah seorang pria tajir berusia 33 tahun, yang sehari-hari mengelola bisnis penyewaan kapal pesiar dan mempunyai sedikitnya dua resto di Jakarta. Ini kali ketiga, Bondan menggelar pesta yang diberi label "Pesta Tanggal Separuh Baju". Saya masih ingat, ini bukan kali pertama atau kedua, Bondan membuat pesta dengan tema serupa. Sebelumnya, pada taliun 2001 dan 2002, Bondan juga pernah mengadakan pesta yang sama.
Pesta itu digelar untuk memperingati hari ulang tahun salah satu perusahaan Bondan yang sudah memasuki usia 9 taliun dan sclalu mengeruk untung sekaligus menandai usianya yang taliun ini menginjak 34 taliun. Uniknya, buat pria yang memilih membujang meski usianya sudah kepala tiga itu, merayakan ultah dengan ragam pesta yang lain dari biasanya atau boleh dibilang "nyeleneh", menjadi prioritas sendiri.
"Ini soal selera. Saya bosan dengan pestapesta konvensional. Kalau nggak mabuk atau triping, ya ujung-ujungnya paling menyewa penari striptis. Saya mau yang berbeda dari biasanya," tukas Bondan dengan nada percaya diri.
Saya kenal Bondan sekitar dua tahunan. Wajahnya cukup familiar di sejumlah tempat hiburan elit di Jakarta, terutama karaoke. Maklum,
bagi pria yang lebih senang membujang dan memilih mengencani "wanita" idamannya tanpa ikatanpernikahan itu, karaoke mempunyai privacy. Paling, hanya sesekali dia pergi clubbing ke kafe atau diskotek. Padahal, rumahnya berada di kawasan yang dijejali puluhan kafe.
"Kalau kebetulan lagi ada acara tertentu, gue baru 'dugem' ke kafe trendsetter" kilahnya. Entah sudah berapa kali, saya dan Bondan "jalan" bareng. Yang pasti, dalam sebulan, kalau tidak ke lounge,kami bertemu di mal. Sekedar afternoon tea atau bertukar informasi seputar tren dunia "remang-remang" Jakarta.
TOPLESS PARTY.
Makanya, undangan pesta dari Bondan, sayang untuk dilewatkan. Sabtu malam di bulan Mei 2003 itu, sekitar pukul 21.17 WIB, saya menuju kawasan Kemang. Kawasan yang di sepanjang jalannya dipenuhi puluhan kafe dan menjadi hunian para ekspatriat (baca =bule) itu, saban malam tak pernah sepi, apalagi pada malam-malam weekend.
Tak susah mencari rumah Bondan, mesti tidak berada di jalan utama dan sedikit masuk ke dalam. Setelah melaju di sepanjang jalan raya Kemang, tak jauh dari kale DB, saya belok ke kiri. Selang beberapa saat kemudian, saya menemukan bangunan rumah yang rata-rata megah dan mentereng. Setelah melewati dua belokan, saya menemukan rumah Bondan, yang letaknya di bangunan ujung. Begitu di depan pintu, saya merasa seperti mengulang kejadian 1-2 tahun sebelumnya.
Puluhan laki-laki dan wanita—semuateman dekat Bondan, ada beberapa yang hadir arena "diajak" atau ada yang merekomendasi — datang sendiri-sendiri tanpa membawa pasangan; istri, suami, kekasih, selingkuhan, atau piaraan. Di ruang tamu yang sudah disulap menjadi "ballroom" itu, puluhan laki-laki dan wanita bertemu. Sebelum masuk, tamu-tamu dipersilakan menunjukkan undangan dan mengisi buku tamu yang sudali disediakan dan dijaga dua wanita cantik.
Tak hanya itu, tamu-tamu belum juga diperbolehkan masuk sebelum memilih menanggalkan bajunya. Ada dua pilihan, menanggalkan baju bagian atas atau bawah. Dua penjaga siap sedia membawakan baju-baju tamu untuk disimpan ke dalam loker.
"LO,datangjuga. Duh, gak nyangka ya."
Saya bertemu Sisca—sebut saja begitu, yang langsung menyambut saya dengan senyum manisnya. Gadis yang beberapa kali saya temui di kafe-kafe yang menjadi "tempat gaul"nya sejumlah bule itu—seperti JC di Senayan, BT atau KT di sekitar Sudinnan, datang bersama dua teman wanitanya. Status Sisca sendiri, sudali menjadi rahasia umum, kalau sehari-hari dia menggeluti profesi ganda, Di samping bekerja sebagai stand promotion girl(SPG) yang biasa menjaga stand pamcran untuk acara-acara tertentu, dia juga menjadi "hicallgirl" dengan bayaran di atas Rp .5 juta untuk sekali kencan. Dengan tinggi di atas 170 cm, berkulit kuning langsat dan wajah cantik, rasa-rasanya Sisca pantas pasang harga setinggi itu. Jalur SPG yang digelutinya, rupanya menjadi ajang sosialisasi untuk bertemu klien-klien berduit. Di teras, memang tampak beberapa tamu yang bersantai. Sebagian memang ada yang langsung masuk. Saya tidak hanya bertemu Sisca Cs, tapi juga menjumpai beberapa wajali yang akrab di dunia malam Jakarta.
"Oh, gitu ya. Giliran private party, datang sendiri." Seorang teman saya, Jody—sebut saja begitu, tiba-tiba meninju pundak saya. "Wall, dateng juga. Gue pikir lo lagi asyik dengan 'lekong'" lo. Lagi dikemanain?" ledek saya. "Eh, 'giling'12 ya. Itu sih tetap dong. Sekarang lagi 'CCP'13 aja," sergahnya.
Saya hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Jody memang seorang gay. Sudali setahun saya mengenalnya. Dalam beberapa kesempatan, Jody kerap menghabiskan waktu di mal pada sore hari. Minggu malamnya, ia selalu hadir di diskotek HI di kawasan Ancol yang punya regular event "gay nite".
Pemandangan yang ada memang sangat unik dan menggelitik. Bagaimana tidak, di ruang tamu yang luasnya kira-kira dua kali lapangan bola volly itu puluhan laki-laki dan wanita berkumpul dengan bertelanjang "separuh badan". Sebagian laki-laki dan wanita membiarkan bagian bawahnya terbuka dengan hanya menutupi bagian vitalnya. Ada juga yang memilih membiarkan tubuh bagian atas terbuka, diterpa hawa dingin AC yang menyebarkan hawa sejuk.
Layaknya sebuah klub, kale, atau diskotek, di ruang tamu itu ada mini bar dan sejumlah pelayan yang hilir mudik melayani tamu. Musik yang diusung seorang DJ mengalun tak hentihentinya, meskipun suaranya tak sekeras yang ada di diskotek. Semua jenis minuman dari cocktail sampai yang beralkohol dapat dipesan secara gratis. Freeflow! Beberapa pramusaji berkeliling ruangan membawa nampan berisi aneka jenis minuman. Tamu tinggal menyomot saja. Para pramusaji rata-rata tak mengenakan baju atas. Ada juga yang memilih duduk dan berdiri santai di dekat sambil tak henti-hentinya memesan minuman. Di dekat bar, ada meja panjang berisi makanan kecil yang siap santap.
Untuk menyemarakkan suasana, ya apalagi kalau bukan atraksi beberapa penari seksi. Uniknya, para penarinya tidak hanya wanita, tapi ada juga laki-laki. Tiga pasang penari meliuk sensual di tengah ruangan, ber"setubuh" dengan tiap entakan musik yang mengalun.
Tak heran, kalau malam itu pesta berjalan panas. Puluhaii laki-laki dan wanita larut dalam lautan alkohol dan dentuman musik yang berdebam menyelimuti setiap sudut ruangan. Tak ada acara potong lilin layaknya pesta ultah kebanyakan. Bondan—yang juga membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka, sebagai tuan rumah lebih banyak menyapa tamutamu. Maklum, liampir semua tamu yang datang adalah kenalan dekatnya; dari relasi bisnis, klien sampai teman main. Ada memang beberapa tamu "baru" yang datang karena diajak atau direkomendasi oleh teman Bondan.
11 Artinya sama dengan laki-laki. Istilah yang awalnya populer di kalangan para banci, tapi kemudian menjadi bahasa tren. 12 Kala yang sering digunakan anak-anak gaul yang berarti "gila". Maknanya lebih kepada nngkapan tak setuju tapi sarat canda. 13 CCP singkatan dari Curi-Curi Pandang. Islilali ini juga menjadi bahasa populer di kalangan anak-anak "nongkrong".
Untuk kali ketiga—saya sempat datang ke pesta yang sama pada tahun 2001 dan 2002, saya berada di antara sekian puluh orang yang asyik mereguk malam dengan hura-hura. Tamu lakilaki yang sudah menemukan pasangan wanitanya, tinggal menggilas waktu dengaii bermasyuk ria. Bagi yang belum, tentu saja mesti rajin "hunting" kiri-kanan, mencari tamu yang masih "single". Itulah mengapa semua tamu dilarang membawa pasangan, karena di ruangan itulah, para tamu dipersilakan mencari pasangan, saat itu juga.
Hanya saja, tidak seperti di sejumlah tempat hiburan elit seperti karaoke atau klub di Jakarta yang ruangannya memang sudah disediakan kamar tidur untuk eksekusi cinta sesaat; one, two or three short time! Seperti di CG, sebuah tempat hiburan one stop entertainment,yang ada di kawasan Mangga Dua, Jakarta Barat, yang mendesain ruangan karaoke serba lengkap layaknya kamar suite di hotel bintang empat. Di ruangan itulah, setiap tamu bisa melakukan transaksi cinta kilat. Atau juga di sejumlah panti pijat plus yang melengkapi ruangan kamarnya dengan aneka fasilitas mewah; kamar ber-AC, springbed standar hotel, TV, shower,tissu, dan handuk.
Nah, dalam pesta Tanggal Separuh Baju itu seks di tempat tidak menjadi prioritas. Pesta itu lebih banyak menjadi ajang rendezvous dan mencari pasangan untuk kemudian melanjutkan petualangan asmara, entah di hotel, apartemen atau di mana pun yang menjadi pelabuhan terakhir.
"Kalau mau kencan, sudah bukan urusan gue lagi. Kencan urusan masing-masing. Bayar hotelnya juga sendiri-sendiri. Rumah gue hanya sebagai ajang ngumpul. Gue kan bukan germo," sergah Bondan sambil tersenyum.
Sejak pukul 21.00 WIB hingga malam mulai menjemput dini, pesta itu berlangsung meriah. sekitar 50-60 orang laki-laki dan wanita berdisko, bercanda, bermesraan, dan aktivitas lain tumpah ruah di ruang tamu yang juga diterangi cahaya lampu terang itu. Dengan hanya mengenakan baju separuh, tak ada kata risih atau malu-malu ketika mereka mesti saling bertatap muka lalu berdisko bersama.
"Yang datang ke sini, berarti dari awal sudah siap dengan aturan main. Kalau nggak siap, ya mendingan nggak dateng dong. Untungnya, teman-teman saya sudah terbiasa. Jadi nggak ada masalah," kata Bondan sambil terus menyeruput gelas Martel-nya.
Memang, Bondan mengaku, waktu kali pertama menggelar pesta tersebut, ada beberapa temannya yang masih malu-malu. Tapi, setelah semua berbaur dan pesta berjalan detik demi detik, rasa malu itu pun sirna, apalagi ditambah dengan makin "panas"nya hawa alkohol yang masuk ke perut dan suasana yang tercipta. Lagi pula, jelasnya, temanteman yang dia undang, sebagian besar sebenarnya sudah terbiasa dengan "dunia malam".
"Karena sudah biasa, jadi nggak susah membuat mereka membuka baju di pesta kayak gini," ungkapnya.
Ketika malam berganti dini, beberapa tamu yang sudah menemukau pasaugan, memilih hengkang dan masing-masing mencari tempat untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Namun, ada pula yang betah dan setia di tempat, dengan terus mengikuti alunan musik yang mengalun dan supplyminuman yang terus mengalir dari bartender dan para pelayan.
"Aturan mainnya sederhana. Yang sudah dapat pasangan, boleh pergi setelah lewat pukul 02.00 WIB dini hari. Tapi, yang mau tinggal pun, tidak dilarang," jelas Bondan.
Pesta Tanggal Separuh Baju atau populer juga dengan sebutan "Topless Party" ini, bagi sebagian orang menjadi tahapan untuk berani mengikuti pesta yang lebih gila lagi. Ya, apalagi kalau bukan "nudies party". Malah, beberapa laki-laki yang datang, sebagian pernah saya jumpai sebelumnya di beberapa pesta seks.
"Kenalin, ini Jay. Teman bisnis gue," ujar Bondan sambil menunjuk ke arah pria yang berdiri di dekatnya.
"Wah, ini sih gue kenal. Kita pernah ketemu kan sebelumnya di 'nudies party'," Jay mengulurkan tangan. Kami pun melanjutkan pembicaraan sambil terus mengamati jalannya pesta. Bondan mengenalkan beberapa gang wanitanya. Ada Ruri yang berkulit agak cokelat tapi punya badan seksi dengan tinggi 169 cm. Juga ada Cory, 24 tahun, berkulit putih, dengan tinggi badan sekitar 165 cm dan berambut agak pendek. Masih ada lagi Ami, Rosi, Nona dan sebagainya. Mudah ditebak, beberapa teman wanita Bondan itu ternyata tipikal orang yang sangat enak diajak ngobrol dan blak-blakan kalau bicara.
Tak ada lagi kamus "malu-malu kucing" apalagi "jaim" alias jaga image. Bahkan ketika pembicaraan sudah mulai menjurus pada ajakan untuk one-nite-stand misalnya, mereka tak menunjukkan sinyal malu untuk membicarakannya. Apalagi dari menit ke menit, suasana makin meriah oleh iringan musik DJ dan aneka macam minuman beralkohol. Cory misalnya, sudah menghabiskan lebih dari delapan gelas tequila clan lima gelas kecil B5214. Pantas, kalau mukanya sudah sedikit memerah dan gaya bicaranya jadi lebih lancar.
Urusan one-nite-stand setelah pesta itu usai, sepertinya menjadi agenda wajib yang tak boleh dilewatkan. Laki-laki yang belum juga menda- patkan pasangan, akhirnya harus kembali bertualang ke karaoke. Back to basic Dan itu juga yang ditawarkan ke beberapa laki-laki yang sampai pukul 03.00 lebih masih jadi "jomblo" alias tidak laku-laku.
"Ke karaoke aja. Nyewa striptis atau LC Mandarin. Habis, mau gimana lagi. Nggak mungkin kan lo pada pulang," ledek Bondan sambil terkekeh.
Malam pun bertambah syahdu. Se-syahdu lantunan lagu cinta Boyz II Men, I'll Make Love to You. Sebagian tamu yang sudah berpasangan, segera mencari ranjang cinta, yang belum juga mendapat teman kencan, terpaksa "hunting" ke nite club.
14 B52: sejeuis minuman beralkohol yaug terdiri dari campuran baileys, kahlua dan contrue.Biasanya disajikan dalam gelas berukuran kecil untuk sekali tenggak (one shot).
"GUYS TROPHY"
KLUB ARISAN SEKS
KLUB ARISAN SEKS
KLUB arisan yang digelar sejumlah wanita sangat lain dari biasanya. Bukan uang yang menjadi target utama, melainkan laki-laki yang menjadi "pialanya". Terdengar suara riuh memenuhi ruangan. Suara dari puluhau wanita yang tengah bercakap seru. Berulang-ulang terdengar tawa memecah keriuhan. Suasana yang tergambar layaknya sebuah pesta, meskipun tak ada alunan musik yang mengiringi. Di beberapa sudut, tampak beberapa wanita asyik mencoba barang-barang baru: dari las, perhiasan, sampai sepatu.
Ini bukan sekumpulan wanita yang tengah menggelar pesta bazar. Puluhan wanita yang mcmadati ruangan itu ternyata salah satu komunitas "ibu-ibu arisan" 15 yang kini tengah menjamur di Jakarta. Menarik memang. Di saat bank tumbuh subur bak jamur di musim hujan, ternyata masih banyak kalangan yang memilih arisan sebagai ajang alternatif untuk "mengumpulkan" uang. Padahal, arisan ini boleh dibilang "cara kuno" yang sering dilakukan ibu-ibu kampung.
ARISAN GAUL.
Ternyata, di sinilah keunikannya. Banyak wanita di Jakarta yang merasa membutuhkan satu bentuk kegiatan yang menghasilkan. Sejumlah wanita, hampir pasti setiap sore memadati mal-mal untuk sekedar window shopping dan afternoon tea. Di sela-sela kegiatan yang sudah pasti "membutuhkan" spend money itulab, banyak yang akhirnya memanfaatkannya dengan membentuk perkumpulan arisan. Lihat saja suasana di sejumlah kafe di mal atau plaza pada bari Jumat atau Sabtu, tidak melulu didominasi oleh wanita-wanita yang tengab menikmati makanan dan berbelanja, tapi sekaligus diselingi aktivitas ibu-ibu arisan yang jumlabnya belasan orang.
Kelompok arisan yang juga populer dengan sebutan "arisan gaul" itu, jumlahnya puluban. Dan anggotanya punya profesi yang beraneka ragam. Ada yang berprofesi sebagai model, artis, pekeria kantoran, ibu rumah tangga, sampai pengusaha. Salah satu grup arisan gaul yang populer di Jakarta belakangan ini adalah MF—sebut saja begitu. Perkumpulan arisan yang awalnya dimulai dari kebiasaan sejumlah wanita yang doyan belanja di butik dan menghabiskan waktu berjam-jam di salon itu, kini mempunyai anggota tak kurang dari 200 orang. Pantas saja, kalau suasana kegiatannya tak ubahnya seperti pesta. Baju-baju yang mereka kenakan serba trendydan banyak yang bermerek, brand-minded.
Para wanita yang terlibat dalam perkumpulan arisan itu, latar belakangnya juga bermacammacam. Ada yang lajang, ibu rumah tangga, bahkan sampai janda. Pekerjaannya pun beraneka ragam: ada yang punya usaha sendiri—kebanyakan butik, salon, dan perhiasan, ada yang eksekutif muda, ada yang pekerja kantoran, sampai kalangan selebritis.
15 Islilali ini sebcnaniya sekedar identitas kelompok. Dalam praktiknya, banyak anggota arisan yang masih melajang, jauh dari tampang "ibu-ibu".
Betapa seru ketika mereka ini berkumpul. Ratusan wanita bertemu di satu tempat, biasanya lebih sering di kate atau restoran. Di sela-sela menunggu arisan dikocok, mereka aktif bercerita, mengobrol satu sama lain. Ya, apalagi kalau tidak "ngrumpi". Tidak hanya itu, sebagian wanita yang punya usaha butik dan perhiasan, bebas menjajakan "barang dagangan"nya, tentu saja biasanya koleksi terbaru. Perkumpulan arisan itu mempunyai beberapabandar dengan masing-masing setoran yang berbeda. Ada yang Rp 1 juta, Rp 2,5 juta, sampai Rp 5 juta. Pengelompokan itu memang sengaja dibuat sesuai dengan minat dan kebutuhan anggota. Bisa dibayangkan mereka yang ikut arisan Rp 5 juta. Sekali penarikan, totalnya Rp 70 juta. Sementara arisan yang Rp 2,5 juta, sekali penarikan Rp 27,5 juta. Dan itu dilakukan selama 1 bulan sekali secara rutin.
Menariknya lagi, para wanita ini tidak hanya berkumpul ketika ada kegiatan arisan. Tapi di luar itu, mereka juga kerap mengikuti kegiatan les dansa rame-rame, ke mal rame-rame, sampai menggelar dan menghadiri acara tertentu, misalnya pesta.
Dalam hal pesta, mereka termasuk kalangan yang memang terbiasa dengan aktivitas yang sarat akan nuansa kesenangan dan keceriaan itu. Ketika salah satu anggota arisan merayakan ulang tahun misalnya, pestanya tak tanggung-tanggung; dibuat dengan mewah, meriah, dan menarik tamu untuk datang.
Pernah satu ketika ada salah satu anggota yang membuat pesta untuk merayakan kesuksesannya karena mendapat proyek ratusan juta. Pestanya pun dibuat besar-besaran. Menu hiburannya tak hanya penyanyi dan musik-musik trendy,tapi juga ada sexy dancers laki-laki. Wow!
Saya kebetulan termasuk yang diundang. Mudah ditebak, pestanya berlangsung meriah. Tamutamu asyik bergoyang, sementara di atas bar, lima penari laki juga tak kalah "hot" dengan liukannya. Bagi mereka, aktivitas seperti itu bukan hal yang aneh untuk ukuran ibu kota. Lagi pula, adanya sexy dancerslaki-laki itu tak lebih hanya sebagai salah satu paket hiburan yang disediakan untuk menambah semarak suasana pesta. Mereka tidak alergi diterpa gosip miring, karena yang mereka lakukan masih dalam batas wajar-wajar saja.
"Toll, penarinya kan nggak telanjang. Masih pake cawet. Lagi pula, kita kan datangnya juga bareng suami. Jadi, no problem," jelas Flora, 34 tahun —sebut saja begitu, wanita cantik yang menjadi ketua sekaligus bandar arisan.
PIALA LAKI-LAKI.
Kalau Flora dan gangnya terkenal dengan "arisan gaul"nya, lain lagi dengan grupnya Veronica—lagi-lagi bukan nama sebenarnya. Wanita berusia 30 tahun, yang seharihari mengelola bisnis salon kecantikan dan butik itu, mempunyai komunitas ibu-ibu muda, janda, sampai lajang yang hampir tiap bulannya membuat acara "arisan". Veronica, yang mcnjadi ketua dan bandar—begitu istilahnya, mempunyai anggota tak kurang dari 100 orang yang semuanya wanita.
Undangan untuk ikut merayakan ultah plus sekalian arisan, tentu hanya untuk anggota arisan dan kalangan terbatas. Tamu laki-laki yang diundang pun, sebagian besar adalah para kekasib, suami, atau "selingkuhan". Saya beruntung karena selama hampir dua tahun, selalu menjadi juru potret buat acara-acara mereka. Makanya, pada malam pesta itu, seperti biasa saya diminta untuk membuat foto dokumentasi.
"Jaugan lupa bawa rol film yang banyak. Soalnya pesta agak lain dari biasanya." Saya masih ingat ucapan Veronica ketika dia menghubungi saya via telepon genggam.
Setiap bulannya, Veronica dan kawan-kawanmenggelar arisan yang diadakan dari satu kafe, hotel, karaoke atau rumah pribadi. Aturan mainnya sederhana, setiap anggota menyetor sejumlah uang yang disepakati untuk kemudian dikocok untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan uang. Biasanya, uang yang disetor jumlahnya Rp 2 juta untuk setiap kali pertemuan. Uniknya, siapa yang beruntung duluan, selain berhak mendapatkan sejumlah uang yang terkumpul, ternyata juga mendapatkan bonus lain yang tak kalah menggiurkan. Bonus itu tak lain adalah laki-laki yang dijadikan sebagai "piala" dalam setiap kali arisan. Laki-laki itu, tentu saja kebanyakan adalah para gigolo yang memang sudah dipesan dan dibayar sesuai kesepakatan. Uang untuk membayarnya dipotong dari jumlah uang arisan yang terkumpul, lengkap dengan biaya untuk check-indi ranjang semalaman.
"Kalau cuma arisan biasa, paling-paling ya ngumpul-ngumpul, makan minum lalu ngerumpi. Buat saya, itu biasa dan nggak ada seninya. Nggak seru," tandas Veronica.
Mereka yang menjadi anggota arisan Veronica, mempunyai latar belakang yang berbedabeda. Ada yang menjadi ibu rumah tangga, ada juga janda, wanita karir, sampai lajang yang bekerja di kantoran. Arisan yang digelar pada akhir Februari 2003 itu sifatnya spesial; arisan sekalian merayakan ultahnya Maya, salah seorang anggota Veronica yang sudah setahun lebih ikut terlibat dalam arisan. Makanya, arisannya digelar di ruang karaoke di sebuah hotel bintang empat di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, pada malam hari.
Maya, lajang cantik dengan rambut ikal itu, resmi berusia 28 tahun pada bulan Februari. sehari-hari, Maya dikenal sebagai wanita mandiri, meskipun usahanya tak jelas bergerak di bidang apa. Tapi, hidupnya cukup mewah. Mobil Mercy, baju semua bermerek dan mempunyai rumah bagus di kawasan Pondok Indah. Kabar yang beredar, Maya menjadi simpanan seorang pengusaha terkenal yang punya bisnis di mana-mana, dari pompa bensin sampai perbankan. Bagi anggota arisan Veronica, status Maya sudah jadi rahasia umum. Dan tidak hanya Maya yang dikenal sebagai simpanan, tapi beberapa anggota arisan Veronica yang lain, banyak juga yang mempunyai status serupa.
Saya stand-by di lokasi sejak pukul 19.30 WIB. Maklum, sebelum acara dimulai, ada sesi pemotretan pribadi. Namanya juga mau ke pesta, mereka tentu saja akan berdandan secantik mungkin; ke salon dulu untuk perawatan dan mengenakan baju-baju mahal dan bermerek.
"Sayang kan sudah cantik begini kalau nggak difoto. Buat koleksi pribadi," ceplos Veronica yang asyik berpose di samping Maya.
Tak kurang dari 70 wanita datang memadati ruangan karaoke kelas VIP yang mampu menampung 100 orang dengan bcr-standing party itu. Kalau biasanya piala laki-laki yang menjadi "bonus" arisan langsung bisa dijumpai di kamar hotel, malam itu, karena Maya berulang tahun, "piala laki-laki" yang jumlahnya ada tiga orang itu langsung dipajang di karaoke dan diminta untuk menari di tengah-tengah ruangan dalam keadaan hanya mengenakan underwearmini yang menutup bagian vitalnya.
Lantaran Maya berulang tahun, malam itu, tidak ada aturan kocokmengocok untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan uang arisan. Uang arisan yang terkumpul, langsung diberikan kepada Maya. Layaknya sebuah pesta, di ruang karaoke itu, puluhan wanita larut dalam suasana riuh. Mereka tertawa, bercanda, dan minum sepuas-puasnya. Sementara "piala lakilaki" yang menari di tengah ruangan, menjadi tontonan utama untuk setengah jam lamanya. Tentu saja, laki-laki itu tak urung juga jadi bahan bulan-bulanan; diraba, dicubit bahkan banyak yang berani menyentuh bagian-bagian vital tubuhnya. Ketiga penari laki itu tampak pasrah dan selalu mengumbar senyumnya meski beberapa tangan mulai menjamah tubuhnya. Dan makin disentuh dan disoraki, mereka semakin merangsuk maju mendekati tamu wanita yang hadir satu per satu, tanpa jengah.
Maya yang punya hajat malam itu, malah disoraki teman-temannya untuk berjoget panas di antara para penari. Mau tidak mau, Maya pun terjun bersama tiga laki-laki seksi yang tampak basah oleh keringat. Sementara beberapa tamu laki-laki yang datang, tak luput ikut memeriahkan pesta dengan bergoyang dan tertawa-tawa. Gelas minuman tak henti-bentinya berdenting. Bcgitu selesai dengan tariannya, Maya diminta memilih salah satu dari tiga laki-laki itu. Suasana ruangan yang semula dipenuhi musik-musik disko, berubah menjadi ajang untuk bernyanyi.
"Mau pilih yang mana, May? Yang rambutnya pendek atau yang tampangnya mirip Nicolas Cage itu. Aduh, lucu-lucu lho," ceplos Veronica yang tampak basah dan mulutnya bau alkohol.
"Cue mau minum Illusion16 dulu. Haus nih," ceplos Maya dengan bibir menyungging senyum.
Entail siapa yang memilib, tahu-tahu, Veronica membisiki laki-laki yang mirip Nicolas Cage itu untuk meninggalkan ruang karaoke dan diminta menunggu kedatangan Maya di kamar hotel.
"Ayo, May. Sang pangeran sudah lama nunggu lho di kamar," lagilagi Veronica yang angkat bicara. Sementara tamu-tamu lainnya ada yang asyik menyanyi, ada juga yang memilib untuk terus berjoget.
punya efek membuat orang mabuk secara perlahan.
Ah, barangkali tipe laki-laki yang menunggu Maya di kamar memang mirip Nicolas Cage, paling tidak itu versi Veronica dan teman-temannya yang sudah banyak menenggak segala jenis alkohol. Bukankah dalam keadaan mabuk, sesuatu terlihat tidak seperti aslinya. Apalagi cahaya di ruangan itu memang tidak terlalu terang, malah nyaris temaram.
"Biarin aja. Mau mirip Nicolas Cage mo tidak, yang penting acaranya ramai dan sukses. Dan yang lebih penting, Maya nggak nolak lakilaki kencannya," sergah Veronica.
16 Salah satu jenis minuman beralkohol yang sangat (digemari "nite society" yang biasa clubbingkc kafe-kafe trendsetter,terutama kalangan wanitanya. Minuman itu termasuk kategori jenis cocktailyang terdiri dari campuran midori, vodka, malibu dan pineapple juice.Rasanya cenderung manis tapi
Arisan yang dilakukan Veronica bersama gang-nya, sebenarnya bukan arisan betulan. Uang yang terkumpul, lebih banyak berfungsi sebagai biaya patungan untuk membayar makan-minum, sewa ruangan, hotel, gigolo, dan keperluan lainnya. Kalau dihitung-hitung, jumlah uang yang terkumpul, pastinya akan ludes untuk membiayai "semua kebutuhan" itu.
"Di situlah serunya. Kalau biasanya orang yang ikut arisan mendapatkan uang, di sini dapat kesenangan. Luar dalam," ujar Veronica sambil mengulum senyum dan tangannya masih saja memegang segelas Illusion yang berwarna hijau.
STRIPTIS "THREESOME"
PRIVATE LIVE SHOW
PRIVATE LIVE SHOW
MENIKMATT suguhan tarian striptis tripel ala private live show. Penari tangju pria dan wanita menyuguhkan atraksi erotis tanpa ampun tak ubahnya adegan "three-some" dalam film biru. Hah!
Menu hiburan yang menampilkan atraksi panas dan seronok tampaknya makin menjadi tren di ibu kota. Tidak saja bisa ditemukan di beberapa tempat hiburan seperti karaoke atau klub, hiburan yang bersifat private pun, tersedia. Malah, untuk kategori hiburan, yang "private" ini boleh dibilang lebih gokil di luar batas kewajaran. Semua berawal dari scorang teman, sebut saja Jefry, 31 tahun, yang mengundaug kami untuk makan malam di studionya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Acara makan malam yang dihadiri beberapa kawan dekat itu berlanjut menjadi ajang pesta kecil-kecilan, untuk mereguk sebuah sensasi hiburan dan rekreasi kesenangan. Sehari-hari, Jefry mengelola usaha di bidang showbizdan production house.Malam itu, dia sengaja hanya mengundang beberapa kawan dekat, termasuk saya. Acaranya hanya ngumpulngumpul sambil bincang-bincang santai sekalian "having fun" mereguk beberapa minuman beralkohol dan berajojing ringan.
Ada sekitar 18 orang, termasuk saya, ikut memeriahkan pesta makan dan milium yang berlangsung sejak pukul 19.30 WIB itu. Acara itu rupanya sengaja diadakan di malam Sabtu dan hanya berlangsung sampai pukul 21.30 WIB. Tetapi kemudian Jefry sengaja menahan beberapa teman dekatnya agar jangan pulang. Jadi yang tersisa setelah pesta usai, tinggal enam orang, termasuk saya sendiri.
Ajang makan-makan itu tentu saja dilengkapi dengan menu minuman beralkohol. Jefry menyewa dua bartender untuk meracik minumanminuman spesial. Jefry termasuk doyan milium dan favoritnya adalah cocktailberalkohol, Sex on the beach".
Ternyata, Jefry yang empunya gawe itu, dari awal memang sudah menyiapkan pesta yang lain dari biasanya. Terus terang, kami dibuat makin penasaran, karena Jefry hanya menyebutnya "surprise party" tanpa menerangkan detailnya.
17 Sex on the beach, nama satujenis minuman cocktail beralkoholyang terdiri dari campuran vodka, cream blue berry juice, peach snap,dan orange juice.
Padahal saya sudah mengenal Jefry lebih dari dua tahun. Hampir tiap saat sclalu berpenampilan trendy dan dari pernikahannya dia sudah dikaruniai dua orang putra.
Acara makan-minum itu terus berjalan dari menit ke menit. Saya masih terlibat pembicaraan bertukar pengalaman dan cerita-cerita seru. Jam sudah menunjuk angka sepuluh levvat. Kelima karib Jefry yang hadir, dua di antaranya adalah wanita. Yang satu bernama Lora, 27 tahun dan satunya lagi, Dindy, 25 Tahun. Kedua wanita itu adalah rekanan bisnis Jefry. Dalam beberapa kesempatan, juga sering gaul bareng. Begitu juga dengan ketiga teman laki-laki Jefry yang masih setia menenggak minuman yang tersedia. Yang saya ingat, dari ketiga teman Jefry itu dua di antaranya bernama Tio dan Budi. Teman-teman lain Jefry memutuskan pulang dengan berbagai alasan masing-masing. Ada yang pulang dengan alasan ditunggu istri di rumah, ada yang harus menyelesaikan pekerjaan, dan ada juga yang memang sudah berat kebanyakan minum alkohol.
"Udah bosen ya? Mau nonton yang seru-seru dan "saru-saru", nggak? Ke apartemen gue yuk. Pokoknya pasti seru deh. Dan lo semua pasti demen," ajak Jefry penuh semangat.
Selain punya rumah di bilangan Tebet yang dia tempati bersama istrinya, Jefry juga punya apartemen khusus yang biasanya dia pakai untuk istirahat dan bersantai. Biasalah, sering kali pekerjaan memaksa orang untuk rehat; melepaskan stres di kepala.
Kami hanya tertawa sambil bertanya-tanya. Sedari awal, Jefry tak pernah bilang mau bikin kejutan. Makanya, kami masih juga menebaknebak, mengapa mesti pergi ke apartemen Jefry, kenapa tidak di studio saja.
"Pokoknya liat aja ntar. Jangan banyak tanya dulu, oke," tegas Jefry.
DIRTY DANCING.
Saya berangkat satu mobil dengan Jefry, sementara kelima karib Jefry berada di dua mobil yang membuntuti kami dari belakang. Jam menunjuk angka 22.25 WIB ketika kami masuk ke pelataran parkir apartemen SR, di Jakarta Selatan. Apartemen SR terbagi dalam beberapa tower.Jefry tinggal di tower 8 yang letaknya di deretan depart dan dekat dengan jalan utama. Mobil yang kami kendarai diparkir di paling ujung. Sementara mobil yang ditumpangi teman-teman Jefry terus saja menguntit dari belakang.
"Hoi, masuknya bareng-bareng. Tungguin gue di lobby ya," ujar Lora sambil membuka kaca mobil. Apartemen Jefry yang bercat krem dan berada di lantai 14 itu tampak mewah. Dari jendela, terhampar pemandangan Jakarta dan ketika melongok ke bawah ada sebuah kolam renang yang dikelilingi tarnan bunga. Ruangan tamunya luas, sekitar 4x6 meter, dilengkapi fasilitas meja kursi, lemari es, televisi 21 inci dan VCDDVD playeryang diletakkan dalam sebuah lemari besar berukir.
Jerry langsung meminta pada dua orang pembantunya untuk mengambil beberapa botol minuman dan makanan kecil yang tersedia di lemari penyimpanan, tak lama setelah dia sampai di ruang tamu. Lelaki berkulit agak kecokelatan tapi tampak rapi dan bersih serta berbadan agak berotot dan cukup adetis lantaran rajin fitness itu tampak berbicara dengan seseorang lewat ponsel.
Tentu saja, saya yang berdiri tak jauh darinya sempat mendengar apa isi pembicaraan di telepon. Ya, apalagi kalau bukan soal paket tontonan yang seru dan "saru" itu. Dengan cerianya, dia mengatakan kalau pestanya akan segera dimulai.
"Sekarang santai dulu aja sambil minum. Mau mabuk, silakan. Mau bengong aja, juga tidak dilarang. Paling dua puluh menit lagi, kita akan nonton yang asyik-asyik," kata Jefry, tertawa.
Di atas meja ruang tamu sudah ada beberapa jenis minuman beralkohol siap racik. Ada XO Hannesy, Black Lable, Vodka, Jack Daniel Jim Bim, red white wine dan sebagainya. Makanan kecil pun tersedia siap santap. Ruang tamu itu segera dipenuhi alunan musik-musik disko yang tidak begitu menyentak di telinga. Sambil menunggu puncak acara dimulai, kami pun larut dalam obrolan santai, canda tawa, sambil sesekali bergoyang mengikuti musik. Gelas pun, dari menit ke menit nyaris tak pernah kosong. Jam di dinding terus berdetak. Pada pukul 23.00 WIB, dari arah pintu terdengar ketukan pelan tiga kali. Jefry segera beranjak dan langsung embuka pintu. Tampak dua wanita dan dua laki-laki mengucap salam dengan ramah. Salah satu laki-laki itu, ternyata anak buah Jefry yang ditugaskan menjemput "orderan".
Jefry segera menyilakan kedua wanita yang mengenalkan diri sebagai Yanti, 25 tahun, dan Lissy, 22 tahun, sedangkan laki-laki yang mengaku bernama Donny, 28 tahun. Yanti dan Lissy tampak seksi. Yanti yang punya postur tubuh tinggi tapi berisi, mengenakan celana ketat dipadu dengan kaos lanpa lengan warna abu-abu. Sementara Lissy yang berpostur agak sedang, mengenakan rok mini di atas lutut dengan kaos merah ketat melekat.
Serentak, mereka masuk berbarengan ke ruang tamu; tempat kami berpesta. Mereka tersenyum ramah dan dengan bahasa halus meminta diri untuk bergabung bersama kami. Sebagai tuan rumah, Jefry menyilakan mereka untuk menyantap hidangan yang sudah tersedia. Tapi, tampaknya,mereka lebih senang dengan minuman beralkohol. Dengan cekatan, Yanti dan lissy menuangkan minuman kesukaannya: gin tonicdan vodka orange, sementara Donny rupanya lebih menyukai minuman Black Labledicampur dengan Coca-Cola.
Sesi ramah tamah yang ditandai dengan "cheers" bersama itu, berlangsung beberapa menit. Suasana santai dan rileks segera tercipta. Memasuki menit kelima belas, pesta pun dimulai. Setelah menenggak gelas minuman tanpa sisa, Yanti, Lissy, dan Donny minta izin untuk memulai "show"-nya.
"Udah malem nih, Bos. Pertunjukannya bisa kita mulai dong?" tanya Donny kepada Jefry, yang mengiyakan dengan jawaban lugas.
Malam memang terus beranjak. Hawa dingin malam bercampur dengan AC di ruang tamu,membawa suasana masyuk mengasyikkan. Ketika jarum jam berdetak di angka 23.45 WIB, musik makin lama makin menyentak. Yanti dan dua orang temannya, rupanya sudah lenyap di kamar tak jauh dari kamar mandi di sudut kanan.
Tentu saja, kami yang sudah mulai panas karena hawa alkohol, dengan had berdebar menunggu apa yang bakal terjadi. Sempat terlintas di pikiran saya, kalau ujung-ujungnya, tontonan serunya pasti penari tangju alias striptis yang juga sering saya lihat di sejumlah karaoke, diskotek, atau klub di Jakarta.
"Buruan dong. Udah nggak sabar nih," Lora angkat bicara dengan suara agak tinggi. Wajahnya agak memerah, menandakan kalau sudah banyak alkohol yang membanjiri perut langsingnya.
Di atas sofa, Jefry terus saja mengembangkan senyum sambil terus menenggak bergelasgelas minuman. Sementara karib-karibnya yang duduk di sebelahnya, memilih bercengkerama dan tertawa. Saya yakin, mereka pun tampaknya masih menebak-nebak tontonan seperti apa yang akan mereka dapatkan malam ini.
"Kalo sampe nggak heboh, gue pulang aja. Mending ke karaoke, pacaran sama cewek Filipina atau Thailand," teriak Tio.
Dalam hitungan menit, lampu utama yang menerangi ruang tamu dimatikan. Hanya tersisa lampu temaram yang menerangi ruangan tengah, di mana terdapat sebuah sola panjang. Dari arah kamar, muncul Yanti dalam balutan busana wanita hitam tipis menerawang. Di bawah siraman lampu yang agak kebiru-biruan itu, tampak jelas sekujur tubuh Yanti yang hanya mengenakan baju dalaman warna hitam, sementara bagian dadanya hanya terbungkus kain tipis, tembus pandang, dan "no bra".
Bagi saya, tontonan model seperti ini, sudah bukan hal aneh. Begitu juga dengan temanteman Jefry yang tampak tenang-tenang saja. Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, sebagai pertunjukan pemanasan, Yanti memperlihatkan gerakan-gerakan erotis yang seksi dan sensasional, mengikuti tiap entakan musik yang mengalun. Rambutnya dibiarkan terurai hampir menyentuh dada. Alis matanya tampak hitam memanjang, sementara bibirnya dipoles lipstickwarna merah.
Yanti masih saja meliuk seksi ketika tiba gilirannya, Lissy muncul dari dalam kamar. Senyum manis tersungging mengiringi tiap gerakan tariannya. Gadis itu menggelung rambutnya ke atas. Sama seperti Yanti, tubuh Lissy hanya terbungkus baju dalam yang tembus pandang. Lissy segera menyatu dengan Yanti dan membuat gerakan tarian erotis yang membius mata. Dengan serta merta dan beriringan mereka membuat gerakan-gerakan seronok dan menggiurkan. Sekali waktu menggoyang pinggul, mendesis, memutar tangan, mengangkat kaki, saling mengelus, begitu seterusnya.
Jefry menyaksikan pertunjukan itu dengan ekspresi datar. Saya dan teman-teman Jefry meski melihat dengan tak berkedip, masih mengganggap tontonan itu belum mencapai puncaknya. Tak ada yang menontonnya dengan pandangan berlebih. Begitu juga ketika Yanti dan Lissy perlahan menanggalkan busana yang melekat di badan, lepas ke lantai satu per satu.
"Kalo cuma begini doang, tiap minggu gue sering liat di karaoke DG, daerah Kota," bisik Tio ke telinga saya.
Tak lama setelah itu, Yanti dan Lissy merangsak maju, Jefry dan kawan-kawan (termasuk saya) juga dua wanita yang ikut menonton, masih tampak santai. Hanya ekspresi muka saja yang memerah karena pengaruh alkohol yang tak berhenti menemani pesta malam itu.
Seperti halnya tarian syahwat yang biasa diperlihatkan penari striptis di sejumlah tempat hiburan di Jakarta, Yanti dan Lissy kadang meng- goda kami dengan sentuhan, belaian, dan cubitan manja. Malah, berulang-ulang mendekatkan tubuhnya hingga merapat lekat, sangat dekat tanpa jarak. Di setiap aksinya, Yanti dan Lissy tak pernah melepaskan senyumannya dengan wajah yang berbinar-binar.
Sesi berikutnya adalah giliran Donny. Pria berbadan "macho" dan berparas cukup ganteng (ya, tidak kalah dengan model catwtalklaki-laki) itu langsung beraksi di bawah siraman lampu tak kalah hebohnya. Tubuh "macho" itu hanya tertutup kain hitam yang membungkus bagian vital.
Di bawah siraman lampu, tubuh Donny tampak padat dan berisi. Donny segera bergabung dengan Yanti dan Lissy dan langsung melakukan tontonan pembuka dengan menari seksi. Yanti dan Lissy segera mendekat dan merapat. Secara bersamaan mereka menyuguhkan tarian yang kali ini lebih vulgar, karena tiap gerakan yang mereka pertontonkan nyaris menyerupai adegan-adegan ranjang seperti yang ada dalam film-film biru.
Gerakan-gerakan "ranjang" itu, kali ini, mau tak mau membuat kami menampakkan wajah serius. Suguhan tarian panas itu jelas-jelas mengundang hasrat laki-laki dan wanita untuk bangkit Yang lebih vulgar lagi, makin lama Donny bersama Yanti dan Lissy bukan saja memperlihatkan tarian striptis; sekedar bersandiwara layaknya pasangan yang tengah melakukan pesta "three-some". Tapi lebih dari itu, yang terjadi adalah sebuah tontonan hidup antara pria dan wanita, satu sama lain saling tubruk, terkam dan menyerang tak ubahnya "adu gulat" antara suamiistri. Hanya saja, seni gulat yang disuguhkan mereka jauh lebih berani karena tanpa busana dan dilakukan bertiga, tripel!!!
Adegan itu tak ada bedanya dengan pertunjukan live show di sejumlah tempat hiburan di Thailand seperti yang ada di kawasan Patpong. Patpong sendiri berada di dua jalan, Patpong I dan Patpong II. Jalan kecil ini kira-kira berada 200 meter-an antara jalan utama Silom dan Surawong. Nah, di sinilah dengan amat mudah bisa ditemukan aneka macam "tontonan hidup" yang gila-gilaan.
Seperti juga tontonan yang diperagakan Donny, Yanti dan Lissy. Semakin lama, malam pun semakin kelam dan berubah menjadi pesta seks "three-some" yang diperlihatkan pasangan Donny, Yanti dan Lissy. Vulgar dan berani. Mereka sama sekali tak memperlihatkan rasa risi, apalagi malu. Saya juga tak habis mengerti. Yang saya tahu, malam itu, semua ada di depan mata saya.
Adegan panas dan vulgar itu berlangsung terus dari detik ke detik. Pertunjukan hidup ala film biru atau film unyil itu membuat ruang tamu di apartemen Jefry menjadi gerah dan panas. Hawa AC sepertinya tak mampu menahan laju gejolak nafsu yang mulai memburu. Kali ini, tontonan itu membuat Jefry dan kawan-kawan (apalagi saya menahan degup jantung yang terus saja berdetak cepat, sampai akhirnya tiga penari itu mengakhiri pertunjukan. Desah napas panjang bercampur gelisah dan nafsu yang tertahan mengakhiri pesta "three-some" itu.
"Busyet deh. Ini sih bener-bener edan. Udah serasa di Amrik saja ya. Terus, abis ini, kita ngapain? Masak pulang," ceplos Tio, tak kuasa menahan hasratnya.
MODUS TRANSAKSI.
Para penari yang diorder Jefry malam itu, ternyata memang tidak mudah didapat. Menurut Jefry, dia memboking mereka dari salah seorang GM wanita, sebut saja Mami Ten, 34 tahun, yang punya "rumah cinta" di Jl. PL, kawasan Melawai, Jakarta Selatan.
Untuk acara-acara tertentu, Jefry memang sering "order" dari Mami Ten. Kalau tidak untuk dirinya sendiri, ya untuk menjamu klien yang ingin mendapatkan "sensasi pesta" yang luar biasa.
Mami Ten sendiri, selain mempunyai sekitar 30 "anak didik" dengan status "freelancer" yang siap boking untuk kencan seks, juga punya stok penari-penari tangju (pria-wanita) yang siap memberikan tontonan "gilagilaan". Dari Mami Ten jugalah, Jefry akliirnya bisa mengorder tiga penari pria-wanita yang berani mempertontonkan adegan "blue film" secara langsung, tanpa sensor itu.
Di kalangan pecinta pesta, penari-penari Mami Ten itu cukup populer. Hanya saja, biasanya "private booking" yang dia terima bersama grupnya lebih banyak menginginkan tarian striptis yang bukan saja sckedar menari tanpa baju, tapi juga memberi suguhan yang "aneh-aneh". Dari "lesbian dancing", "striptease couple" sampai "orgy dancing".
Menurut Yanti—gadis cantik yang mengaku mempunyai grup terdiri dari delapan orang lebih itu, selama ini memang melayani "private booking" untuk acara-acara tertentu. Hanya saja, dia bersama grupnya tidak lagi menerima lawaran show ke tempat-tempat hiburan. Maklum, di tempal hiburan, seperti karaoke misalnya sekarang ini rata-rata sudah punya "striper" yang bekerja secara tetap dan kapan pun bisa digunakan jasanya.
Sebelum memilih melayani "private booking", Yanti mengaku sempat bekerja selama satu tahun sebagai striptis di pub karaoke EM, di Jalan Mangga Besar, kawasan Jakarta Barat. Begitu juga dengan Lissy. Gadis yang mengaku datang dari Indramayu, Jawa Barat itu sebelumnya bekerja di sebuah pub karaoke di kawasan Pluit, Jakarta Utara, sebagai "lady escort". Selain tugas utamanya menemani tamu bernyanyi dan membuat tamu senang, Lissy juga sering melayani tamu yang ingin menontonnya menari striptis. Baru sekitar delapan bulan bekerja, dia bertemu dengan Yanti yang mengajaknya bergabung.
Karena sudah cukup punya pengalaman di dunia malam, Yanti dan Lissy tidaklab repot mencari klien. Maklum, mereka tetap kontak terus dengan beberapa pelanggan setia dan para germo yang pernah menjadi "mami" atau "papi"-nya. Dari situlab, mereka bisa mengembangkan bisnis bersama teman-teman seprofesi. Untuk memudahkan komunikasi, Yanti dan Lissy bersama tiga teman wanita lain, tinggal satu apartemen di kawasan Kemayoran, Jakarta Utara.
Dari apartemen yang mereka kontrak setabunnya Rp 2,5 juta itulah, mereka menerima semua pesanan klien yang membutuhkan pelayanan tarian tangju dengan ragam menunya. Ternyata, tarif harga per show, dihitung berdasarkan menu yang diinginkan tamu. Misalnya untuk paket tarian striptis saja (tanpa ada embel-embel lain),Yanti mematok harga Rp 750 ribu -1 juta per orang. Sementara untuk striptis "three some" ala "private live show" seperti yang mereka pertonlonkan di apartemen Jefry itu paketnya tak kurang dari Rp 5-7 juta. Itu pun dengan catatan, acaranya digelar di sekitar Jakarta.
"Pokoknya, makin 'gila' maunya klien, ya bayarannya makin mahal. Soalnya, kalo Cuma striptis doang, kan udah banyak tuh. Makanya, kita 'service'-nya bener-bener beda," jelas Yanti berpromosi.
Kalau saja malam itu Jefry tidak hanya memesantiga penari (dua wanita, satu pria), tapi misalnya tiga penari wanita dan tiga penari laki, tarif nya bisa mencapai Rp 10 juta untuk sekali "show", dibagi dalam dua kali pertunjukan. Bagaimana dengan transaksi seks? Bagi Yanti atau Lissy, pekerjaan yang mereka tekuni saat ini, memang ujung-ujungnya tidak bisa dipisahkan dari urusan ranjang. Makanya, bagi mereka, kencan seks sudah menjadi "pekerjaan sampingan" yang selalu mengekor di belakang. "Sambil menyelam milium air, sambil nari, ya sekalian saja nyari tips yang segede-gedenya," ceplos Yanti.
SWING PARTNER PARTY
KLUB "CASA ROSSO"
KLUB "CASA ROSSO"
SEJUMLAH pasangan menggelar pesta seks tukar pasangan alias "swing partner party". Menyodorkan pasangan sebagai barter untuk menambah gairah, kesenangan, rekreasi, sensasi, bahkan tak urung berakhir untuk tujuan bisnis semata. Tren "keblinger" pasangan masyarakat urban?
Di pinggir jalan HOS Cokroaminoto, kawasan Menteng, menjelang pukul tiga dini hari, saya dan sejumlah teman laki-laki biasa menghabiskan waktu selama dua-tiga jam sebelum akhirnya balik ke rumah masingmasing.
Maklum, di kawasan itu ada sejumlah pedagang makanan dan minuman yang buka hampir 24 jam. Dan setiap after midnite, selalu diserbu ratusan tamu. Apalagi pada malam-malam "gaul", sebagian anakanak "dugem"l8 yang baru saja kelar "clubbing", biasanya sering menghabiskan sisa
waktu untuk "nongkrong" di Menteng. Dari sekedar mencicipi aneka makanan-minuman yaiig tersedia sarnpai nongkrong sambil cuci mata. Di sebuah meja, persis di depan warung Jimmy; saya, Jaya dan Boy iseng mengobrol soal "swing partner party" yang belakangan terakhir mulai menjadi perilaku yang disukai sebagian masyarakat urban seperti Jakarta. Dengan semangat 45, Jaya yang sehari-bari memang doyan duduk berjam-jam di depan komputer itu, rupanya baru saja mendapat info seputar "swing partner party".
"Ini info baru lho. Lo mau ikutan 'swing partner party' di internet? Gampang kok, asal mau ikut aturan-mainnya, pasti beres," terang Jaya, 29 tahun, yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan IT milik asing yang berkantor di bilangan Setiabudi itu.
Tentu saja, ajakan untuk mengikuti "swing partner party" itu — sebuah pesta seks dengan saling bertukar pasangan, sangat menggoda. Dengan pertama-tama membayar registrasi sebesar Rp 220 ribu, lalu ketika registrasi masuk dan diterima, setiap pendaftar mesti membayar lagi Rp 2 juta untuk menjadi anggota dan berhak mengikuti pesta.
18 Kata "dugem" berasal dan singkatan "dunia gemerlap". Istilah ini kemudian populer sebagai satu bentuk aktivitas yang dilakukan anak-anak gaul yang erat hubungannya dengan "clubbing" plus "having fun" ke sejumlah tempat hiburan trendsetter,disko, mejeng, minum-minum sampai "curi-curi pandang" mencari kenalan/teman baru.
Bentuk "swing partner party", mungkin hanyalah salah satu bentuk transaksi seks via internet yang ditawarkan. Faktanya, puluhan bahkan ratusan bentuk transaksi seks dengan kemasan yang beraneka ragam, bisa dengan mudah ditemukan. Sebut saja misalnya transaksi kencan dengan gadis-gadis cantik yang sudah melengkapi "portfolio" secara lengkap. Atau bursa-bursa seks yang dikelola beberapa tempat hiburan dengan modus transaksi melalui internet. Atau juga transaksi gigolo yang mengejar ibu-ibu kesepian sarnpai tante-tante girang.
Internet, sekarang ini memang menjadi salah satu medium pengusaha yang bergerak di bisnis prostitusi untuk melebarkan sayapnya dalam rangka mcnghadirkan paket-paket seks ke ruang publik. Bisa dibayangkan, berapa juta orang yang mengakses internet setiap harinya dan dengan leluasa bisa masuk ke situs-situs tertentu untuk mendapatkan "buruan" atau "most target" yang diinginkan. Internet menjadi medan terbuka bagi publik, untuk mengekspresikan keinginannya. Mereka yang ingin berkencan dengan "callgirl", tinggal klik, ketemu darat, lalu transaksi dan eksekusi di lapangan.
"Tapi, ngapain juga lewat internet. Mendingan langsung pergi ke tempatnya. Lebih gampang dan nggak perlu repot-repot. Kalo cuma 'swing partner party' aja, gue juga pernah ikutan," sergah saya sambil terus menyantap "indomie-telur-kornet" rebus tanpa ampun.
Di samping kiri-kanan meja, tampak sejumlah pasangan cewekcowok yang asyik berduaan. Adajuga yang datang berkelompok. Suara riuh bicara, tawa yang meledak-ledak, menjadi satu bercampur dengan suara merdu pengamen jalanan. Informasi Jaya dari internet ihwal pesta tukar pasangan itu, memang menggoda. Hanya saja,info dari internet tak selamanya betul. Kalaupun betul, pastinya butuh waktu unluk bisa ber-"wisata birahi" via internet karena memang butuh prosedur yang sedikit ruwet.
"Mau tau detilnya gimana 'seks tukar pasangan'? Ngapain juga di internet tiga bulan kemarin, gue ikutan. Nggak percaya?" sambung saya, meyakinkan Jaya.
"Yang bener lo? All, payah, kalo seneng aja, sendiri. Ngajak-ngajak dong," timpal Jaya. Boy yang tengab asyik melahap Torikarage—salah satu jenis makanan ala Jepang, yang terdiri dari ayam tanpa tulang, digoreng menggunakan tepung halus disajikan bersama salad—sampai tersedak karena sontak ikut berkomentar.
"Ya, dong. Ajak-ajak kalo ada yang seru," sergahnya.
"Lo kurang gaul sih. Makanya jangan macarin internet melulu." Kami terbahak bersama . Sesekali, obrolan kami terganggu oleh munculnya beberapa gadis cantik yang lalu lalang di depan kami atau baru saja keluar dari mobil.
sung sekitar awal Januari lalu, lima hari setelah perayaan Tahun Baru berlangsung di sejumlah tempat hiburan malam. Kali ini, saya memang di"ajak" secara tak sengaja. Berawal dari sebuah tantangan yang ditawarkan Rino — sebut saja begitu, anak seorang Big Boss yang mempunyai setidaknya 3-4 diskotek di Jakarta. Rino sendiri sehari-hari mengelola sebuah perusahaan distribusi yang memasok barang-barang kelontong ke beberapa supermarket di wilayah Jabotabek Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).
Saya kenal Rino dari pacarnya, Fenny, yang berprofesi sebagai foto model kelas menengah. Wajah Fenny beberapa kali muncul sebagai cove beberapa tabloid dengan pose seksi. Saya mengenalnya dalam satu sesi casting iklan di Bendungan Hilir, Jakarta. Dalam acara Valentine 2002 lalu, saya bertemu Fenny di Zanzibar, kawasan Blok M dan dia mengenalkan saya dengan Rino. Dari situlah, beberapa kali saya bertemu Rino dan Fenny, entah ketika mereka lagi jalan-jalan di mal atau lagi menghabiskan malam Sabtu di kafe atau diskotek. Fenny sendiri, belakangan saya tahu, ternyata hanya menjadi pacar kedua karena sebenarnya Rino sudah punya tunangan. Fenny bukannya tidak tahu berita itu, tapi dia memilih cuek karena secara material dan kesenangan, dia tercukupi.
Kebutuhan sebari-hari, dari baju, makan, make-up, sampai tempat tinggal, semua ditanggung Rino. Makanya, Fenny hanya tersenyum kalau dia sering diledek teman-temannya sebagai selingkuhan. Baginya, status itu tidak penting, yang terpenting: kebutuban bidup bisa terpenubi dari sandang, pangan, sampai papan (kata pepatah Jawa).
Seperti yang sudah dijanjikan, pada hari "H", saya bertemu Rino di mal PI, kawasan Pondok Indah. Dalam janji temu itu, saya mesti membawa pasangan, entah pacar atau selingkuhan, tidak boleh tidak. Karena versi Rino, pesta yang mau didatangi kali ini, syarat pertama harus membawa pasangan. Sekitar pukul empat sore, saya bertemu Rino di kafe RG. Rino seperti biasa datang bersama Fenny. Saya sendiri, karena tak pernah punya pacar tetap, akhirnya meminta Yeni, seorang gadis "sashimi" untuk menjadi pasangan saya19. Ya, mau gimana lagi, daripada saya gamblingmembawa cewek gaul, mending Yeni saja yang selama ini sudah terbiasa dengan napas kehidupan malam.
"Bro, pestanya ntar kayak apa? Kasih gue gambaran dong, biar nggak nebak-nebak," pinta saya ke Rino. Sebelumnya, saya mengenalkan Yeni ke Rino dan Fenny terlebih dahulu. "Pesta tukar pasangan. Caranya diundi pakai kunci kamar. Siapa tahu entar lo dapet Fenny, gue dapet Yeni. Iya nggak?" tukas Rino dengan suara lepas.
Yeni yang duduk di samping hanya senyumsenyum kecil. Bibirnya terus mengembuskan asap rokok Dunhill Menthol. Sementara Fenny malah terbahak mendengar ucapan Rino. Segelas ice cappuccinodan black coffee serta sepiring sandwichmenemani sore yang mulai beranjak malam itu.
Pesta seks tukar pasangan? Waduh, mendapat tawaran seperti itu, terus terang saya agak kaget. Tidak pernah saya bayangkan kalau ternyata tantangan yang diajukan Rino itu bentuknya adalah seks tukar pasangan. Beruntung pasangan yang saya pilih adalah Yeni. Coba tadi salah bawa pasangan, bisa-bisa tidak jadi ikutan.
"Gimana, Yen? Berani nggak ikutan?"
"Siapa takut. Jangankan cuma tukar pasangan. Hampir setiap malam, gue malah pesta seks rame-rame. Kenapa nggak bilang dari awal," timpal Yeni malah menyodorkan diri.
19 Tentang gadis-gadis "sashimi" ini baca Jakarta undercover 1 (Sex 'n the city)
halaman 109-132. Di sini terdapat seorang "sashimi giH" bernama Yeni yangkemudian menjadi teman dekat saya dan banyak bercerita ihwal info-infobarn yang terjadi di dunia malam Jakarta.
Akhirnya, sekitar jam setengah tujuh lewat, saya dan Rino sudah berada dalam mobil. Rino sendiri mengendarai Mercy E 230 warna hitam bersama Fenny, saya sendiri setia dengan mobil Terano yang sudah hampir dua tahun ini menjadi rumah kedua buat saya. Kami sama-sama meluncur ke arah kawasan Jakarta Barat. Rino sudah janji ketemu dengan gang-nya di sebuah kamar hotel bintang empat itu. Di hotel yang berada tak jauh dari sebuah pusat perbelanjaan di sekitar Slipi-Tomang itu, Rino dan kawankawan rupanya sudah memesan satu kamar tipe Penthouse. Kamar yang sewa per harinya mencapai Rp 2,5 juta itu, sudah dua kali digunakan Rino bersama "gang"-nya sebagai tempat rendezvous.
Dari lobby kami naik lift bersama ke lantai 18. Jam tujuh lewat lima menit, kami sudah sam- pai di depan pintu. Seorang pelayan membukakan pintu. Di ruang tamu sudah berkumpul lima orang pasangaii pria dan wanita. Saya disambut hangat oleh teman-teman Rino dan mulai diperkenalkan satu per satu. Tentu saja ini surprise besar karena yang saya tahu, seks tukar pasangan biasanya dilakukan oleh sekelompok pasangan yang sudah saling kenal satu sama lain. Makanya,saya agak kaget ketika yang saya kenal hanya Rino dan Fenny, sementara lainnya masih tampak asing.
"Lo kan dihitung sebagai anggota baru. Setiap ada pesta, biasanya gue atau temen-temen pasti nambah anggota, biar ada wajah-wajah baru dan segar. Ha..ha...ha...," sergah Rino.
"Sialan lo. Emang gue kelinci percobaan. Untung gue udah kenyang makan asam garam malam."
Di ruangan Penthouse itu acaranya mulamula berjalan tak ubahnya "gathering party". Makan-makan, minum dan mengobrol kiri-kanan untuk mengakrabkan diri. Jangan tanya soal menu yang tersedia. Yang pasti, kalau hanya bir dan wine, sudah tersedia di lemari es dan meja. Tinggal tuang dan tenggak sampai puas. Musik pun terus mengiring dari menit ke menit Layar televisi 29 inci yang berada di tengah ruangan, merelay tayangan fashiondari mancanegara.
Sampai pukul delapan malam, tamu sudah ada sembilan pasaiigan, termasuk saya dan Rino. Kamar Penthouse yang dilengkapi tiga kamar terpisah dan ruang tamu besar itu terasa makin panas dan sempit. Ivan, 34 tahun, yang malam itu datang bersama istrinya, menjadi "leader" untuk memulai acara. Tidak ada prosesi protokoler. Acara berlangsung mengalir dan terasa begitu santai. Ivan dengan santainya mengeluarkan sembilan kunci dari laci kantung celananya. Kunci-kunci itu lalu dimasukkan ke dalam kotak tertutup.
Sebelumnya, Ivan sudah membuat list siapasiapa yang menjadi penghuni di setiap kamar. Malam itu, yang dipilih menjadi pengantin adalah kaum laki-laki. Beruntung setelah diundi, saya menjadi penghuni kamar Penthouse di deretan paling ujung, Rino mendapatkan kamar di lantai 17 dan Ivan mendapatkan satu kamar utama di Penthouse. Sementara tamu laki-laki lainnya, menjadi pengantin pria di kamar hotel di lantai 17. Di Penthouse ada tiga kamar, sementara di lantai 17 ada lima kamar. Semua kamar sudah terisi oleh "pengantin laki-laki" yang siap melepas hajat.
Tiba giliran tukar kunci. Kunci elektrik yang sudah terkumpul, masing-masing diberi tanda dengan nomor sesuai dengan nomor kamar. Kali ini, pasangan perempuan saling memilih kunci kamar yang ada di dalam kotak tertutup. Prosesi ini berlangsung penuh canda tawa. Pasangan yang hadir tampak akrab satu sama lain. Ketika Fenny menyomot kunci dari kotak tertutup dan di situ dia mendapatkan pasangan barunya: Ivan, semua yang hadir tertawa dan saling "cheers" memberikan selamat.
"Jangan sampai keterusan ya, Fen. Ivan kan biangnya pria pelet Peletnya langsung dari Jepang lagi," canda beberapa tamu yang hadir. Begitu juga ketika tiba giliran istrinya Ivan, Paula, berusia 30 tahun, mengambil kunci dengan perlahan dari dalam kotak. Wajahnya sama sekali tak menyiratkan ketegangan, tampak santai, malah sambil terbahak dia mendapatkan kunci bernomor 1802. Itu berarti, Paula menjadi pasangan saya malam itu. Saya tak habis mengerti ketika Ivan menepuk bahu saya dan memberikan selamat. Setelah tahu bahwa pasangannya adalah saya, Paula langsung memberikan pelukan hangatnya. Saya, Ivan, dan Rino lalu tertawa bersama-sama. Yeni hanya tertawa kecil begitu tahu dia mendapatikan pasangan barunya: Romi, yang punya badan agak gemuk.
Rino sendiri akhirnya mendapatkan pasangan lama: Yosi, 28 tahun. Menurut Rino, pada pesta tukar pasangan yang diadakan di Puncak bersama teman-temannya tiga bulan sebelumnya, Rino pernah menjadi "pasangan kencan"-nya Yosi.
"Itung-itung reuni-an. Yosi, Yosi...Lo lagi, lo lagi! Ha...ba...ha..," teriak Rino sambil mencium pipi Yosi.
Setelah prosesi tukar kunci itu berakhir dan masing-masing sudah tnendapatkan pasangan, untuk beberapa saat lamanya pesta itu dilanjutkan dengan dansa kecil-kecilan sambil terus mcnikmati sajian aneka makan dan minuman beralkohol yang sudah ada. Menjelang pukul sembilan malam, semua pasangan dipersilakan menempati kamar masingmasing. Pesta seks tukar pasangan pun dimulai. Di dalam kamar yang pintunya tertutup rapat, tengah berlangsung opera Jakarta di era super modern. Tentang dua anak manusia yang bermandikan peluh.
Keesokan paginya, semua pasangan bertemu lagi di kamar Penthouse untuk "breakfast" dan "morning coffee". Tidak ada yang berubah ketika Rino bertemu Fenny yang semalaman berada di pelukan Ivan. Begitu juga sebaliknya, Ivan menyambut istrinya Paula dengan ciuman hangat setelah semalaman berada di kamar saya. Pagi itu berlalu dengan obrolan santai. Saya akliirnya jadi malhum kalau ternyata aktivitas pesta tukar pasangan yang dilakoni Rino dan kawan-kawan itu, sudah hampir setahun berjalan. Mereka punya anggota sampai sekarang ini sekitar 20 pasangan. Tidak ada iuran tetap yang dibebankan kepada anggota. Prosedurnya sederhana, tiap kali ada pesta atau acara, masingmasing anggotadikenakan biaya Rp 3 juta. Uang itu digunakan untuk sewa hotel dan urusan F & B. Setiap kali pesta, tanggung jawabnya selalu berganti. Bulan ini misalnya bisa saja Rino, bulan depannya mungkin Ivan, begitu seterusnya.
"Sebelum lo pulang, lo bayar dulu ke gue Rp 3 juta. Gue nombokin lo dulu kemarin," ceplos Rino, cengengesan.
"Gue pikir grausan. Ntar gue transfer, gue nggak pegang cash."
"Pesta ini kan nggak disubsidi, tapi mandiri dari kocek sendiri," sambung Rino.
Ternyata, perkumpulan pesta malam itu bernama Casa Rosso. Meski tidak menjadi semacam nama organisasi, minimal nama itu menjadi pembeda dengan kelompok seks tukar pasangan yang lain. Kabaniya, di Jakarta kelompok penganut paham seks ini tidak hanya satu atau dua, tapi ada puluhan. Casa Rosso hanyalah salah satunya. Nama Casa Rosso sendiri, menurut Rino, diakui ter"inspirasi" (bisa juga "terilhami") dari Theatre Casa Rosso, yang menjadi teater erotis tertua, yang ada di OZ. Achterburgwal 106-108 Amsterdam. Setiap malamnya, di teater ini digelar aneka acara pertunjukan erotis selama 7 hari dalam seminggu, tanpa henti dengan koreografi yang menarik.
Selain itu, teater Casa Rosso juga mempunyai fasilitas dan kemewahan ruangan. Dilengkapi AC, balkon yang luas, bar dan Iain-lain. Pengunjung yang duduk di depan, biasanya akan jadi targetpenari untuk diajak menari bersama. Tarian yang disajikan terasa lebih indah dengan tata-tari yang memesona, belum lagi ketika akhirnya ada adegan ranjang. Pemandangan seperti itu jadi nampak biasa bagi tamu yang menyesaki teater Casa Rosso. Se-"terbiasa"-nya Rino dan kawan-kawan yang tampaknya menjalani pesta seks tukar pasangan sebagai bagian dari ritus seksual mereka dan tentu saja, sensasi hiburan untuk sebuah kesenangan. Buat Paula, dengan bertukar pasangan, dia merasa lebih bisa terbuka dengan suaminya, Ivan, dalam segala hal. Dan dia menolak itu disebut sebagai satu bentuk "kelainan seksual" dan perilaku pesakitan.
"Kalau suami senang, istri juga senang, lalu letak kelainannya di mana? Daripada suami di rumah diam dan penurut, tapi di luar rumah jajan saban malam, bahaya mana hayo," sergah Paula dengan kalimat tugas dan mengalir.
Sementara bagi Yeni, apa yang dia lakukan malam itu, tak lebih dari edisi coba-coba. Karena bagaimanapun, kehidupannya sebagai "sashimi girl" membuatnya banyak menimba pengalaman malam yang amat beragam. Pesta tadi malam, aku Yeni, menjadi satu pengalaman baru dalam sejarah perjalanan hidupnya. Sementara bagi Fenny dan Rino yang sudah setahun bergabung di klub tersebut, pesta tukar pasangan itu menjadi satu hiburan yang terbuka dan berbeda. Terbuka karena dilakukan lintas "pasangan", suka sama suka, dan rela sama rela. Berbeda karena menjadi salah satu variasi seks yang menurut kacamata awam berada di luar batas kewajaran. Apa iya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar