Karnaval III:
Sex Community/Sex Commodity
Sex Community/Sex Commodity
"LOVE HOUSE"
GADIS-GADIS KAWANUA
GADIS-GADIS KAWANUA
SEBUAH apartemen kecil yang dihuni wanitawanita cantik dari Kawanua. Sementara sang istri tengah menghibur para pria, sang suami asyik berjudi di meja biliar. Usai jam kerja, pasangan suami istri itu pulang bersama ke rumah cintanya.
Di sejumlah tempat hiburan plus yang tersebar di Jakarta yang menyediakan jasa-jasa pelesircinta sesaat—dari striptis, sashimi, sampai full service, sosok gadis-gadis Manado atau populer juga dengan sebutan gadis-gadis Kawanua, menjadi "trademark" tersendiri. Kepopuleran mereka di dunia malam sudah tak asing lagi di telinga.
Bahkan, di beberapa tempat hiburan elit yang "member guest"nya kebanyakan dari kalangan menengah ke atas—dari eksekutif muda, mahasiswa berduit, sampai pengusaha, gadis-gadis Kawanua amat mendominasi. Sebut saja misalnya karaoke KB yang ada di bilangan jalan Sudirman,karaoke MM di kawasan Tomang, atau karaoke CG di kawasan Mangga Dua. Di tempat-tempat tersebut hampir 90% penari striptisnya adalah gadis-gadis Manado. Begitu juga dengan karaoke SS yang ada di kawasan Hayam Wuruk atau di panti plus di diskotek SD, di kawasan Kota.
"Mereka adalah kelompok gadis Kawanua yang berani dan hangat," kata Micky—sebut saja begitu, teman yang selama dua tahun terakhir rajin jalan bareng saya untuk melihat dari dekat.
Dalam keremangan bar kecil di bagian depan, ada lebih 20 wanita yang menyediakan diri sebagai teman berkaraoke, tampak lebih berbeda. Perbedaan itu terletak pada sosok fisik dan penampilan mereka. Jika di karaoke lain pada umumnya, penampilan wanita karaokenya lebih beragam, di sini tampak kesetaraannya. Sosok tubuhnya bertinggi di alas 160 cm, berusia antara 20-30-an tahun, kulitnya terang dan dandanannya modis: ada yang hanya jeans yang terbuka perutnya, ada yang bergaun malam, ada yang rok mini, tampak lebih "berkelas". Melihat penampilan dan tata cakapnya, mereka berpendidikan paling tidak sekolah menengah alas. Dan yang lebih spesifik, ternyata berasal dari Manado. Ada 12 wanita karaoke yang berasal dari kawasan Kawanua tersebut. Mereka dikelola oleh seorang mami yang juga dari Manado.
"Ya, sebenarnya sih bukan sok kesukuan. Ada juga yang dari Jawa, Sunda, Kalimantan dan Sumatra. Tapi mereka datang ke sini dibawa atau ikut teman atau kenalan sedaerah yang sudah lebih dulu di sini. Jadi, ya kebetulan saja. Saya kan tak bisa menolaknya. Mencari kerja hari gini kan susah," begitu kilah Mami Jessy—sebut saja begitu, 40 tahun, blasteran Manado-Jawa, mantan wanita karaoke juga.
Bekerja sebagai wanita karaoke kelihatannya lebih mudah. Berbekal memiliki wajah cantik dan bisa berdandan, keakraban pada orang asing— terutama laki-laki —dan keberanian, cukuplah sudah. Keahlian menyanyi atau bersuara merdu bukanlah keharusan, meskipun hal itu sangat membantu. Sebab, tugas utamanya hanyalah menemani tamu untuk bersenang-senang. Rita dan Joice yang menemani saya, misalnya, lebih karena berani dan nekad ketika menyanyi lagulagu tahun 70-an seperti Killing Me Softly, I Stil Believe, My Way, One Last Cry
Akan tetapi, selebihnya—dan ini yang utama, tayangan video yang disertai rolling textlirik lagu hanyalah ilustrasi sebuah ruang berukuran 15 meter persegi yang berpendingin, berdinding kedap suara, dan dilengkapi dengan toilet Selebihnya, yang lebih dominan, adalah bincang-bincang akrab seraya minum dan makan snack.Bagi tamu yang suka minum, bisa jadi bisa digunakan untuk memuaskan dahaga hingga mabuk. Bagi yang masih normal, apa yang dibincang dan dikerjakan oleh pasangan yang berbeda jenis dalam ruang tertutup?
CURHAT RITA& JOICE. Terus terang, saya terbawa pada hal-hal yang bersifat pribadi. Tentang kehidupan pribadi Rita dan Joice, tentang tamutamunya, dan
tentu saja—karena dorongan ingin tahu — tentang kemungkinan kencan lanjutan.
"Memangnya, mau ajak ke Hyatt? Atau
Singapura?" sahut Rita.
Rita adalali gadis kelahiran Bolang-Mangandouw, 26 tahun silam. Lulus SMA di Manado 1994, setahun kemudian terbang ke Jakarta karena ada saudara dan teman-temannya.
"Ngapain di sana kalau cuma kerja jadi pelayan toko," kilahnya.
Di Jakarta sempat ambil kursus pendek bahasa Inggris dan sekretaris, tidak sampai dua tahun kemudian telah terdampar sebagai wanita malam. Maklum, lingkungan teman-temannya yang sedaerah memang hobi ke diskotek dan kelab malam, malah beberapa di antaranya bekerja sebagai hostes.
Joice lebih langsung lagi. Wanita berusia 24 tahun ini langsung terjun sebagai wanita karaoke karena ajakan temannya yang lebih senior. Prosesnya tidak berbelit, maklum gaya hidupnya di Manado sendiri sudah akrab dengan dunia malam.
Siapa pun tahu, kehidupan dunia malam bukanlah kehidupan yang suci. Rita dan Joice paham benar bahwa pria-pria yang membutuhkan hiburan darinya bukanlah hanya menemani berbincang, mendcngarkan musik dan nyanyian, atau menemani milium. Tapi punya kecenderungan pada ajakan bercinta alias hiburan seks.
Dan Rita, Joice dan wanita karaoke lainnya pada umumnya siap dan bersedia untuk itu, meskipun proses perjalanannya bisa berbeda. Rita misalnya, mengaku hanya mau menemani keluar para tamu yang dianggapnya sreg, sementara Joice memilih tamu pria yang sudah dikenal, atau teman dari orang yang sudah lebih dulu dikenal.
"Kalau dengan Mas, sill nggak apa-apa. Teman-teman Mas Emka kan bonafide," ujar Joice. Bonafide, itulah sebenarnya ukuran objektif yang dalam bahasa lain disebut sreg. Sebab tamu yang tidak memiliki uang lebih, mustahil dipilih karena mereka tak lagi memerlukan cinta.
"Cinta sih, sudah kenyang dan banyak nggak enaknya. Gue sudah banyak ketipu kata-kaca cinta," tambah Rita.
Memang, yang cukup mengejutkan, Rita dan Joice ternyata bukan wanita-wanita lajang, tapi sudah punya pasangan hidup. Rita, misalnya, mengaku punya suami, seorang pria asal Manado yang berusia sebaya. Jefry, begitu ia menyebut adalah dulunya seorang pemusik, tapi sekarang lebih banyak menganggur. Sedangkan Joice mengaku punya Raymond, pemuda asal Maluku yang bekerja sebagai bodyguard tempat biliar dan jackpot MI di daerah Kota.
"Tapi nggak usah khawatir. Mereka ugertiin, kok," tambahnya ringan. Artinya, para suami itu memang taliu dan sadar bahwa wanita pasangannya adalah bekerja sebagai wanita penghibur yang bukan hanya menemani tamu-tamu pria, tapi juga memeluk dan mungkin juga kencan seksual.
"Itu biasa di kalangan wanita-wanita penghibur, khususnya yang berasal dari Manado," kata teman tadi seraya menyebut apartemen yang jadi tempat kos yang disebut "Kawanua Place" di bilangan Jl Gajah Mada, tak jauh dari bangunan ruko-ruko yang banyak dipakai untuk berdagang alat elektronik, Jakarta Barat.
LOVE HOUSE.
Rita dan Joke ternyata juga tinggal di rumah bertingkat tiga ala Melrose Place tersebut. Gedung semi-apartemen milik pribadi yang sebenarnya tempat kos itu terletak di Jalan Kt, kawasan BM, Jakarta Barat. Berada di belakang daerah perkantoran tak jauh dari pusat perbelanjaan dan berada di derctan pemukiman, apartemen Rose ini terdiri dari empat tingkat dengan sebagian lantai bawah untuk parkir dan tiga tingkat terdiri dari 30 kamar, masing-masing punya satu kamar tidur, ruang serba guna dan kamar mandi.
Entail kebetulan atau tidak, yang menarik, lebih 80 persen penghuninya memang berasal dari daerah Sulawesi Utara yang terkenal cantik itu. "Saya tinggal di sini karena teman yang mengajak saya juga tinggal di sini," kata joice yang mengaku tinggal di kamar 208. Scdangkan Rita yang sebelumnya pernah tinggal di daerali Kalimalang, Bekasi, memilih kamar 305 selain ingin mandiri, tidak merepotkan keluarga, dekat dengan tempat kerja dan lingkungannya membuat betah karena tak ada yang usil. Maklum, meskipun satu dua ada yang bekerja kantoran, sebagian besar memang bekerja sebagai wanita penghibur: penyanyi kelab malam, hostes kelab malam, hostes karaoke, penari tanggal baju (striptease),bahkan juga koordinator wanita-wanita malam alias "mami".
Dan percaya atau tidak, mereka pada umumnya tidak tinggal sendiri, tapi bersama pria suami atau pasangan hidupnya. Rita misalnya, tinggal bersama Jefry sejak dua tahun lalu karena dianggapnya sebagai pria yang baik dan tempat "curhat" kalau sedang suntuk. Sedangkan Joice tinggal bersama Raymond karena anak muda yang dua tahun lebih tua tersebut sering mengantar dan menjemput ke dan dari tempat kerja. "Karena di sini banyak yang punya pasangan, ya biar saja Raymond tinggal di tempat saya. Buat teman, karena sendirian saja nggak selalu enak," cerita Joice.
Meskipun Mami Jessy mcnyediakan satu mobil antarjemput untuk "anak asuh"nya, tak semua menggunakan mobil. Maklum, jam kerja mereka tidak selalu bersamaan. Wanita-wanita yang berprofesi sebagai hostes kelab malam, misalnya, baru berangkat pukul 20.00 atau 21.00.
Wanita yang melayani tamu karaoke ada yang siang pukul 13.00, ada yang pukul 17.00. Penari striptensepunya jam kerja dari pukul 18.00 hingga 03.00. Tapi wanita-wanita penghibur yang termasuk kelas primadona malah punya jam bebas yang bisa berangkat atau pulang kapan saja.
Rita dan Joice rupanya termasuk dalam kategori primadona. Tapi yang paling ngetop adalah Icha, 24, berwajah oval dengan rambut hitam memanjang, dengan sinar mata berbinar-binar. La tidak menetap di satu tempat, tapi berpindahpindah dari karaoke SO di Kola, karaoke YT di kawasan Melawai, kelab malain HI di Jakarta Utara, atau ke hotel-hotel berbintang. Tak heran kalau Icha sering membawa mobil Honda City tahun 2000 miliknya, atau meminta Roy yang dua tahun lebih muda mengantar dan menjemputnya. Primadona lain adalali Rani yang juga freelance.Gadis berusia 21 taliun yang memiliki tubuh sintal, berkulit putih dan berukuran dada 36A ini semula gadis karaoke di Li. Tapi karena banyak menerima permintaan dari luar, ia cukup sibuk dan dapat hadiah mobil Daihatsu Ceria dari salah satu tamu tetapnya yang warga negara Taiwan.
"Kita tak pernah mempersoalkan kehidupan orang. Suami beneran atau bukan, itu urusan masing-masing. Kita di sini, inginnya cari duit dan
senang, itu saja," kata Rita pula.
Maka, kehidupan tempat kos ini tak ubahnya seperti cerita di serial televisi, Melrose Place. Laki-laki dan perempuan tinggal di sebuah rumah semi-apartemen, tanpa banyak peraturan yang mcngikat. Bedanya, kebanyakan mereka pekerja malam, meskipun ada juga jobdi siang hari. Satu lagi, yang mencolok dan mencengangkan, para pria yang tak jelas statusnya tersebut lebih banyak santai dan tak punya pekerjaan tetap. Mereka terkadang mengantar dan malam harinya, mereka dengan setia datang ke tempat kerja. Nah, sambil menunggu sang istri menjalankan profesinya; para suami itu biasanya menghabiskan waktu di meja biliar. Bahkan banyak yang dengan ringan ikut mengatur jadwal job untuk "istrinya".
"Sebenarnya sebel juga. Mereka suka mudah ngabisin uang di meja judi. Padahal kita yang repot mencarinya. Tapi nggak ada dia juga gimana, masak sendiri lagi," kilah Rita.
Sebagai manusia normal, Rita dan Joice mengaku juga ingin bersantai dan menikmati hidup seperti pasangan lainnya. Nah, saat libur dan senggang inilah bersama pasangannya datang ke tempat biliar Untuk bermain atau sekadar minum dan mendcngarkan musik. "Rasanya beda, lho. Tak tergesa-gesa dan tak ada beban," ujarnya pula.
RP 5 JUTA KE ATAS.
Peluang hidup sebagai suami istri normal lainnya, meskipuu terbuka, Tampaknya banyak terlewatkan karena tuntutan gaya hidup yang berbiaya besar. Para wanita penghibur yang tinggal di apartemen Melrose tersebut, menurut perkiraan, sebulannya harus mengeluarkan uang di atas Rp 5juta dengan perincian: untuk tempat kos Rp 1,2-1,5 juta, untuk makan dan rokok Rp 1-2 juta, untuk beli baju, kosmetik dan telepon Rp 1-2 juta, tunjangan pasangan hidup Rp 1-2 juta. Lebih besar lagi tentunya jika ia atau pria pasangannya sudah terjerat pada minuman, obat-obatan, dan judi.
Yang terjadi kemudian, ritme hidup mereka pun akhirnya memang tetap berjalan berkesinambungan tanpa perubahan. Di sejumlah tempat hiburan plus yang tersebar di Jakarta, sosok gadisgadis berkulit putih, berdandan berani dan akrab menggoda masih memiliki trademark tersendiri.
Di beberapa tempat hiburan elite yang member guest-nya kebanyakan dari kalangan menengah ke atas —dari eksekutif muda, mahasiswa berduit, ampai pengusaha—wanita penghibur asal Manado masih cenderung menonjol.
Janji untuk bertemu di lobi hotel berbintang empat di Jakarta Pusat dengan Rita dan Joice sekaligus di malam lain dua hari kemudian — mereka minta off dari tempat karaoke SO —berjalan lancar. Bahkan mereka mengaku diantar oleh Raymond dengan mobil Mami Jessy.
"Tapi kita bilang tak usah dijemput karena Mas mau mengantar. Benar, kan, mau antar pulang?" kata Rita.
Saya mengangguk. Joice menanyakan kamar hotel yang dikiranya sudah saya pesan, tapi saya mengajaknya ke coffeeshop. Seraya milium kopi—mereka minta bir dan wine— saya berbincang dan mengorek kehidupan malamnya. Kehidupan yang tampak penuh gebyar dan kesenangan, tapi juga tragik dan penuh tanda tanya. Di balik gebyar stage show yang saban malam selalu didatangi laki-laki yang rela menghamburkan uang untuk kesenangan, sesungguhnya ada potret kehidupan "buram" yang tersimpan. Para wanita penghibur itu memeras tubuhnya untuk hidup dan kesenangan, sedangkan pasangannya yang pria justru menumpangkan hidup dan kesenangannya sebagai parasit. Hidup macam apa sebenarnya yang mereka kejar?
"Pusing ah. Kita jalani aja, deh!" begitu kilah Rita maupun Joice.
Mereka memang tak ingin berpikir. Yang mesti dijalani, ya jalani. Hidup harus mengalir seperti angin. Untuk berpikir lagi tentang masa depan yang lebih mapan dan tertata, Rita dan Joice belum terpikir. Mungkin malam ini atau entah di suatu hari.
GAY NITE & LESBIAN SOCIETY
KOMUNITAS gay dan lesbian makin transparan. Bahkan, ada gay yang terang-terangan menikah. Bagaimana seluk-beluk dan lika-liku gaylesbian di Tanah Air, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung?
"Nama saya Ardiansyah. Lahir di Kebumen Jawa Tengah. Usia saya 20 tahun. Saya tinggal di Bandung ikut sama saudara yang memang berada di kota ini. Keluarga saya masih belum tabu tentang jati diri saya yang gay. Saya sendiri masih sangat tertutup tentang masalah ini. Saya merasa belum siap untuk terbuka. Selama ini gerakgerik dan tingkah laku saya masih dalam batas kewajaran. Makanya, ketika saya dijodohkan dengan seorang gadis oleh orangtua, saya mengiyakan saja. Padahal, saya jelas Jebih tertarik dengan sejenis daripada lawan jenis........"
"....dulu saya punya pacar seorang cowok Sayang, dia mengingkari komitmen yang dibuatnya sendiri. Akhirnya, saya jadi sakit hati. Saya termasuk orang mysterius dalam membina satu hubungan. Saya merasakan ke-gay-an saya sejak duduk di bangku SMP keJas 2. Saat itu, saya selalu mengimpikan cowok-cowok idaman yang saya suka. Saya pernah menjadi Finalis Cowok Trendy 1998 dan Finalis Top Model Casual 1999 di Yogyakarta. Makanya, saya sangat berminat dengan dunia akting..."
Pengakuan Ardiansyah itu, saya kutip dari bulletin GAYa Nusantara, Surabaya, edisi Januari 2003. Wajah Ardiansyah yang punya tinggi 175 cm itu, tampak tenang berpose di cover depan. Dan tanpa sungkan, dia bercerita tentang dirinya yang seorang gay dan berharap dapat menemukan teman-teman sehati. Di dalam buletin yang dikomandani Dede Oetomo tersebut, masih banyak lagi cerita-cerita lain seputar kehidupan gay dari A sampai Z. Seperti penuturan Sofian, remaja kelahiran Palembang, 3 Mei 1977 yang menjadi cover depan dengan foto close-up-nya dan berkisah tentang dirinya di terbitan GA Ya Nusantara, edisi September 2002.
"Saya mulai kehidupan gay saya sejak kelas 3 SMU Sampai sekarang saya masih tertutup , terutama pada orang tua saya. Hanya sebagian dari teman-teman saya saja yang tahu rahasia saya ini. Kalau orang tua saya sampai tahu, mungkin saja mereka akan marah dan tidak bisa menerima anaknya yang ternyata seorang gay.Kalaupun terjadi, saya akan menerima segala resiko sepahit apapun. Sampai sekarang ini aku masih belum punya pacar. Saya suka cowok maskulin, baik, perhatian dan yang terutama harus setia. Saya tidak suka selingkuh. Kalau sampai pacar saya nanti selingkuh, saya akan labrak dia. Dan saya akan balas dengan selingkuh juga...."
Dalam e d isi itu, juga ada pengak ua n Aria, 2 3 tahun, asal Bukit Tinggi, yang bertut ur panja n g lebar te ntang pengalaman sejaunya menjadi "kucing".
"Aku dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana. Di usia tujuh taliun, ayahku jatuh sakit dan enam bulan kemudian, ayahku meninggal dunia. Bisa dibayangkan betapa berat beban Ibu karena harus menanggung delapan anaknya yang masih kecil seorang diri. Ibu terpaksa menjual rumah dan sepetak tanah untuk melunasi hutang-hutang yang menumpuk...."
"...sejak di bangku SLTP aku mulai tertarik dengan seorang laki-laki, ketua kelasku. Namun hanya aku simpan dalam hati. Aku tidak mau scmua orang tahu kalau aku seorang gay. Setamat SLTP aku tak ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Tiga tahun kemudian aku merantau ke Medan karena ajakan teman. Di kota inilah, pertama kali aku mengenal hubungan gay secara nyata dengan seorang dokter. Dikota ini, aku juga mulai tahu di mana teman-teman sehati biasa berkumpul.
"....aku mulai membina hubungan dengan seorang lak-laki, Mas Agus namanya. Dengan sikap kedewasaannya, Mas Agus membimbingku. Tak ubahnya, Mas Agus sudah seperti ayahku, ibu, kakak, guru sekaligus kekasihku. Selama hampir dua tahun aku membina hubungan dengan Mas Agus sampai akhirnya suatu hari, dia kepergok lagi bermesraan dengan temanku, Dion. Kami pun berpisah dan aku mcnjalin hubungaii baru lagi dengan Andre. Selama satu tahun, aku pacaran dengan Andre hingga tanpa satu sebab yang jelas Andre memutuskan aku. Bahkan didepan mataku, Andre juga tega menerima kencan dari om-om. Karena kecewa, aku putuskan untuk meninggalkan Medan. Kota yang aku tuju adalah Surabaya .
"...terlunta-lunta aku hidup dikota Surabaya. Susah payah aku mencari pekerjaan, tapi selalu nihil. Hingga pada satu malam, aku berdiri didekat Tugu Pahlawan. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depanku. Seorang lelaki setengah baya turun dari mobil dan menghampiriku. Dia mengajakku berkenalan. Om Beni, nama lelaki itu.
Malam itu juga, Om Beni membawaku ke sebuah hotel di kawasan Jalan Darmo. Sejak itulah, aku menjalani hidup dengan berpindah dari tangan satu laki-laki ke laki-laki lain. Aku mulai menjalani profesiku sebagai "kucing". Sebenarnya, bent menyandang gelar ini, tapi apa mau dikata keadaan membuatku tak punya pilihan lain. Di usiaku yang ke-23 ini, aku masih ingin melanjutkan sekolah. Aku ingin meraih gelar sarjana. Tapi apa mungkinP...."
Jalan hid u p man u s ia memang berb eda-beda, termasuk dalam hal orientasi seksualnya. Ada laki-laki yang orientasi seksualnya hanya menyukai wanita, begitu pula sebaliknya. Ada juga lak ilaki dan wanita yang "bis a" kedua-duanya atau biasa disebut biseksual. Ada juga wanita yang menyukai sesama jenis n ya atau biasa dise but lesbia n. A d a j u ga lakilaki yang menyukai laki-laki. Inilah yang disebut homoseksual.
Potret kaum homoseksual atau juga populer dengan sebutan "kaum gay" di Tanah Air itu, bukanlah layaknya lembaran usang yang layu dilelan masa lantas hilang bersama angin. Tapi, dari hari ke hari pcrkembangan kaum homoseksual, makin tampak dalam kehidupan masyarakat.
Kalau dulu bauyak kaum gay yaug cenderung memilih "bisu" dan "diam" tak bersuara, kini, kaum gay perlahan mulai berani tampil di depan publik.
Komunitas gay di Tanah Air seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, punya media tersendiri
untuk mengekspresikan dirinya tampil di depan publik. Meskipun buletin yang dijual secara terbatas dan sebagian besar di"nikmati" oleh kalangan sendiri, paling tidak, ada satu wadah bagi sejumlah kaum gay untuk berekspresi dengan bertcrus terang dan bicara blak-blakan tentang dunia mereka. Dalam perkembangannya, komunitas gay di Tanah Air mulai menunjukkan keberanian untuk terbuka ke publik meski dalam koridorkoridor tertentu.
Pengakuan secara jujur dan blak-blakan seperti yang dilakukan oleh Ardiansyah, Sofian, dan Aria, hanyalah potret segelintir kaum gay yang mulai berani bicara ke publik. Masih banyak sosok seperti Ardiansyah, Sofian, ataupun Aria yang tersebar di Tanah Air.
Saya bersyukur ketika di pertengahan Maret 2003 lalu, sempat mampir ke markas GAYa Nusantara (GN) di Surabaya. Di kota buaya tersebut, selama beberapa hari saya bisa berdialog panjang lebar dengan sejumlah aktifis GN. Saya bisa melongok dan terjun langsung mengikuti aktivitas mereka sehari-hari. Tanpa sungkan, mereka membeberkan satu per satu apa yang menjadi kegiatan mereka.
Dan ternyata, mereka sangat mudah bergaul dan enak diajak bicara tentang berbagai persoalan, bahkan menyangkut hal-hal yang sifatnya pribadi sekalipun. Kenyataan yang sama juga saya temukan ketika berada di Malang dan bertemu dengan anak-anak Ikatan Gaya Arema (IGAMA) dan Ikatan Waria Arema (IWAMA).Malah, di kota berhawa dingin itu, saya diajak ngeber (survey lapangan) ke Stasiun Tugu menjumpai sejumlah pekerja seks komersial (PSK) Waria yang tengah mangkal dan menjalani pekerjaan mereka.
Malam beranjak dari pukul 22.00 WIB. Udara Malang yang dingin makin menusuk. Di sebuah waning kopi, persis di samping stasiun, saya ditemani Ipul, Ketua IGAMA dan Merlin, Ketua IWAMA dan Pak Dede Oetomo, Pembina GAYa Nusantara tengah menikmati secangkir kopi panas dan sepiring tahu serta tempe goreng. Beberapa waria yang lagi mangkal, sesekali menghampiri kami dan ikut mencomot makanan kecil yang tersedia.
"Lagi sepi, Mbak Merlin. Baru ada pertandingan sepak bola sib, jadi pada kecapean," ujar Waty yang malam itu mengenakan rok mini dengan kaos singlet warna biru muda. Waty tentu bukan nama sebenarnya, karena nama aslinya pasti nama lelaki.
Dengan gayanya yang kemayu, Waty bercerita kalau lagi ramai dalam semalam dia bisa melayani setidaknya 5-7 tamu laki-laki. Kalau lagi sepi, paling-paling dia hanya mendapatkan 1-3 tamu. Lucunya, dari sekian tamu laki-laki yang pernah datang kepadanya, banyak yang memiliki tingkab laku "nyleneb" ketika berbubungan seks. Misalnya, aku Waty, suatu ketika dia mendapat tamu laki-laki berbadan tegap dan nyaris kekar. Lucunya, tamu itu datang membawa baju perempuan.
Ketika akhirnya Waty sepakat untuk bertransaksi, dia mengaku kaget karena tamu laki-lakinya itu langsung ganti baju perempuan.
"Dia lebih suka jadi perempuan ketika berbubungan seks. Karena bayarnya gede, yang "aneh-aneh" gitu, terima aja," ceplos Waty yang malam itu baru mendapatkan dua pasien laki-laki. Bagi Ipul dan Merlin, kegiatan "ngeber" itu biasa mereka lakukan seminggu satu kali. Aktivitas itu tujuannya lebih kepada memberikan penyuluhan dan penyadaran tentang pentingnya kesehatan dan bahaya HIV dan AIDS.
"Makanya, dalam setiap kesempatan kami selalu menganjurkan untuk memakai kondom ketika berbubungan seks," ujar Merlin, yang sudah cukup lama aktif menggalang berbagai kegiatan bersama para waria di Malang dan sekitarnya. Merlin mempunyai wajah cantik dan berbadan langsing. Kalau tak pernah mengenal sebelumnya, tentu susah membedakan kalau Merlin seorang waria. Rambut pendek sebahu dan mengenakan rok mini dengan baju elegan tanpa lengan, Merlin memang tak ada bedanya dengan wanita kebanyakan.
Sepuhan make-up yang menghias di wajahnya dan polesan lipstick merah di bibir, makin memperjelas kecantikannya. Saya sempat iseng bertanya pada Merlin kenapa banyak laki-laki yang ketagihan berbubungan seks dengan waria yang notabene secara Fisik tetaplah laki-laki.
"Siapa yang paling tahu rahasia seorang lakilaki kalau bukan laki-laki sendiri. Itu kuncinya," jawab Merlin. Karena waria sebenarnya memang laki-laki, jadi dia lebih tahu rahasia laki-laki.
"Makanya, banyak laki-laki yang pernah nyoba berhubungan seks dengan waria, besoknya pengin lagi," sergah Merlin sambil tertawa lepas.
Aktivitas ngeberitu baru berakhir sekitar pukul satu dini hari. Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menyempatkan diri bertanya seputar dunia homoseksual. Dari perbincangan saya dengan Pak Dede, anak-anak IGAMA dan IWAMA itu, sedikil banyak saya jadi tahu tentang seluk beluk gay. Beragam alasan dan laktor kenapa akliirnya seseorang bisa menjadi gay. Misalnya saja karena laktor pembawaan atau gen. Dalam kasus ini, hormon wanita dalam diri seseorang lebih dominan dibandingkan dengan hormon pria, yang kemudian menjadi homoseks. Ada juga karena situasi keluarga. Misalnya saja dalam sebuah keluarga, saudara perempuan lebih dominan. Mungkin karena tidak diperhatikan dan dididik secara benar, anak lelaki jadi meniru tingkah laku dan kelakuan saudara perempuannya.
Namun ada juga jadi gay yang karena pergaulan. Misalnya saja ada seorang laki-laki yang pergaulannya lebih banyak dengan wanita. Saking seringnya, lama-kelamaan yang bersangkutan seperti merindukan pergaulan dengan kaum yang sclama ini jarang digauli. Ya, siapa lagi kalau bukan kaum lelaki.
Ada juga orang jadi gay karena trauma. Misalnya saja kecewa akibat berhubungan dengan wanita, bisa lantaran disakiti hatinya atau ditinggal dengan cara lain yang menyakitkan, sehingga menimbulkan kebencian luar biasa pada wanita. Dan ujung-ujungnya yang bersangkutan melampiaskan sakit hatinya itu dengan menjalin hubungan sesamajenis.
Banyak laktor yang menyebabkan seseorang akliirnya menjadi gay. Selain beberapa faktor seperti di atas, ada juga hal-hal di luar itu. Misalnya saja karena terbawa pada gaya hidup, yang menganggap homoseks sebagai tren. Atau ada juga yang sengaja menjadi PSK laki-laki dengan melayani laki-laki karena alasan ekonomi dan masih banyak laktor lainnya.
GAY & MALAM JAKARTA.
Belakangan
terakhir, komunitas gay di Tanah Air makin memperlihatkan perkembangan yang begitu dinamis. Banyak kaum gay yang tidak malumalulagi mengakui eksistensi dirinya. Malah, banyak juga yang mulai berjuang untuk mendapatkan pengakuan "eksistensi" dirinya. Sejumlah tempat hiburan di Jakarta misalnya, pada hari-hari tertentu menjadi ajang kumpul mereka.
Tengok saja pemandangan di kafe Jalan- Jalan, di lantai 36 Menara Imperium pada Minggu malam. Cauda manja menyeruak di sela-sela musik yang mengalun. Kata-kata yang mungkin asing bagi orang biasa, sering terlontar lepas. Misalnya, sutra (sudah), rokok (roxena), sukria (suka), mabora (mabuk), padang sahara (panas), maskara (masuk), maharani jody (mahal sekali), macarena (makan), tinta biskota (tidak bisa), dan jelitur (jelek) adalah sederet kosakata yang keluar dari bibir beberapa tamu yang duduk di kursi kafe.
Mereka adalab sekelompok gay yang tengah "gaul" pada Minggu malam. Tentu saja mereka bukan wanita. Meski bicara lembut, mereka bertampang layaknya laki-laki kebanyakan. Hanya saja dandanan dan penampilannya sedikit berbeda.
Di tengah sorot lampu disko yang menyambar- nyambar, rambut mereka tampak rapi dan klimis. Baju atau kaos yang dikenakan cenderung
ketat. Rambut dicat blonde,mengenakan celana ketat hitam metalik. Ada juga memang yang bertampang dan berdandan tak ubahnya laki-laki biasa. Bercelana dan berbaju serba kasual. Ada juga yang gaya bicaranya tidak kemayu, tapi benar-benar laki-laki. Gaya dan nada bicaranya serba apa adanya.
Tidak seperti tempat hiburan malam kebanyakan yang selalu sepi tamu pada Minggu malam, justru di kale Jalan-Jalan malam itu dipenuhi tidak kurang dari ratusan tamu, sebagian besar lakilaki, yang sedang asyik menikmati suasana. Suara canda tawa beradu dengan debam musik disko yang terus mengisi ruangan dari menit ke menit.
Bedanya, tamu yang menjejali sebagian besar ruangan kafe adalah laki-laki.
Kaum gay yang datang malam itu memiliki latar belakang profesi yang berbeda-beda. Ada designer, eksekutif muda, stylist, model, koreografer, sampai orang kebanyakan. Jangan kaget kalau di antara tamu laki-laki yang hadir, ada sejumlah wajah publik figur yang kerap nongol di televisi dan media cetak lainnya.
Pernah suatu ketika, saya datang bertepatan dengan "gay nite". Kebetulan malam itu ada special event denganmengetengahkan cowboy dancer.
Ketika malam menunjuk pukul 23.00 WIB, di atas panggung layang muncul empat penari lakilaki. Mereka hanya mengenakan celana mini warna hitam untuk menutupi bagian vital. Badan mereka rata-rata berisi dengan lekukan otot yang khas. Baluran minyak mcmbuat tubuh empat penari itu mengilat disapu kilatan lampu.
Sorak sorai dan teriakan keras mengiringi tiap gerakan tari yang diperlihatkan empat penari laki-laki tersebut. Yang paling keras, tentu saja teriakan genit dari tamu yang notabene gay. Apalagi ketika para penari itu turun gelanggang dan meliuk erotis di atas meja bar mendekat ke arah tamu. Sontak, teriakan histeris tumpah. Sebenarnya, kale Jalan Jalan mulai membuat program "Gay Nile" sejak 1997. Dan dari tahun ke tahun, responnya terus meningkat. Makanya, di setiap Minggu malam, ada sejumlah acara yang digelar dimulai dari pukul 21.00 WIB sampai 02.00 WIB dini hari. Acara-acara disajikan secara rutin tiap minggunya adalah Go Go Dancerlaki-laki.
Sementara untuk dua minggu sekali, ada special event seperti Fashion & Dance Show, Comedy & Cabaret Dance Show bersama Tata Dado & The Silver Boys-nya.Tidak hanya itu, pernah juga digelar atraksi "bina-raga" dengan menghadirkan sejumlah laki-laki berotot yang memamerkan otot dan body-nya di hadapan ratusan tamu yang ayoritas gay. Pemandangan serupa juga bisa ditemui di Moonlight, di kawasan Kota. Diskotek yang terlelak tak jauh dari perempatan besar di Jl. Hayam Wuruk itu, boleh dibilang menjadi diskotek trendsetter untuk kalangan gay. Puluhan tahun, Moonlight tak pernah sepi menjadi arena berkumpulnya sejumlah gay di Jakarta dan sekitarnya. Diskotek yang sudah beroperasi sejak tahun 80-an ini, saban malam nyaris tak pernah sepi dari serbuan para gay.
Jangan kaget kalau datang ke diskotek yang bangunan kuno ala Belanda danjauh dari sentuhan modern itu, akan ada pemandangan para gay dengan aneka dandanan. Dari yang berdandan layaknya laki-laki kebanyakan sampai gay yang mengenakan baju wanita. Memang, di diskotek ini kaum gay dan waria menjadi satu.
Mereka berkumpul untuk melewatkan malammalam gaul. Tentu saja, pada hari-hari tertentu seperti malam Minggu, ada acara istimewa, dari pentas drama, lomba catwalk, lomba mirip bintang, kontes waria, sampai sexy dancers laki-laki. Dengan begitu lepas, para gay mengekspresikan tingkah laku mereka di diskotek ini. Dari pukul 10.00 malam sampai 02.00 dini hari, Moonlight tak sepi dari deru musik disko, celoteh, dan tingkah laku kaum gay. Sebelum menjamurnya kale seperti sekarang, Moonlight menjadi satu-satu pangkalan para gay di Jakarta yang ingin menuntaskan malam dengan berajojing ria dan menenggak minuman di tempat hiburan.
"Yang penting bisa happydan ngumpul bareng teman-teman sebati. Itu aja. Susah lho bisa happy di Jakarta," tukas Dra, 24 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai stylist.
Meski saat ini kafe-kafe tumbuh pesat, Moonlight tetap punya pangsa pasar sendiri. Karena banyak pilihan, kaum gay pun akhirnya punya tongkrongan sendiri-sendiri yang tersebar di sejumlah tempat hiburan di Jakarta. Sejumlah kafe dan diskotek yang pada hari-hari tertentu menjadi ajang berkumpulnya para gay antara lain adalah Blue Prints Bar. Meski tidak melirik pangsa pasar gay sebagai "target utama", setiap Senin, Blue Prints Bar menggelar acara "Monday Big Banana" dengan menampilkan "Male Go Go Dancers".
Acaranya sendiri dimulai sejak pukul 23.00 WIB hingga 01.00 dini hari. Pada pertengahan Agustus 2003 lalu saya sempat mampir di kafe tersebut. Ternyata, tamu dari kalangan gay lumayan banyak, meski tidak seheboh di Moonlight atau Jalan -Jalan. Tempat hiburan lain yang juga menjadi "home base" para gay adalah Hai Lai. Klub dengan konsep "one stop entertainment" yang ada di kawasan Ancol itu pada Minggu malam menjadi ajang hiburan sejumlah gay. Di Minggu malam itu, di klub yang memiliki fasilitas diskotek, restoran, karaoke, dan sauna itu biasa digelar acara spesial yang dimotori kalangan gay. Acaranya sendiri digelar di diskotek yang dilengkapi dengan sebuah panggung berukuran besar. Tidak jauh berbeda dengan tema-tema acara yang ada di Jalan-Jalan atau Moonlight, di Hai Lai ini pun, pada Minggu malam akan ditemui beraneka ragam show dengan maskot utama para laki-laki. Entah yang berjubel di dance floor atau yang tengah beraksi di panggung, tentunya. Ya, pemandangan yang terjadi mudah ditebak, pasti sama dengan yang terjadi di sejumlah kafe atau diskotek yang menjadi tempat mangkal para gay.
Selain sering kongkow-kongkow di sejumlah kafe atau diskotek tertentu, kaum gay Jakarta ternyata juga punya tempat tongkrongan lain yang tak kalah hebohnya. Misalnya saja ada sebagian komunitas gay sering menghabiskan waktu sore di kolam renang yang dilengkapi fasilitas sauna di hotel NO di Jakarta Pusat. Belum lagi di sejumlah salon-salon trendsetter dikawasan Tebet dan Senopati, Jakarta Selatan.
Di kafe A2 yang berada di kawasan Pecenongan, pada malam-malam weekend, juga tak lepas dari serbuan sejumlah gay. Bedanya, para gay yang clubbing di kafe yang baru sekitar satu tahun beroperasi ini, kebanyakan memang gay gaul. Yang menarik, gay nite di A2 biasanya digelar pada Rabu malam. Padahal, di sejumlah kafe trendsetter, Rabu malam biasanya menjadi "ladies nite". Pada Rabu malam, di A2 justru sebaliknya; yang datang banyak dari kaum gay.
Oh iya, saya hampir lupa. Di sejumlah kafe trendsetterbanyak juga yang menjadi ajang gaul bagi sejumlah gay. Meski jumlahnya tidak banyak, para clubber gayini, setiap kali dugem selalu berani tampil beda. Misalnya saja dandanan dan baju yang mereka kenakan rata-rata "trendy" dan berani tampil beda.
Di antara clubber gayyang doyan dugem di kafe-kafe trendsetteritu terdapat wajah-wajah publik figur yang namanya sudah tak asing lagi. Sebut saja JR, seorang aktor muda yang membintangi sejumlah sinetron dan namanya kini tengah jadi pujaan ABG cewek di Tanah Air. Juga ada nama lain seperti GI, seorang desainer muda yang kini mulai merambah dapur sinetron. Belum lagi RA, MP dan AG, ketiganya adalah modelmodel ternama di Jakarta.
Bagi beberapa gay yang ber-dugem ria, ajang ini dimanfaatkan untuk cuci mata sekaligus menambah banyak kenalan.
"Gue dan teman-teman ke sini mo cuci mala. Syukur-syukur dapat pacar baru," ceplos Stan—sebut saja begitu, seorang gay berusia 23, yang sehari-sehari bekerja sebagai seorang asisten penyanyi pop terkenal.
Menurut Stan, mencari teman kencan di diskotek tidaklah mudah, apalagi kalau yang dicari tergolong anak baru dan belum kenal sama sekali. Kalau mau dapat, mesti punya feeling kehomoseks yang kuat. Cara sejumlah gay menggaet mangsanya amat beragam. Dari sekedar raen-
"survey" ke kamar kecil, mengamati gerak-gerik di lantai disko, menawarkan minum, sampai memperhatikan segala atribut yang mcnempel di badan.
Soal atribut misalnya, sejumlah gay punya ciri-ciri khusus, seperti anting di kuping serta bentuk dan model baju yang dipakai. Bagi gay gaul seperti Stan, sekalipun diskotek yang suka dikunjungi ini tak bisa dijadikan patokan tetap untuk mendapatkan pasangan seperti di diskotek Moonlight yang notabene "kliusus gay" itu, yang penting menyenangkan karena tempatnya bergengsi. Sebagian besar pengunjung yang datang tidak sembarangan, dari kalangan menengah ke atas dan berkantung tebal.
"Yang penting, bukan karena gue gay jadi gua nggak bisa gaul. Buat gue, orientasi seks seseorang, mau dia gay kek, lesbi kek, waria kek, lakilaki tulen kek, jangan dipermasalahkan dan jangan jadi batasan untuk bersosialisasi," tukas Stan panjang lebar. Apa yang ditegaskan Stan, mungkin banyak benarnya. Kaum gay pun sama seperti 0rang kebanyakan. Mereka pun tidak melulu hanya kalangan stylistdan desainer yang selama ini identik dengan gay, tapi juga mereka yang berprofesi di level penting sebuah perusahaan, misalnya sebagai bankir, akuntan, managerdi biro perjalanan, konsultan, insinyur, arsitek. Saya masih ingat dalam satu bincang-bincang
saya dengan Pak Dede Oetomo, tersebut sejumlah teman Pak Dede yang punya jabatan penting di instansi tertentu. Makanya, sedari awal, Pak Dede tak pernah menutupi dirinya seorang gay. Dan dengan terangterangan, dia mengakui itu di mana pun dan kapan pun.
"Ngapain juga ditutup-tutupi lagi. Kalau gay, ya ngaku gay saja. Kenyataannya, di masyarakat kita, sebagian memang ada kok. Orang saling mencintai, saling menyayangi, nggak usahlah pake sembunyisembunyi scgala," tukas Pak Dede dengan bahasa yang masih kental dengan logat ke-jawa timuran-nya. Dalam praktiknya, kaum gay yang ada di Jakarta punya aktivitas sendiri layaknya orang kebanyakan.
Kalau di Surabaya ada GAYa Nusantara yang menjadi wadah bagi gay di Surabaya dan sekitarnya untuk mengekspresikan segala bentuk aktivitasnya—dari berusaha memperjuangkan nasib kaum gay, mengadakan kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan seperti memberikan penyuluhan tentang HIV dan AIDS dengan terjunlangsung ke lapangan ke sejumlah tempat prostitusi, menggelar acara entertainmentya yangberisi pesan-pesan tentang HIV dan AIDS, membuat seminar tentang gay, sampai menerbitkan majalah yang isinya secara garis besar berisi tentang dunia gay—di Jakarta ada Ikatan Persaudaraan Orang-Orang Sehati atau biasa disingkat IPOOS yang juga populer dengan sebutan GAYa Betawi.
Kegiatan yang mereka lakukan juga tidak jauh berbeda dengan yang dilakoni para awak GAYa Nusantara. Kaum gay yang tergabung dalam IPOOS misalnya, mempunyai program tetap dengan menggelar sejumlali acara di beberapa tempat hiburan malam di Jakarta. Tidak sembarang hiburan, karena semua tenia yang diangkat lalu bernuansa pesan akan bahaya HIV dan AIDS. Dan hampir di setiap acara, ratusan kaum gay tumpali ruah memadati ruangan, mcnyimak dengan khusyuk aksi teman-teman "sehati" mereka di atas panggung seperti yang pernah mereka adakan di diskotek Moonlight dan klub Hai Lai. IPOOS barangkali bukan satu-satunya organisasi gay yang ada di Jakarta. Ada sejumlali nama lain yang sifatnya lebih kekeluargaan dan bersifat informal seperti yang ada di Kalimalang. Di sana, setiap bulannya ada sekumpulan gay dan waria yang membuat kegiatan arisan bersama.
Sekedar bcrkumpul dan berbagi cerita sampai merencanakan kegiatan-kegiatan baru yang bisa bermanfaat buat kepentingan bersama. Salah satu acara gay terbesar yang pcrnab saya temui terjadi pada awal Januari 2003. Untuk pertama kalinya, acara Old & New digelar di Studio East Diskotik dengan menampilkan artisartis gay dan waria sebagai pelakon utamanya. Acara yang dibuka untuk umum itu, ternyata dibanjiri ratusan pengunjung yang datang dari berbagai daerah.
Acara berlangsung meriah dengan menampilkan tiga diva waria, masing-masing Miss Vera, Miss Paula, dan Miss Liza Iblis. Aksi ketiga diva itu tak ubahnya seperti artis-artis top kebanyakan.
Dengan gayanya yang khas Miss Liza Iblis menyanyikan lagu I Want To Break Free, sementara Miss Paula melantunkan tembang telenovela Mexico dan Miss Vera yang malam itu mengenakan busana ala Timur Tengah itu "heboh" dengan aksi panggungnya. Dan ketika Mami Anna mengajak tamu mengbitung detik demi deuk menuju pergantian tahun 2003 dan disambung dengan lagu Asereje,suasana di Studio East meriah dengan geliat tawa, canda, dan goyang hingga pagi. Sementara di Bali, kaum gay hampir menyebar di sejumlah kafe atau diskotek trendsetter seperti di kawasan Kuta, Seminyak, dan Legian. Salah satu kale yang belakangan terakhir menjadi ajang "gay nite" paling populer adalah Q-Bar.
Bar yang letaknya persis di pinggir jalan besar di sekitar Seminyak itu, saban malam, apalagi pada malam Sabtu dan Minggu, selalu ramai oleh kalangan gay, dari lokal sampai bule.
SEKONG & HEMONG.
Selama berada di lingkungan gay, dari sekedar bercakap, berdiskusi,
sampai hadir di sejumlah seminar, saya sedikit banyak jadi mafhum soal lika-liku gay. Soal sebutan homoseks misalnya, ternyata tidak semua punya pemahaman yang sama. Ada yang menyebutkaii liomoseks adalah gay, gay ya homoseks. Padahal, istilah liomoseks itu untuk tiap orang yang punya orientasi seks terhadap sejenis. Laki-laki dengan laki-laki disebut gay, sementara wanita dengan wanita disebut lesbian.
Di kalangan gay, scbagai sebuah komunitas, ternyata juga ada bahasa sendiri. Meski tidak menjadikannya sebagai "bahasa wajib", minimal bahasa itu menjadi ciri tersendiri. Ya, minimal jadi stempel. Yang menarik, bahasa itu lahir dari mereka sendiri, bersifat dinamis mengikuti tren yang berkembang. Belakangan, bahasa mereka itu malah menjadi "bahasa gaul" dan sangat populer di komunitas malam.
Istilah sekongdan hemong misalnya,dua kosa kata itu sebenarnya berasal dari kata "sakit" dan"homo". Tapi, oleh mereka, kata sakit diubah menjadi "sekong", sementara "homo" menjadi"hemong". Awalnya, baliasa mereka itu lebih berfungsi sebagai sandi biar orang lain tidak paham.
Tapi, lambat laun istilah itu berkembang terus dan mulai dikenal banyak orang. Akhiran "ong" yang disisipkan di akhir kata misalnya, menjadi semacam kamus umum. Makanya kata-kata seperti laki menjadi lekong, perawan menjadi prewong asli menjadi eslong, nafsu menjadi nepsong,gede menjadi gedong,dia jadi diana,dan masih banyak kata lain lagi. Beberapa bahasa mereka malah menjadi bahasa "baku" bagi anakanak gaul. Sebut saja misalnya sendokir dari kata sendiri, ramayana dari kata ramai, jij(baca = ye) yang berarti kamu atau akikadari kata aku.
Tidak hanya itu, karena dari waktu ke waktu baliasa mereka selalu dinamis dan mengikuti tren, bahasa mereka cenderung acak dan menjadi semacam plesetan. Tengok saja clari obrolan dua orang gay atau populer juga dengan sebutan "binan", yang saya temui ketika saya lagi creambath di sebuah salon di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Sebut saja dua orang itu, masing-masing bernama Rendy dan Miki.
Randy: "Jij, mawar kemandose?" (Kamu mau ke mana?)
Miki : "Akika mawar polonia." (Aku mau pulang.)
Randy: "Jij, sutra makarena belanda?" (Kamu udah makan belum?)
Miki : "Belanda. Ntar di rumce aja." (Belum. Ntar dirumah saja.)
Randy: "Kita jali-jali dulu yuk, nek." (Kita jalan dulu yuk.)
Miki : "Mawar jali-jali kemandose?" (Mau jalan ke mana?
Randy: "PS. Mawar belalang baju. Ikatan tinta?" (PS. Mau beli baju. Ikut nggak)
Miki : "Tinta. Akika janji ma lekong." (Nggak. Aku janjian ama laki.)
Randy: "Ya, sutra. Titi DJ ya." (Ya, udah. Ati-ati di jalan ya.)
Miki : "Tererengkyu. Ini roxena jij. Lupita ya?" (Terima kasih. Ini rokok kamu. Lupa ya.)
Randy: "Nek, adinda lekong lucita lho." (Ada laki lucu lho.)
Miki : "Mandose? Jij, sukria sama diana?" (Mana? Kamu suka ma. dia?)
Randy: "Tuh lagi kursi. Luncang aja. He..he." (Lucu aja.)
Miki : "Ah, kurcica gitu, nek. Malaysia deh. " (Ah, kurus gitu. Males deh.
Sebagian kaum gay banyak memakai kosa kata seperti di alas untuk berbicara sehari-hari. Dalam setiap kesempatan, bahasa seperti itu sering saya dengar di berbagai tempat yang biasa digunakan mereka sebagai tempat nongkrong entail di kale, diskotek, salon, tempat fitness, dan sebagainya.
Keberadaan mereka yang kini makin berani tampil di publik makin memperjelas fakta kalau mereka ada dan eksis. Tidak saja di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, tapi menyebar di tiap kawasan di Tanah Air.
Hampir di tiap kota, kaum gay punya "jaringan" yang menyatu dengan kota-kota lainnya. Dari anak-anak GAYa Nusantara, Surabaya, saya mendapatkan data organisasi dan jaringan gay yang tersebar di beberapa kota di Tanah Air, seperti:
. •GAYa Nusantara (GN), Jl. Gubeng Kertajaya IX-B / 44, Surabaya 60286
. •IPOOS (Ikatan Persaudaraan Orang-Orang Sehati)/GAYa Betawi di Salon Alfa, Jl. Dr Mawardi IV/21, Grogol, Jakarta Barat 11450
. •GAYa PRIAngan, Kotak Pos 1819, Bandung, Jawa Barat 40018
. •GAYa Siak, Jl. Kakap No 7, Pekanbaru, Riau • BAGASY (Batam Gay Society), Kotak Pos 517 BTAMSJ, Batam, Riau 29432
. •GAYa Semarangan, d.a. Sunarsito jl. Ngresep Timur V/l 10, Semarang,Jawa Tengah 5000
. •Gayeng Salatiga, Shopping Centre Lt. Dasar(belakang BCA), Jl. Panglima Sudirman Bl- 12A, Salatiga, Jateng
. • GUCHI (Gabungan Cowok Homo Indonesia), Kotak Pos 36/YKBS, Yogyakarta 55281
. • IGAMA (Ikatan Gaya Arema), Jl. Mayjen Panjaitan 5 (bawah), Malang, Jawa Timur 65145
. •Indonesian Gay Society (IGS), Kotak Pos 36/ YKBS, Yogyakarta 55281
. •IKOOS (Ikatan Orang-Orang Sehati), Salon Janis, Jl Randu Gede Stand No 1, Mojokerto, Jawa Timur
. •GAYa Dewata, Kotak Pos 3769, Renon, Denpasar, Bali 80037
. • GAYa Celebes-Harley Celebes, Jl. Baji Passare II No 6, Makassar, Sulsel, dan masih banyak nama-nama lain yang rasanya terlalu panjang kalau saya sebut satu per satu dalam tulisan ini.
LESBIAN SOCIETY.
Dibanding gay-yang mulai lebih berani dan terbuka untuk publik, komunitas lesbi justru sebaliknya. Kaum lesbian di kota-kota seperti Jakarta dan Surabaya, cenderung menutup diri. Sebagian besar dari mereka lebih senang hidup dengan segala "aktivitas"nya bersama gang atau kelompok.
Salah satu jaringan atau organisasi lesbian yang saya temukan di Jakarta adalah Swara Srikandi, Kotak Pos 4966/JKP, Jakarta Pusat 10049. Berbeda dengan kaum gay yang mempunyai jaringan atau organisasi hampir di tiap kota, kaum lesbi malah sebaliknya. Terus terang, saya malah lebih kenal kaum lesbi secara pribadi daripada kelompok atau organisasinya.
Tidak banyak kemudian — meskipun dalam tataran pribadi, yang berani bicara terus terang tentang ke-lesbian-an mereka. Hanya beberapa yang berani blak-blakan. Saya berteman dengan seorang lesbian, sebut saja Viny, 26 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai asisten manager di salah satu kale di bilangan Kemang.
Viny yang berambut pendek dan sehari-hari memang menyukai busana kasual itu—biasanya jins dan kaos oblong, tipikal orang yang ramah dan ramai kalau bicara. Sudah hampir tiga tahun ini, saya mengenal baik Viny. Meski tidak sering bertemu, paling kalau lagi kebetulan saya mam pir ke kafenya atau sama-sama clubbing di malam gaul.
Selama tiga taliun itu pula, Viny baru mengaku jujur kalau dirinya lesbian ketika masuk taliun ketiga. Itu pun Viny sama sekali tidak pernah mengajak saya bicara panjang lebar soal orientasi seksnya tersebut. Lebih sering, pembicaraan yang kami lakukan hanya sebatas pada obrolan santai dan lebih banyak nuansa bercandanya. Dengan obrolan santai itu, misalnya, saya malah mendapatkan jawaban-jawaban spontan yang menghilangkan rasa penasaran saya. Ketika kami sama-sama duduk di bar dan di samping kami ada beberapa laki-laki ganteng, saya iseng bertanya:
"Mak, ada yang kece lull. Masak nggak mau?"
"Nggak, all. Bukan sclera gue. Kan udah gue
bilang, gue suka ama cewek," jawab Viny, enteng sambil tersenyum.
"Bener nih nggak mau?"
"Giling(gila)lo ya. Emang dari lo kenal gue, pernah gitu gue pacaran ma laki. Nggak kan," sergah Viny.
Kalau di sejumlah tempat hiburan malam seperti kafe atau diskotek trendsetter ada acara "gay nite" yang digelar secara regular, "lesbi nite" justru tidak ada. Kalaupun ada, sifatnya hanya sebagai ajang nongkrong seperti yang biasa dilakukan beberapa lesbian di diskotek HP di hotel
AC di kawasan Matraman, atau di kafe EL di bilangan Blok M, Jakarta Selatan. Ketika mau menulis naskab ini, saya beberapa kali membuka situs Swara Srikandi di: http://swara.cjb.net. Dan ternyata saya mendapatkan banyak data ihwal komunitas lesbi yang ada di Tanab Air. Paling tidak, ada data tambaban yang bisa menunjang tulisan saya. Di halaman depan situs itu, ada kalimat pembuka yang rasa-rasanya perlu saya cantumkan dalam buku ini.
Tulisan itu berisi tentang visi dan misi Swara Srikandi secara umum. Di sana tertulis babwa Swara Srikandi BUKAN Lesbian Recruitment Organization. Tujuan dari pembentukan organisasi lesbian ini sama sekali TIDAK mengajak perempuan-perempuan untuk bergabung dan menjadi lesbian. Kenyataan yang barus diterima oleb umum adalab bahwa para lesbian di Indonesiatelah ada di tengah masyarakat dengan rentang waktu lama sebelum organisasi ini ada.
Melalui Swara Srikandi kami berupaya mengarahkan para lesbian yang bidup berdampingan dengaii masyarakat mayoritas belcroseksual agar menjalani kehidupan dengaii berperilaku positif dan tidak liar seperti yang selalu dijadikan berita empuk oleh mass-media.
Point berikutnya berisi tentang: keberadaan Swara Srikandi BUKAN untuk memperbanyak jumlah lesbian di Indonesia. Pun SEANDAINYA jumlah lesbian di Indonesia bertambab, tentunya bukan karena keberadaan organisasi ini, tapi berjalan dengan sendirinya.
Dalam situs itu, saya juga mendapatkan satu artikel menarik yang dikirim oleh Wina di kolom Internal yang berisi tentang PERNYATAAN SIKAPJARINGAN WARNA-WARNI-sebuah jaringan kerja, baik secara individu maupun organisasi yang peduli terbadap persoalan-persoalan (Jay, Lesbian, Transgender dan Waria, yang terdiri dari Sektor Lesbian, Biseksual, Transgender—Koalisi Perempuan Indonesia—Jakarta & Sumbar, Yayasan Pelangi Kasib Nusantara, Srikandi Sejali, Swara Srikandi Indonesia, Pelangi Nusantara Yogyakarta, Qmunity dan individu'20.
Isi pernyataan itu sebagai berikut:
Kehidupan sebetulnya penuh dengan aneka perbedaan. Dan dengan banyaknya perbedaan itu, kita dapat melihat beragam keistimewaan manusia dari berbagai sisi kehidupan. Bagi kita yang dapat menghargai dan memandang positif adanya perbedaan itu, tentu saja akan menjadi pelajaran berharga, seperti buku yang tak pernah habis halamannya untuk dibaca. Namun, dalam realitasnya, banyak di antara masyarakat kita yang tidak dapat menghargai adanya perbedaan tersebut.
Lebih parah lagi, mereka yang tidak dapat menghargai perbedaan itu, merasa lebih unggul dan berhak menghakimi yang lainnya yang berbeda dengan dirinya dengan cara melakukan kekerasan, mengucilkan, mencela, bahkan menghilangkan hak-hak kelompok lain dengan alasan moral, kesusilaan, agama, ataupun ukuran-ukuran lain yang dibuatnya sendiri. Akibatnya, kelompok yang berbeda itu menjadi korban dan mendapatkan beragam bentuk ketidakadilan/diskriminasi.
20 Posted by Wina, tanggal 4 Oktober 2003, pukul 1.5:28:28 di situs Swara Srikandi http: //swaara.cjb.net
REALITAS SOSIAL GAY, LESBIAN, TRANSGENDER,DAN MARIA.
Sudah sangat lama kami (gay, lesbian, transgender, dan waria) baik secara per individu maupun dalam komunitas, mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
"Sakit", "abnormal', "dosa", "kelainan", "melawan kodrat", menularkan penyakit HIV/AIDS, dll, adalah sebutan yang sering dilontarkan kepada kami. Dalam kehidupan sehari-hari, kami sering dikucilkan dari pergaulan. Ketika kami berkumpul (berorganisasi) untuk saling menguatkan dan memperjuangkan eksistensi diri agar dapat diakui, selalu dicurigai sebagai subversif dan dituduh berbuat maksiat. Beberapa kali peristiwa penggerebekan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama dan moralitas terjadi kepada komunitas/organisasi Gay, Lesbian dan Waria yang sedang berkegiatan.
Juga ancaman-ancaman akan dibunuh karena darahnya haram, pernah dilakukan kepada sebuah organisasi lesbian di Jakarta.
Pihak keluarga juga banyak yang melakukan tindakan tidak adil dengan cara mengusir, menganiaya, atau tindakan fisik, seksual dan mental lainnya. Negara pun bersikap tidak adil dengan melakukan pembiaran terhadap setiap pelanggaran dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat, keluarga, dan kelompokkelompok yang mengatasnamakan agama/moralitas.
MEMAKSAKAN KEHENDAK TIDAK DAPAT DIBENARKAN.
Sebetrulnya, perlakuan tidak adil itu timbul dari pemahaman yang keliru, bahwa heteroseksual adalah satu-satunya orientasi seksual manusia yang dianggap normal dan dibenarkan agama. Sedangkan pilihan selain heteroseksual dianggap sebagai kelainan jiwa atau sakit jiwa.
Wacana masyarakat tentang seksualitas manusia juga menempatkan heteroseksualisme sebagai ideologi absolute dan universal di samping selama ini nilai-nilai masyarakat umumnya menekankan pada kita untuk menganggap tabu pembicaraan tentang seksualitas. Salah satu dampak dari keadaan heteroseksis ini adalah hampir tertutupnya segala informasi verbal dan non verbal yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia.
Padahal, ketentuan dalam Hak Asasi Manusia telah menyebutkan bahwa orang tidak berhak melakukan diskriminasi terhadap orang atau kelompok dengan alasan perbedaan jenis kelamin, orientasi seksual, agama, suku, warna kulit, dan status perkawinan. Di samping itu UUD 45 juga telah mengatur secara tegas bahwa setiap orang tidak boleh didiskriminasikan berdasarkan alasan apa pun dan setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan dari perbuatan yang diskriminatif itu.
Jadi seharusnya dapat dipahami bahwa orang yang menentukan pilihan sebagai heteroseksual tidak berhak untuk menghakimi, menyalahkan atau menghukum kami yang mempunyai pilihan berbeda. Sebab berbeda dalam menentukan pilihan adalah hak setiap orang dan memaksakan kehendak kepada orang lain adalah sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.
Inilah potret sekilas kaum gay dan lesbian yang ada di Tanah Air. Sampai kini mereka masih terus berjuang untuk memperoleh pengakuan yang sama sebagai manusia. Paling tidak, mereka tidak ingin dikucilkan, dipinggirkan apalagi "dibuang" dan "disingkirkan", tapi mereka ingin juga dihargai sebagai manusia biasa yang bebas hidup dan mengekspresikan hak-haknya.
"ONE NiTE STAND" GADiS-GADIS MICKEY MOUSE
DENGAN dandanan mini dan seksi, gadis-gadis cantik menjelajah arena judi. Menebar pesona dengan senyum dan kerling mata menggoda, mencari pria-pria bernasib mujur yang mengeruk untung. Sebutannya, gadis-gadis Mickey Mouse! Terdengar suara ramai dari sebuah ruangan yang dipenuhi ratusan mesin menyempai "mesin dingdong" yang digemari anak-anak. Bukan sembarang mesin karena layar monitor ternyata tidak bergambar balapan mobil atau trenggiling tengali adu kecepatan. Yang tampak di layar monitor ternyata adalah gambar-gambar kartu yang tersusun rapi. Jumlahnya ada tujuh buah.
Kartu-kartu inilah yang menjadi jenis permainan dari ratusan mesin yang dipajang secara berjajar dan rapi itu. Orang-orang menyebutnya sebagai mesin Mickey Mouse. Entah dari mana sebutan dan istilah itu, tapi jenis mesin judi dengan menggunakan sistem permainan tak berbeda jauh dengan "poker" atau "capsah" itu, sudah bertahun-tahun mewarnai malam-malam Jakarta.
Pululian laki-laki duduk khusyuk sambil tangannya terus memencet tombol dan tak henti memicingkan mata, mengamati kartu demi kartu. Sejenak saya berkeliling, ternyata tak hanya laki-laki yang tengah asyik mengadu nasib, tapi juga pululian wanita.
Sistem permainannya pun sederbana. Tiap pemain tinggal membeli kredit yang akan keluar di layar monitor. Uang sebesar Rp 50 ribu berarti mendapaykan kredit point sebesar 500. Pemain tinggal memilih mau bermain di mesin yang mana. Ada yang sekali befit (baca= bit) Rp 1.000 (di layar monitor keluar angka 10, begitu seterusnya), ada yang Rp 2.000, ada juga yang sekali Rp 5.000, dan ada juga yang mesin dobel, yang nilainya dua kali lipat mesin biasa.
Scsekali terdengar teriakan kencang "siki", "straight flush" atau "royal flush" di sela-sela bunyi knop mesin dan nada kesal dari sejumlah pemain yang tak kunjung bernasib mujur. Juga ada tawa renyah dan suara manja dari sejumlah wanita cantik yang ikut kliusyuk bermain. Ketika layar di monitor menunjuk bonus "straight flush", itu berarti seorang pemain berhasil mendapatkan kartu satu warna dengan angka berurutan. Dan itu berarti pula, pemain berhak mendapatkan sejumlah uang yang nominalnya sekitar Rp 3 juta sampai Rp 6 juta.
Para waiter dan wasit hilir mudik mengawasi tiapjengkal sudut ruangan. Arena judi berinisial CT yang berlokasi di kawasan Gajah Mada tersebut, saban hari beroperasi selama 24 jam penuh tanpa henti. Suasana serupa juga bisa ditemukan di arena judi CP di kawasan Ancol, tepatnya tak jauh dari sebuah hotel berbintang. Malali, di CP terdapat juga kasino dan VIP roomuntuk para members.Tak kalah serunya, arena judi Mickey
Mouse berinisial MD, yang terdapat di kawasan Kelapa Gading, tak jauh dari sebuah tempat perbelanjaan besar yang saban hari selalu dipadati pengunjung.
"Judi tak kenal kelamin, pria wanita, boleh main. Biar dilarang sekalipun. Siapa punya duit, punya nyali, tinggal main aja," ujar seorang teman, Rush —sebut saja begitu, yang bekerja di sebuah perusahaan kargo, yang menggemari judi Mickey Mouse atau biasa juga disingkat MM.
SEX AREA.
Yang menarik tentunya tak hanya permainan judinya. Puluhan lakilaki yang keran- jingan mesin MM tersebut, sedikit banyak terhibur dengan hadirnya sejumlah wanita cantik di arena judi. Bukan apa-apa, rata-rata wanita yang datang, mudah ditebak, punya profesi yang eratkaitannya dengan dunia malam. Ada yang menjadi wanita penghibur yang "shopping mal" di diskotek-diskotek sekitar, ada yang menjadi "singer" & "lady escort" di karaoke, ada juga yang jelas-jelas datang hendak mencari pria yang ingin berkencan.
Arena judi MM —entah itu CT di Kota, CP di Ancol, RH di Mangga Dua, MO di sekitar Pasar Baru, GM di Jatinegara, atau MD di Kelapa Gading, semua terletak di kawasan yang di sekitarnya berjajar aneka tempat hiburan malam. Dari karaoke, hotel plus, diskotek, tempat pijat plus, sampai apartemen yang menjadi hunian sejumlah callgirls papan atas. Makanya, semarak judi MM makin menggeliat ketika jarum jam sudah menunjuk pukul 22.00 WIB.
Dan tampaknya, arena judi MM ini, bagi sebagian wanita penghibur menjadi jalur alternatif untuk mencari pria berkencan. Rumusnya sederhana, di meja judi, duit melimpah. Pria yang datang pun pastinya butuh kehangatan, apalagi mereka yang baru saja bernasih mujur menggondol puluhan juta rupiah dalam semalam. Bisa di- bayangkan dengan bermodal Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta, pemain yang mujur bisa mendapatkan "royal flush", yang nilai nominalnya sekitar Rp 12 juta sampai Rp 24 juta.
Bagi sejumlah wanita peiighibur, kehadiran arena judi MM ini mungkin berkah. Kalau ada pepatah yang mengatakan, "banyak jalan menuju Roma", tampaknya kalimat pendek itu benarbenar menjadi panutan bagi sejumlah wanita peiighibur dalam menjalankan operasinya. Selicin belut sawah, geliat wanita peiighibur di gebyar kehidupan metropolitan Jakarta sepertinya memang tak bakal ada habisnya. Selalu mengendus dan mencari-cari di mana bisa dengan gampang mendapatkan pria royal yang menginginkan kenikmatan sesaat.
Kalau membahas modus operandi mereka dari puluhan tempat hiburan, entah itu kafe, diskotek, pub, karaoke, hotel, klub, sampai panti pijat, mungkin sudah bukan rahasia lagi. Maklum, daerah jajahan mereka saban hari memang tak jauh dari tempat-tempat tersebut.
Di karaoke misalnya, sejumlah wanita peiighibur ada yang berstatus sebagai "lady escort" yang tugasnya menemani tamu sitting di ruangan VIP yang ujung-ujungnya setiap saat bisa memberikan jasa layanan cinta kilat. Ada juga yang terangterang bekerja sebagai penari tangju (penari tanggal baju) yang siap memberikan layanan cinta semalam.
Bagi sejumlah wanita peiighibur, lokasi judi
MM yang notabene berdekatan dcngan tcmpat mereka bekerja clan mangkal sehari-bari, menjadi salah satu targel area untuk beroperasi. Mungkin, tak selamanya tempat mereka selama ini mencari sesuap nasi — bisa juga ditambah segenggam berlian, asapnya selalu mengepul. Terkadang, ada juga masa paceklik. Tempat biburan di mana mereka menggantungkan pekerjaan, mengalami sepi tamu. Itulab yang mengbaruskan mereka takbirnya keluar sarang dan mencari mangsa di lokasi strategis.
Untuk turun ke jalan, rasa-rasanya bagi mereka sudah tak mungkin. Sejumlah wanita peiighibur yang statusnya menjadi WIL (wanita idaman lain) mungkin masih bisa bernapas lega karena tiap bulan ada setoran masuk. Tapi mereka yang sehari-bari hanya mengandalkan kebutuhan hidupnya dari memberi kencan semalam kepada laki-laki yang membutuhkan, tak ada jalan lain lagi selain menjemput bola. Nah, salah satunya adalah mercka yang menjajah arena judi MM.
Menariknya, mereka tidak saja mencoba mencari teman kencan, tapi juga sckaligus ikut mengadu untung di meja judi. Hanya saja, hampir kebanyakan menyatroni arena judi untuk "shopping mal", berkeliling sambil tebar pesona. Modus "shopping mal" yang mereka gunakan biasanya ada beberapa cara. Pertama, mereka datang—tentu saja dengan baju seksi dan dandanan serta make uppenuh, untuk melihat-lihat apakah ada pria yang bisa digoda, dirayu yang tentu saja tertarik untuk mengajak mereka "kencan" semalam. Kedua, mereka datang, lalu berkeliling sejenak. Ketika tiba di lokasi judi, belum tampak ada respons positif dari tamu-tamu pria, mereka akan bermain sejenak di mesin MM.
Ketiga, ada yang memang sengaja datang untuk bermain sekaligus mencari teman pria kencan semalam. Keempat, sebagian dari mercka ada yang datang karena sudah "diboking" sedari awal. Untuk kasus keempat ini, biasanya mereka baru saja menemani tamu di tempat hiburan, khususnya karaoke. Mereka diboking untuk bermain bersama-sama di mesin MM sebelum akhirnya berlanjut ke tahap transaksi berikutnya. Kelima, mereka sengaja mengajak rendezvouz dengan "klien"nya —kalau kebetulan si pria hobi dengan judi MM.
Memang tak semua sengaja datang ke judi MM untuk mencari pria kencan semalam. Tak jarang, ada beberapa wanila pengihibur sengaja duduk berjam-jam untuk bermain judi, mengadu untung. Bahkan, hingga pukul 04.00 WIB dini hari. Ketika nasib baik menyertai dan mereka untung besar, mereka biasanya angkat kaki. Tak berlama-lama lagi menunggu bonus datangnya pria yang mengajak kencan. Selama 24 jam mesin judi MM beroperasi, ruangan boleh dibilang nyaris tak pernah sepi. Meskipun ketika pukul 04.00 WIB dini hari, banyak didominasi pria, tawa renyah dari tamu wanit acapkali masih terdengar.
Bisa dibayangkan, betapa arena mesin judi MM menjadi incaran wanita-wanita penghibur sebagai tempat rendezvouscinta. Jam operasinya yang buka selama 24 jam penuh dan terbuka untuk umum — yang pasti juga gratis, tanpa "entrance fee", sangat menguntungkan bagi sejumlah wanita penghibur untuk mencari pria kencan semalam. Tidaklah heran kalau sosok gadis penghibur seperti Wulaii dan Joyce, selalu menggelar "operasi" di lokasi mesin judi MM.
GADIS-GADIS MM & PULAU.
Bagi Wulan - tentu bukan nama sebenarnya, sosok gadis berambut
panjang, berumur 24 tahun, WNI keturunan, berkulit putih dengan wajah oval, tempat judi sepcrti CT, CP, dan MD, bukanlah hal yang aneh — terutama arena judi CT yang menjadi "ajang mangkal"nya. Gadis dengan tubuh langsing dan mempunyai suara manja itu, bisa dipastikan tiap kali muncul di arena judi selalu mengenakan busana super-seksi: dari yang terbelah V sampai rok mini yang menampakkan kemulusan paha.
Begitu pula dengan Joyce. Gadis berusia 22 tahun, asal Palembang yang mengaku hijrah ke Jakarta 3 tahun silam itu, juga menjadi tamu setia yang kerap menyatroni arena judi. Wajahnya yang cantik dengan rambut ikal tergerai, ditambah dengan prototype tubuh yang molek, membuat sosok Joyce dengan mudah menjadi pusat perhatian.
Dalam beberapa kesempatan, Wulan dan Joyce tampak bersamasama melenggang seksi, lalu duduk berdampingan di meja judi. Profesi Wulan dan Joyce sebenarnya adalah pekerja di karaoke SA sebagai GRO (guest relation officer) dengan statusnya "freelance". Lokasi- SA—sebuah tempat hiburan standar internasional tak jauh dari tempat judi CT, malah boleh dikatakan berada dalam satu gedung. GRO sebenarnya hanya status belaka, karena dalam prakteknya pada umumnya mereka juga memberikan pelayanan seks komersial. Hanya saja, untuk memudahkan dalam hal transaksi, pihak manajemen SA sengaja memilah gadis-gadis penghibur dengan status yang berbeda.
Ada yang memakai sebutan "singer" dan "lady escort" yang tugasnya tak beda jauh dengan GRO, hanya saja mereka di-display di ruang tunggu supaya tamu bisa memilih. Ada yang statusnya "dancer" yang baru didatangkan ke "private-room" ketika ada tamu yang order. Atau langsung bisa order dancer pilihanlewat koordinator dan mami yang stand bysetiap saat.
Nah, khusus untuk GRO, dalam tugas seharihari lebih banyak mengemban misi pribadi. Ya, apalagi kalau bukan membawa tamu sebanyakbanyaknya untuk datang berkunjung ke karaoke.
Makanya, tak hcran kalau para GRO ini mempunyai tamu pelanggan tersendiri. Dalam praktiknya, tugas intinya memang tak beda jauh dengan "lady escort" atau "singer". Ujung-ujungnya, mereka ini pun pada akhirnya juga memberikan layanan kencan semalam, hanya saja tidak dalam ruangan karaoke. Kebanyakan dilakukan setelah pekerjaan mereka sebagai GRO usai. Makanya, order kencan biasanya berlangsung di lain tempat, sementara "lady escort" atau "singer" bisa langsung melakukan eksekusi di ruangan karaoke.
Begitulah profesi yang diemban seorang Wulan. Siapa sangka kalau di balik status GRO yang disandangnya, sebenarnya mereka juga sekaligus sebagai wanita penghibur. Dalam hal jam kerja, para GRO ini relatif punya keleluasaan dan keluwesan, meski dalam fasilitas, hak dan ke jiban, misalnya gaji, mereka juga mendapatkannya tiap bulan berdasarkan hitungan tamu yang dibawa mereka.
Hampir saban malam, Wulan selalu menyempatkan diri mampir di meja judi MM. Kalau tidak sendiri, Wulan biasanya sudah berada dalam pelukan seorang pria. Dari minggu ke minggu, sering kali pria yang bersamanya selalu berbeda.
"Kalau lagi bosan di karaoke, biasanya aku main judi MM buat cari udara segar," kilahnya ketika pada satu ketika saya mencoba mengobrol karena kebetulan ia berada persis di samping meja yang saya mainkan.
"Ya, di karaoke sering bosan, apalagi kalau nggak ada tamu. Daripada bete, paling-paling kalau lagi sepi, aku ke tempat judi," timpal Joyce berterus terang.
Siapa sangka, kalau di arena judi MM itulah Wulan dan Joyce menjalankan misinya. Rutinitas mereka yang dalam seminggunya bisa sampai 4-5kali ber-"shopping mal" di arena judi MM, membuat keduanya sangadah familiar. Tentu saja, setiap kali mereka menampakkan diri, keduanya menjadi pusat perhatian lantaran dandanan mereka yang selalu seksi.
Sedikit unik memang, di tengah hiruk pikuk puluhan orang yang berpacu dengan mesin judi, Wulan dan Joyce datang dengan lenggang seksi dan senyum menggoda. Dan tanpa malu-malu, Wulan dan Joyce akan langsung menghampiri beberapa pria yang dikenalnya. Dari sekedar "say hello", memberi senyuman, sampai meminta uang dengan cara halus. Biasanya, alasan yang paling mereka kemukakan adalah buat modal main.
Sebagai wanita penghibur yang menerima order kencansemalam, ternyata Wulan dan Joyce tidaklah asal hantam kromo, artinya mereka tidak sembarang mau menerima ajakan kencan pria. Mereka cenderung memilih pria yang paling tidak—sedikit banyak, pernah dikenalnya. Malah, pernah satu ketika, Wulan uring-uringan lantaran tamu yang membokingnya di ruang karaoke langsung mengajak tidur.
Tidak seperti wanita penghibur kcbanyakan seperti yang bertugas sehari-hari di tempat pijat, yang rata-rata sudah mempunyai tarif" tertentu, Wulan dan Joyce bukan tipe seperti itu. Mereka punya taril sendiri, di atas rata-rata. Boleh dibilang, harga mereka tak beda jauh dengan "callgirls" kelas atas yang mematok harga di atas Rp 2 juta, Rp 3 juta, dan seterusnya.
Logis memang karena Wulan dan Joyce
tinggal di sebuah apartemen mewab berlantai 18
yang terletak tak jauh dari tempat kerjanya. Apartemen
yang memiliki fasilitas serba komplit itu — layaknya hotel berbintang, dengan barga sewa Rp 2,5 juta per bulan, rata-rata dibuni wanita yang punya profesi senasib dengan Wulan dan Joyce. Tak jarang, keduanya berani mengajak kencan prianya ke apartemen, dengan satu catatan: Wulan dan Joyce sudab kenal akrab dan menjadi klien tetap yang membokingnya.
Status Wulan dan Joyce yang dicap sebagai gadis-gadis Mickey Mouse yang bersedia menerima ajakan kencan semalam itu, bagi pria komunitas judi MM sudab bukan rahasia lagi. Malah, tidak hanya Wulan dan Joyce yang gentayangan mencari pria royal di meja judi, tapi masib banyak lagi wanita pengbibur lain yang menggunakan modus s'erupa.
Lantaran sebagian besar tempat judi MM sekarang ini tengah "tutup" dan banya beberapa saja yang beroperasi secara sembunyi-sembunyi, akhirnya banyak dari gadis-gadis MM ini yang alih operasi ke karaoke, diskotek, kafe, dan klub. Mereka kebanyakan menjadi tenaga freelancedi sejumlah tempat hiburan yang menyediakan pelayanan seks. Ada juga yang hijrah ke panti pijat atau salon plus.
Yang menarik, gaung judi MM yang selama bampir 5tahun terakhir menyemarakkan harihari
Jakarta kota, kini terasa sepi. Berbenti sama sekali? Ternyata tidak. Seperti tak kebabisan akal, sejumlah pebisnis di bidang adu untung ini pun, memindah lokasinya. Tidak di dalam kota, tapi di sebuab pulau, di sekitar wilayah Kepulauan Seribu, tak jauh dari Jakarta.
Gadis-gadis MM yang bekerja pun, sebagian juga pindahan dari sejumlah tempat judi yang pernah buka sebelumnya. Malah, entah melalui seleksi atau proses perekrutan seperti apa, yang jelas, rata-rata gadisgadis MM yang bekerja di pulau ini, memiliki wajah di atas rata-rata.
Saban hari, setidaknya ada 5 shift kapal yang mengangkut para penumpang menuju ke pulau itu. Suasananya memang jauh dari keramaian, tapi jauh lebih tenang dan mengenakkan. Toll, meski perjalanannya memakan waktu sekitar satu jam dari Pelabuhan Sunda Kelapa atau Ancol, ratusan orang saban hari tak pernah lelah menyambanginya.
Arena judi MM itu letaknya berada di antara bangunan resto, kafe, cottage, dan taman hiburan bagi orang yang ingin pelesir. Selama menjalani pekerjaannya, para gadis MM ini malah bisa dengan leluasa ber"praktek" ganda. Lokasi yang jauh dari keramaian, tapi semua sarana dan fasilitas lengkap, tampaknya membuat transaksi seks makin bebas bisa dilakukan.
GIGOLO All THE NITE GIGOLO ALL IN
GIGOLO-GIGOLO turut meramaikan dunia remang-remang Jakarta. Dari yang mangkal di rumah penampungan, gym, salon, praktek ala "highclass" sampai mengiklankan diri di internet? Dari yang lokal sampai bule; ada Nigeria, India, bahkan Pakistan?
Di sebuah koran kuning terbitan Jakarta yang beredar tujuh hari berturut-turut setiap pagi, saya mendapati sejumlah iklan baris yang sangat menggoda dan menggelitik. Karena penasaran, saya tak melewatkan sederet tulisan itu untuk saya baca buruf demi huruf.
"Massage for man & ladies. Tenaga pria, tampang keren, badan atletis, bisa dateng ke rumah. Hubungi Ami Hp. 0818 1727XX..." "Pijat khusus wanita. Tenaga pria berbadan kekar, profesional. Terima panggilan di tempat. Hubungi Alex 0816 48503XX, 08114367XX..."
Tidak hanya di media cetak, di internet pun, puluhan situs gigolo muncul dengan secara blak-blakan dan terang-terangan. Tidak tanggungtanggung, hampir di setiap situs yang saya buka, para gigolo menyebutkan data diri secara detail sekaligus mencantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi. Tengok saja beberapa kalimat "promosi diri" yang dilakukan sejumlah gigolo di situs internet, bebas hambatan.
"Priyo, cowok berusia 23 tahun, berwajah jantan, tinggi/berat 173/65, memiliki body atletis dan berkulit sawo matang ini siap melayani cewek kesepian yang tinggal di Jakarta Pusat. Jika anda seorang cewek yang siap mengeluarkan uang antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta (harga nego) bisa menghubungi ke nomor 08561568XX pada pukul 19.30 WIB sampai 02.00 WIB atau lewat email: lekong_XXX@yahoo.com"
"Hansen, cowok berusia 26 tahun, berwajah smart, tinggi/berat 172/75, memiliki body sedang dan berkulit kuning langsat ini siap melayani cewek/tante kesepian yang tinggal di Jakarta Pusat. Jika anda seorang cewek yang siap mengeluarkan uang sebesar Rp 750 ribu per malam bisa menghubungi ke nomor 0815 1863XXX antara jam 07.00 WIB sampai 17.00 WIB, khusus Sabtu dan Minggu off atau lewat email: penang_XXX@hotmail,com."
"Andi, cowok berusia 28 tahun, berwajah cakep, tinggi/berat 175/71, memiliki body atletis dan berkulit putih ini siap melayani cewek/ tante/ janda kesepian yang tinggal di Jakarta Selatan. Jika anda seorang cewek yang siap mengeluarkan Rp 500 ribu - Rp 1 juta per malam bisa menghubungi ke nomor 081216781XXX antara jam 18:00 WIB - 23:00 WIB atau lewat email: \lola_XXX@yahoo.com."
Tren gigolo rupanya makin menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, seiring dengan makin terbukanya arus informasi dan kebutuhan rekreasi hiburan sejumlah wanitawanita kesepian. Modus operasional yang digunakan sejumlah gigolo ini, selain memakai jasa internet secara "online" dengan terang-terangan memasang iklan diri bahkan dilengkapi f'oto dengan pose-pose menantang, juga menggunakan media rumah penampungan, salon, tempat pijat sampai gym. Tentu saja yang menjadi "target market" para gigolo ini adalah para wanita kese- pian atau tante-tante girang yang haus akan rekreasi seksual.
Tidak saja merambah di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya tapi juga di hampir setiap wilayah di Tanah Air. Tengok saja Gigolo Bali Club yang membuka layar pengumuman di homepagemereka secara blakblakan, termasuk ajakan bagi siapa saja yang ingin bergabung menjadi anggota. Salah satu isinya antara lain :
"Homepage ini merupakan kelanjutan dari homepage sebelumnya "Gigolobali2000". Bagi teman-teman yang ingin menjadi anggota Gigolo Bali Club, gampang, nggak susah, hanya dengan memasukkan alamat e-mail anda pada box subscription di ujung bawah. Anggota tidak terbatas hanya mereka yang tinggal di Bali saja. Keanggotaan terbuka bagi siapa saja dan dari semua daerah tanpa pandang bulu. Setelah anda menjadi anggota, anda akan diberitahukan tentang kegiatan sex mania kita yang pada umumnya dilaksanakan di Bali. Bagi yang tinggal di luar Bali, no worry lah, kalau anda datang ke Bali, we make you happy lah."
Menjamurnya gigolo ini, tidak lepas dari banyaknya permintaan dari kaum wanita, entah yang berstatus lajang, janda, ibu rumah tangga sampai tante-tante girang. Tampaknya, seks sebagai salah satu kebutuhan wajib yang berlaku juga buat wanita dan tak dapat diabaikan, dipahami betul oleh para lelaki yang berprofesi sebagai gigolo. Makanya, pemuasan nafsu biologis ini tentu saja menuntut aneka trik-trik sendiri. Dan untuk mengetahui trik itu, dibutuhkan pengetahuan dan latihan yang kontinyu dan terusmenerus. Ternyata, solusi itu yang ditawarkan oleh para gigolo kepada klien wanitanya. Nafsu wanita yang cenderung lambat, membutuhkan proses foreplay yang tidak gampang untuk bisa mencapai pada titik orgasme. Paling tidak itulah yang diakui Andi, salah satu gigolo yang mengiklankan diri lewat jalur internet.
Dalam satu kesempatan, saya iseng menelpon Andi, untuk mencari tahu pelayanan apa saja yang dia berikan dan trik plus latihan seperti apa yang dia pakai untuk bisa memuaskan klien wanitanya. Pria berusia 28 tahun yang mengaku berkulit putih dengan tinggi badan 175 cm itu, dengan nada percaya diri mengatakan, dia memahami betul karakteristik wanita yang cenderung lambat orgasme ketika berhubungan seksual. Makanya, tutur Andi, dia belajar mengerti daerahdaerah rangsangan yang ada pada wanita.
"Untuk bisa tahu daerah rangsangan itu, saya belajar selama sebulan sama guru fitness yang merangkap sebagai ahli pijat urat. Ternyata, ada ratusan rahasia yang bisa dipakai untuk mencumbu wanita," tukas Andi.
Dari sejumlah klien wanita yang pernah memboking, aku Andi, banyak di antara mereka mengatakan "terpuaskan" oleh pelayanan yang dia berikan. Beberapa dari mereka, misalnya, mengatakan belum pernah merasakan orgasme yang luar biasa selama berhubungan seksual sampai akhirnya bertemu dengan Andi.
Dari nada bicaranya, memang terkesan percaya diri dan agak berbau kegombalan, tapi itulah Andi yang mengaku sudah hampir tiga tahun menjalankan profesinya sebagai gigolo. Dan selama mengiklankan diri di internet, dalam seminggu dia bisa mendapatkan minimal 2-3 orang klien. Proses kencannya dimulai dengan "janji temu" di satu tempat. Tahapan itu, menurut Andi, paling sering dilakukan oleh para klien yang baru pertama kali order.Paling tidak, pada "janji-temu" itu menjadi ajang untuk kenalan dan pembuktian.
"Kan klien mesti yakin dengan pasangan kencannya. Kalau ternyata tidak sesuai dengan iklan dan fotonya, mereka bisa nolak kok. Saya beruntung karena iklan yang saya pasang, tidak beda jauh dengan kondisi saya sebenarnya," ujar Andi.
Tarif yang dia pasang untuk sekali kencan, berkisar antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Menurut Andi, harga itu tergantung negosiasi dengan klien. Tapi paling sering, patokan tarif yang dia gunakan di atas Rp 500 ribu.
"Kalau nggak dapet sejuta, ya minimal Rp 750 ribu lah. Itu tarif untuk semalam lho, bukan short-time,"jelasnya.
Andi pun sadar, rata-rata klien wanita yang memboking jasanya berwajah standar. Menurutnya, jangan berharap terlalu muluk akan mendapatkan klien yang puuya wajab dan berbadan seksi. Bagi dia, itu menjadi rezeki sendiri kalau mendapat klien seperti itu.
"Saya mikirnya simpel aja. Kalo wanita cantik dan seksi, ngapain juga uyewa gigolo. Laki-laki yang antri dan gratisan pasti banyak dan gampang banget nyarinya," sergah Andi.
Meski begitu, ada juga para gigolo yang punya banyak persyaratan ketika menerima order. Para gigolo yang buka praktek secara "gratisan" alias tidak meminta bayaran misalnya, menentukan beberapa syarat istimewa, seperti klien mesti cantik dan menarik, menggairahkan, sintal, gaul dan tidak kampungan serta tidak melayani wanita pekerja seksual (PSK). Ada juga syarat-syarat lain yang tak kalah pentingnya, seperti klien wanita mesti mau diajak selingkuh dan dalam hal pelayanan seks, si wanita harus mau bercinta dengan berbagai posisi, oral maupun anal.
"Buat saya, kalo nggak ada transaksi uang, namanya bukan gigolo dong. Tapi, selingkuh aja, sifatnya personal," imbuh Andi.
GIGOLO ALL IN.
Dalam praktiknya, para
gigolo ini menekuni profesinya dengan beberapa cara. Misalnya, ada yang memilih menjadi massage boys, call boys dan pria piaraan alias simpanan. Secara kelas pun, mereka juga menganut paham yang dilakukan para pekerja seks wanita. Ada yang kelas bawah, menengah sampai atas. Pemetaan kelas itu, salah satu caranya dilihat dari tarif harga yang berlaku untuk sekali kencan seks. Kelas bawah misalnya di tempat pijat yang menyediakan jasa "massage boys" berlaku tarif antara Rp 100200 ribu.
Di sekitar Pasar Rebo misalnya, ada satu tempat pijat dengan tenaga laki-laki yang memasang tarif dengan harga Rp 100-200 ribu. Dan ternyata, tempat pijat berinisial PL itu sudah hampir lima tahun beroperasi dan lumayan ramai. Meski tenaga pemijat prianya hanya ada sekitar 5-10 orang.
Untuk "massage boys" kelas menengah, tarif yang berlaku antara Rp 300-500 ribu untuk sekali kencan seks. Beberapa tempat pijat yang memasang tarif dengan harga ini antara lain terdapat di salon WN di sekitar Menteng atau di salon HG di kawasan Tebet. Meski praktek sehariharinya tak ubahnya seperti salon kebanyakan, tapi beberapa laki-laki yang bekerja di dua tempat itu, ternyata menawarkan paket khusus bagi para tamu wanita.
Ya, apalagi kalau bukan kencan seks. Di dua salon tersebut, ada tiga kamar yang biasa digunakan sebagai tempat untuk lulur. Di situlah paket khusus "luar dalam" diberikan para gigolo yang juga mahir untuk urusan "salon-menyalon" itu. Sementara untuk gigolo kelas atas, modus operandinya biasa menggunakan jasa jaringan, bisa melalui germo, broker atau lewat "event organizer" yang bisa menggelar acara-acara spesial untuk kalangan wanita-wanita jetset.
Nah, yang masuk dalam jajaran gigolo kelas atas ini banyak ragamnya dari jajaran pria-pria publik figur—bisa artis, foto model, bintang iklan, penyanyi, dsb —pria-pria yang dijual di rumah cinta elit sampai sejumlali pria simpaiian wanita atau tante kaya raya. Modus transaksi yang sering digunakan pun cenderung terselubung. Untuk transaksi di kalangan pria selebritis misalnya, berlaku juga sistem SDC (shopping date, dinner date dan check-in date). Sistem ini berlaku untuk klien wanita yang baru memboking pertama kali. Untuk transaksi berikutnya, biasanya lebih gampang dan tidak berbelit-belit. Apalagi kalau kemudian, menjadi "langganan". Yang terjadi selanjutnya, ya apalagi kalau bukan "selingkuh long term".
Artinya status gigolonya menjadi semi simpanan hanya saja transaksinya tetap dihitung berdasarkan order.Nama aktor laga terkenal, sebut saja ZD, yang populer lewat sejumlah film sekitar tahun 1995-1999 dan sinetron antara 2001 sampai sekarang, kabarnya disinyalir pernah melakon sebagai "gigolo" kategori ini.
Sementara untuk gigolo yang menjadi simpanan, biasanya bersifat hubungan "long-term" yang mengikat. Misalnya saja, gigolo yang bersangkutan tidak boleh menjalin cinta dengan wanita lain dengan persyaratan segala kebutuhan hidup dipenuhi secara berkecukupan bahkan berlebihan. Masih ada beberapa tipe lagi bagaimana para gigolo kelas alas ini menjaring mangsanya. Salah satu yang paling populer adalah dengan menjadi "trophy" atau "tangju-boy" untuk sejumlah pesta pribadi yang digelar komunitas ibu-ibu kaya.
Salah satu catatan menarik buat saya dari modus operandi para gigolo ini adalah ketika saya diminta seorang teman wanita, sebut saja Riany, berumur 29 tahun. Wanita yang belum menikah dan sehari-hari menjadi manager promosi di sebuah perusahaan yang memproduksi minuman ringan. Hanya karena penasaran ingin tahu bagaimana cara bertransaksi dengan gigolo, Riany minta diantar ke sebuah gym di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Pada satu sore, saya pun berangkat bersama Riany menuju Radio Dalam. Kami berangkat dari Plaza Senayan dan hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai di lokasi. Gymitu berada tak jauh dari jalan raya dan berdampingan dengan sebuah apotek. Hanya saja, letaknya agak masuk ke dalam gang, sekitar 10-20 meter dari jalan raya.
Ketika kami datang, aktivitas berlangsung seperti biasa. Sejumlah pria tampak asyik berlatih. Ada juga beberapa wanita yang sibuk olah tubuh didampingi instruktur laki-laki. Tapi, ada juga dua tiga wanita yang hanya duduk santai dengan masih mengenakan baju sehari-hari.
Didorong rasa ingin tahu, Riani dengan percaya diri mendekati satu pria yang menggunakan kaos bertuliskan nama gym terscbut. Laki-laki berbadan atletis dan berisi itu, rupanya memang bekerja di gym. Entah bagaimana ceritanya, Riany akhirnya memastikan kalau gym itu menjadi ajang berkumpulnya sejumlah gigolo. Dan di gym ilu pula, para klien wanita bisa langsung bertemu dengan pasangan kencannya dan melanjutkan transaksi ke ranjang tak bertuan, entah di hotel atau apartemen.
"Tarifnya antara Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Tapi yang boking kebanyakan langganan. Malah ada sejumlah wanita yang sengaja menjadi "member" di gymuntuk kedok saja," jelas Riany.
Selain di gym tersebut, di sekitar Jl. Bangka, Jakarta Selatan, ada juga satu rumah besar yang digunakan sebagai rumah penampungan para gigolo. Mereka itu kebanyakan ditampung dari beberapa daerah di sekitar Jakarta dan Jawa. Di rumah itu ada satu germo, sebut saja Prima, 34 tahun, yang menjadi ujung tombaknya. Prima ini seorang binanyang rajin mengikuti sejumlah acara yang biasa digelar para ibu-ibu tajir, dari ikut arisan, bazaar, sampai datang ke tempat sale barang-barang bermerek seperti perhiasan, tas, sepatu, dan baju. Dari para ibu-ibu inilah, Prima bisa menjual "anak didik"nya.
Salah satu kawasan di Jakarta yang juga tak asing menjadi ajang gigolo nongkrong adalah Jl. Jaksa, Jakarta Pusat. Di kawasan yang di setiap kiri-kanan jalan dijejali kafe dan bar itu, ternyata dimanfaatkan sejumlah laki-laki untuk menjajakan diri. Sudah jadi rahasia umum, kalau kawasan Jl. Jaksa selama ini menjadi kawasan bule, selain Kemang. Tapi Jl. Jaksa cenderung bebas hambatan karena seluruh kawasan menjadi area pusat hiburan dan penginapan.
Di jalan inilah, para gigolo asal Nigeria, India sampai Pakistan mengadu nasib mencari "pelanggan". Modus operandinya sangat terbuka karena mereka mangkal di sejumlab kafe dan hotel.
Tidak hanya itu, ketika lagi sepi tamu, mereka tak segan-segan mangkal di jalan besar di belakang Sarinah Plaza, menunggu order. Beberapa di antaranya malah tak peduli apakah yang membokingnya pria atau wanita. Yang penting, mereka bisa mendapatkan uang untuk bayar penginapan, beli bir, baju baru dan pulsa handphone. Tarifnya sangat tergantung pada nego. Kabarnya, berkisar antara Rp 300-500 ribu untuk "short time", bahkan bisa kurang dari itu.
BURSA SEKS
CEWEK-CEWEK IMPOR
CEWEK-CEWEK IMPOR
RATUSAN cewek impor didatangkan langsung
dari luar negeri. Ada yang dari negeri tetangga seperti Filipina, Thailand, Mandarin, dan India. Ada juga dari negeri jauh seperti Rusia, Spanyol, Uzbekistan bahkan Amerika. Bursa seks cewek-cewek ini pun makin merajalela di belantara malam Jakarta.
Industri seks di Jakarta makin memperlihatkan perkembangan yang semakin menjadi-jadi. Tren yang terjadi pun tak kalah dahsyatnya. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini misalnya, industri seks di Jakarta dihebohkan dengan maraknya penari tangju yang disediakan di puluhan karaoke elit. Tidaklah heran, kalau pembicaraan yang terjadi di kalangan laki-laki petualang, entah ketika sedang nongkrong di kafe, mal atau di kantor, ujung-ujungnya selalu bertukar cerita tentang pengalaman mereka menonton tarian syahwat itu.
Nah, yang muncul belakangan ini, tren industri seks di Jakarta tengah dilanda demam cewek-cewek impor yang disediakan sejumlah tempat hiburan malam kategori tripel-x. Cewek Mandarin rnisalnya, meski dari dulu sudah ada dan dijadikan jualan utama beberapa karaoke atau klub, kini namanya jadi terangkat kembali ke permukaan setelah bermunculan cewek-cewek dari Uzbekistan, Thailand, dan Rusia.
Sebagai tren, kalangan laki-laki petualang yang terbiasa dengan pelesir cinta, tentu tak pernah mau ketinggalan isu. Layaknya merek baju yang setiap saat berganti model itu, rasa-rasanya belum klop kalau tidak mengenakan baju yang "trendy" biar tidak ketinggalan mode masa kini, katanya. Begitu juga dengan industri seks. Ketika ada menu baru yang menjadi bahan pembicaraan, pasti menggelitik mereka yang belum pernah mencoba untuk "incip-incip".
Lihat saja ketika saya bersama empat laki-laki
yang punya hobi jalan malam dan kerap menghabiskan
waktu santai di sejumlah tempat hiburan
tripel-x bertemu di sebuah bar di kawasan Kemang,
Jakarta Selatan, sambil minum bir.
"Udah pernah nyoba cewek Uzbek?"
"Sama cewek Thailand?"
"Atau sama cewek Mandarin?"
Pertanyaan seperti itu, menjadi kalimat standar yang kerap terlontar ketika beberapa laki-laki dari kalangan "nite society" bertemu dalam satu obrolan santai yang tema besarnya seputar kehidupan malam di Jakarta.
"Belom tuh. Memang apa istimewanya?"
Jawaban seperti ini, pasti akan memancing diskusi yang berkepanjangan. Yang sudah pernah berkencan, tentu saja akan menjadi "pembicara" tunggal yang dengan gagalnya bercerita dari A sampai Z. Tentang cewek Uzbek yang memang mempunyai wajah cantik yang khas ditopang dengan tubuh yang rata-rata di atas 170 cm. Tentang cewek Thailand yang tak kalah seksinya dengan "sex service" yang terkenal liar dan di luar batas kelaziman. Juga tentang cewek-cewek Mandarin yang rata-rata memiliki kulit putih bersih dan bertubuh langsing. Begitu seterusnya. Ketika sudah berbicara soal yang satu ini, rasa-rasanya diskusi semakin lama semakin panas dan tanpa terasa sudah bcrgelas-gelas bir menggenangi kerongkongan sampai akhirnya ada kesepakatan untuk bertualang bersama-sama.
CEWEK UZBEKISTAN.
Tren cewek-cewek Uzbekistan ini mulai mewabah di Jakarta sekitar awal tahun 2003. Berawal dari sebuah klub di kawasan Kota, Jakarta Barat berinisial CI yang punya konsep one-stop-entertainment. Di awal tahun 2002, CI yang memiliki fasilitas tempat hiburan berupa arena perjudian, restoran, diskotek dan karaoke itu melakukan renovasi besarbesaran. Fasilitas karaoke yang awalnya hanya ada sekitar 20 ruangan, ditambah menjadi 40 ruangan yang terdiri dari tipe Penthouse, Suite, VIP sampai standar.
Perombakan itu pun diikuti pula dengan penambahan Ladies Escort(LC)-nya. Kalau dulunya hanya ada LC Mandarin, lokal dan LC Filipina dan Thailand yang sedikit jumlahnya, usai renovasi, LC dari Mandarin, Filipina dan Thailand tersebut ditambah dalam jumlah besar. Tak kurang dari 20 LC Mandarin, 20 LC Filipina dan 20 LC asal Thailand tersedia di CI. Tidak hanya itu, CI pun langsung mendatangkan puluhan cewek asal Uzbekistan sebagai daya tarik baru. Dan hasilnya, kehadiran cewekcewek eks negara pecahan Uni Soviet itu membawa tren baru di kancah industri seks Jakarta. Dalam hitungan minggu, cewek-cewek Uzbek ini menjadi incaran ratusan laki-laki yang "penasaran" ingin menjelajah surga dunia.
Para cewek Uzbek ini, jalur peredarannya dikelola oleh seorang agen pria, sebut saja Alay, 36 tahun. Alay juga berasal dari Uzbek. Dialah yang memasok langsung puluhan cewek Uzbek ke Indonesia. Malah, tidak hanya di Indonesia, Alay juga menjadi pemasok di beberapa negara di Asia seperti Jepang, Thailand, Singapura, Malaysia dan Filipina. Setidaknya ada 15 cewek Uzbek yang dipasok Alay ke karaoke CI untuk pertama kalinya. Biasalah, ada tahap uji coba yang mesti dijalankan.
Layaknya produk handphone denganmerek baru, tentu butuh tahap uji coba dan sosialisasi ke pelanggan. Makanya, modus transaksi yang berlaku di CI, pada tiga bulan pertama memang agak ruwet. Cewek-cewek Uzbek ini, tidak sembarangan bisa diboking oleh semua tamu. Yang bisa dengan mudah membokingnya tanpa prosedur yang ruwet adalah member guest. Tidak seperti LC lokal dan penari tangju lokal yang bisa dipesan langsung lewat pramusaji yang bertugas, khusus untuk LC Uzbek ini mesti melalui "mami" atau manager on duty.
Baru setelah tiga bulan berikutnya, modus transaksi memboking cewek-cewek Uzbek jauh lebih mudah. Maklum, selama tiga bulan itu, gaung mereka makin menjadi-jadi dan jadi bahan cerita dari mulut ke mulut di kalangan laki-laki petualang.
Dari sekitar 15 cewek Uzbek itu saya kenal baik dengan dua orang di antaranya. Sebut saja lena dan Victoria. Alena berperawakan tinggi langsing dengan rambut lurus dan berwarna kecokelatan.
Berusia 22 tahun, bertinggi 174 cm dan yang pasti, tampak seksi dengan balutan bajunya yang selalu ketat. Sementara Victoria berperawakan sedikit berisi dengan tinggi sekitar 170 cm, berusia 20 tahun dan rambut agak ikal di bawah kuping. Wajahnya bulat telur dengan bibir selalu basah berpoleskan lipstickwarna cerah.
Alena dan Victoria sudah hampir tiga bulan bekerja di karaoke CI dan sekali waktu menerima orderluar ke sejumlah tempat seperti karaoke AT yang berada di sebuah apartemcn di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Mereka secara rutin menjalankan tugasnya ke dua tempat karaoke tersebut. Tentu saja, sehari-hari, dari pukul 18.00 WIB- 04.00 WIB mereka tetap stand-by dikaraoke CI di bawah pengawasan "mami".
"Aku lebih senang tugas luar. Enak, bisa jalanjalan dan nggak boring," ujar Victoria dengan bahasa Inggris terbata-bata dan logat yang agak asing di telinga. Dibanding LC lokal, mereka termasuk yang tidak perlu berlama-lama duduk di ruang displayatau di ruang santai. Biasanya, mereka lebih senang menunggu orderandi resto atau di diskotek.
Kalau tidak begitu, diperbolehkan bersantai di ruaiig tunggu dengan sofa yang nyaman, tak jauh dari meja resepsionis.
Dalam hitungan jam, cewek-cewek Uzbek ini pasti ada saja tamu yang memboking. Jadi, tak perlu terkejut kalau sejumlah tamu mesti rela "waiting-list" untuk bisa mengencani salah satu dari mereka. Malah, kalau sudah berada di atas jam dua belas malam, jumlah cewek Uzbek yang tersedia makin menipis. Selain karena habis diboking, beberapa lainnya memutuskan untuk rehat karena kelelahan.
Mereka ditempatkan di sebuah apartemen 26 lantai di kawasan Hayam Wuruk, tak jauh dari tempat kerja. Makanya, di kala senggang atau jam rehat, mereka kerap kali menghabiskan waktu di dalam kamar pribadi. Baru ketika ada tugas lagi, ereka tinggal turun. Cuma butuh waktu tak lebih
dari 10 menit jarak antara apartemen dengan tempat kerja mereka. Menurut Victoria, sebelum dialihtugaskan ke Jakarta, sebelumnya Victoria sempat ditempatkan di jepang dan Malaysia. Begitu juga dengan Alena, yang sempat singgah di Cina dan Singapura selama tiga bulan.
"Kita memang di-rolling ke beberapa negara. Biasanya, kontraknya selama tiga bulan, setelah itu terserah Alay mau ditugaskan ke mana," jelas Alena yang bahasa Inggrisnya lumayan bagus.
Hanya saja, Alena dan Victoria merasa lebih senang berada di Indonesia karena tamu-tamu yang membokingnya rata-rata ramah dan tidak neko-neko. Menurut mereka, orang-orang Indonesia cenderung tidak memaksakan kehendak dan selalu menunjukkan sikap sopan dan ramah.
Di Jepang atau Cina misalnya, aku Alena, dia sering mendapatkan perlakuan kasar dari sejumlah tamu yang membokingnya. Biasanya, perlakuan kasar itu terjadi karena Alena atau Victoria menolak "melakukan" gaya seks di luar batas kewajaran.
"Tugas aku kan menghibur dan memberi pelayanan seksual, lain tidak. Kalau diminta yang melayani 'aneh-aneh', aku juga nggak mau," kilah Victoria yang punya banyak pengalaman tak mengenakkan ketika tengah bertugas di Jepang.
"Kalau seks oral, memang sudah standar. Udah biasa. Tapi kalau sudah seks anal, itu kan sudah aneh-aneh namanya," kata Alena. Sementara Victoria menganggukkan kepala tanda setuju.
Makanya, mereka sama-sama merasa betah di Jakarta karena sebagian besar tamu yang mengencani mereka tidak banyak permintaan dan rata-rata enak diajak mengobrol. Selama menjalankan tugasnya pun, mereka jadi lebih rileks dan enjoy.
"Tip yang aku dapet di sini, rata-rata gede. Di Jepang atau Hongkong, orangnya pelit-pelit,"sergah Alena dengan mimik agak kesal.
Selain bertugas di Jakarta, cewek-cewek Uzbek di bawah kendali agen Alay ini, juga dikirim ke sejumlah kota besar di Indonesia. Pada bulan-bulan berikutnya, Alay mendatangkan sedikitnya 20 orang lagi, seiring dengan makin banyak permintaan dari tamu di berbagai kota besar.
Dalam menjalankan roda bisnisnya, Alay membuka jaringan ke sejumlah negara di Asia seperti Jepang, Thailand, Filipina, Singapura dan Hongkong. Tidak hanya itu, di Indonesia, selain menyebar "anak didik"nya ke sejumlah tempat hiburan elit di Jakarta, ternyata Alay juga membuka jaringan "bisnis lendir"-nya ke Surabaya, Bali dan Batam. Di Kota Buaya Surabaya misalnya, saat ini cewek-cewek Uzbek sudah bisa ditemukan di klub MT—sebuah tempat hiburan dengan fasilitas karaoke paling besar di Surabaya dan baru sekitar enam bulan terakhir ini beroperasi.
Selain beroperasi di tempat-tempat hiburan malam, Alay juga membuka praktek di jalur prostitusi kelas atas. Artinya, melalui beberapa sub-agen di Jakarta, Surabaya dan sejumlah kota besar di Indonesia, Alay multi-praktek prostitusi dengan transaksi "bawah tanah". Alay menyuplai sejumlah cewek Uzbek untuk melayani orderorder tertentu yang bersifat pribadi maupun kelompok. Misalnya untuk transaksi seksedi hotel, rumah, apartemen atau untuk menyemarakkan pesta-pesta khusus.
"Aku dan empat teman, pernah dikirim ke pesta yang dihadiri beberapa pejabat. Acaranya di sebuah rumah mewah. Aku dibayar tiga kali lipat dari harga biasa," jelas Alena yang menuturkan kalau order yangdia dan empat temannya dapatkan adalah melayani tamu layaknya seorang LC yang biasa bertugas di karaoke yang mesti bersikap ramah, sopan dan penurut serta bisa membuat suasana jadi meriah sampai akhirnya prosesi itu berakhir di ranjang cinta.
Tarif standar untuk memboking satu cewek Uzbek di karaoke, relatif mahal. Boleh dibilang, tergolong paling mahal untuk ukuran transaksi seks via tempat hiburan malam. Di karaoke CI, sekali boking untuk tiga jam, tarifnya Rp 3 juta belum termasuk tip dan tentu saja, sewa ruang karaoke minimal 3 jam dan food& beverages alias F&B. Dari kencan selama tiga jam itu, pelayanan yang diberikan tidak berbeda dengan LC kebanyakan.
Ya, dari menemani minum, mengobrol dan bersantai. Tapi, jangan terlalu berharap mereka bisa menemani "bernyanyi" dengan suara dan lagu-lagu merdu. Maklum, sebagian besar dari mereka ratarata hanya menguasai beberapa lagu saja. Minimal dua lagu Indonesia, dua lagu Mandarin dan sisanya ya lagu berbabasa Inggris, itu pun hanya beberapa buah saja.
"Mereka rata-rata nggak bisa nyanyi dengan bagus. Suaranya paspasan. Tapi minumnya kuat. Kalo mabuk, selalu ramai. Dan jadi lebih liar dan galak," ujar Wawan, salah satu tamu tetap di karaoke CI yang seharihari mengelola sekitar 5 toko yang menjual aneka ponsel dan aksesori di bilangan Roxy, Jakarta Barat. Sementara itu, untuk transaksi luar, biaya dipatok dua atau tiga kali lipatnya. Kalau yang memboking keluar adalah tamu tetap yang ada di karaoke CI dan karaoke AT, biasanya berlaku harga dua lipat untuk oneshort-time. Tapi kalau tamu luar, bisa tiga sampai empat kali lipatnya. Semua tcrgantung negosiasi dengan "mami" yang bertugas.
Standar harga yang dipatok untuk Jakarta dan kota lain seperti Surabaya, ternyata berbeda. Di karaoke MT di Surabaya, untuk memboking satu cewek Uzbek bandrolnya Rp 2 juta. Jadi lebih murah Rp 1 juta dibanding Jakarta. Sementara di Batam, menjadi Rp 3,5 juta untuk sekali kencan.
Harga ini memang jauh lebih mahal kalau disejajarkan dengan bandrol harga LC lokal yang hanya Rp 350 ribu untuk menemani tamu rileks di karaoke selama 3 jam-an. Sama dengan harga penari tangju untuk show selama satu jam. Palingpaling, LC lokal yang ingin mendapatkan tip besar biasanya akan memberikan layanan ekstra yang berujung di transaksi seks. Tarifnya berkisar antara Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Jurus yang sama juga diterapkan sebagian penari tangjuBoleh jadi, para Uzbek yang ber-tugas di Asia, kliususnya Jakarta merasa betah. Selain karena keramahan tentunya faktor uang juga menjadi alasan utama. Bagaimana tidak? Konon kabarnya, di negaranya, mereka dihargai murah.
"Di Uzbek sendiri, kencan short-time-nya paling hanya butuh uang sekitar Rp 300-500 ribu. Paling mahal juga nggak nyampe Rp 1 juta," ujar Prie, 38 tahun, yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan minyak dan kerap dikirim ke kawasan Eropa Timur untuk tugas tertentu.
Dari transaksi Rp 3 juta itu misalnya, pembagiannya dibagi tiga. Pertama buat manajemen tempat hiburan sekitar 40%, sementara sisanya 60% dibagi antara agen dan "anak didik"-nya. Sementara uang tip, tidak dihitung dan sepenuhnya menjadi milik cewek Uzbek yang bertugas.
CEWEK MANDARIN.
Selain cewek-cewek Uzbek, bursa seks cewek Mandarin pun tak kalah serunya. Malah, sebelum ada tren Uzbek, cewekcewek Mandarin sudali lebih dulu menghias sejumlah tempat hiburan malam di Jakarta dengan ciri pelayanan yang beraneka ragam.
Siapa tak kenal dengan cewek-cewek Mandarin atau populer juga dengan sebutan "cungkok" yang terkenal dengan kulit putih, mulus, bibir tipis, ramping, rambut lurus dan berwajah imutimut serta manis. Ditengok dari sisi fisik, barangkali tak beda jauh dengan cewek pribumi. Tetapi, mereka mempunyai "service dan gaya bercinta" yang berbeda, yang rupanya menjadi daya tarik tersendiri yang membuat lelaki selalu bergairah.
Mandarin yang terkenal dengan mitos ramuan jamu-jamu kuno warisan leluhur yang bisa membuat stamina tetap bugar ditambah lagi dengan mantra-mantra Tao, yang mampu memperpanjang ritme dan kenikmatan hubungan di tempat tidur—mulai dari meditasi pernafasan, berbagai pola posisi bercinta hingga trik-trik mujarab untuk membuat pasangan takluk di ranjang, rupanya menjadi semacam legenda yang melekat di kalangan laki-laki. Mitos ini, ternyata menjadi satu alasan dari sekian faktor mengapa laki-laki akhirnya memilih berkencan dengan cewek Mandarin.
Bursa seks cewek Mandarin yang ada di Jakarta, sudali merebak berpuluh-puluh taliun lamanya. Barangkali, bisa dikategorikan nomor dua setelah bursa seks cewek-cewek pribumi sendiri. Terbukti, hampir di setiap tempat hiburan malam, dengaii mudah bisa didapatkan ratusan LC, callgirl, singeratau pun dancerberdarah Mandarin.
Ada dua jenis cewek Mandarin yang malangmelintang di bursa seks Jakarta. Pertama, mereka yang langsung diimpor dari Mandarin, kedua mereka yang masih punya darah Mandarin yang lahir dan besar di Indonesia. Nyatanya, dua-duanya sama-sama meramaikan bursa seks di Jakarta, dari waktu ke waktu.
Tengok saja Mei Lan—sebut saja begitu, dengan wajah cantiknya yang khas oriental menjadi antrean di karaoke dan resto BE yang terletak di jalan besar di kawasan Tomang, Jakarta Barat, yang punya koleksi puluhan LC bermata sipit itu.
Mei Lan, gadis semampai dengan tinggi badan 170 cm dan berat badan sekitar 50 kg ini, menjadi incaran puluhan tamu yang ingin ditemani bernyanyi di bilik karaoke. Lekuk tububnya seksi dengan rambut lurus hitam sebahu dan berkulit
kuning keputihan. Orang yang melihatnya akan teringat profil Anita Mui (alm.), bintang film cantik asal Hongkong. Untuk dapat ditemani primadona ini lumayan memerlukan waktu ekstra. Apalagi pada saat "jamjam sibuk"—biasanya antara pukul 18.00-22.00 WIB, sangat sulit untuk dapat berkaraoke bcrsama Mei Lan.
"Dari siang, biasanya aku udah ada yang boking. Ya, tinggal pinter bagi waktu aja, biar tamu nggak kecewa," ujar Mei Lan ketika saya menemuinya pada satu kesempatan di akbir bulan Juni 2003 lalu. Ini tentu saja bukan kunjungan pertama bagi saya. Setidaknya sudab sekitar tiga kali saya bersantai di bilik karaoke selebar 6 x 7 meter persegi yang rararata punya interior yang tak jauh beda. Sola panjang, lampu redup, meja kaca, TV, kamar mandi dan sejumlah perlengkapan lain.
Mei Lan bekerja di karaoke BE hampir satu tabun lebih. Pertama kali menginjakkan kaki di ibu kota ia baru berusia 1!) tabun. Mei Lan berasal dari sebuah desa di pelosok Palembang, jadi dia bukan diimpor langsung dari Mandarin. Meskipun berasal dari daerah pelosok, namun karena pada dasarnya Mei Lan mempunyai modal utama kecantikan dan postur tubub tinggi serta proporsional, makanya tak perlu susah beradaptasi di industri yang menjadikan cantik tidaknya atau seksi tidaknya seseorang sebagai daya tarik utama.
Sebagai LC, tugas yang diemban tidak hanya mencmani para tamu bernyanyi, namun yang terpenting lagi adalah juga membuat suasana bilik karaoke jadi riang dan hidup. Dalam praktiknya, Mei Lan tidak coma mencmani nyanyi sambil melayani tamu. Dalam beberapa kesempatan, ia tidak mcnutup kemungkinan diajak kencan seks di tempat atau di luar sekalipun.
"Untuk kencan seks, itu tergantung nego sama tamu. Kalau cocok dan sama-sama enak, ya jalanin. Kalo nggak cocok, ya tolak dengan cara halus," ungkap Mei Lan, yang biasa dipanggil Mei saja.
Kalau tertarik mengencani mereka di luar karaoke, setiap pelanggan barus membayar booking feekepada mami alias GM. Pcmbayaran minimal 12 jam untuk kencan di luar. Dengan bitungan per jamnya tetap sama ketika tamu ditemani di ruang karaoke. Standarnya antara Rp 100-200 ribu per jam untuk LC Mandarin. Pembayaran mesti dilakukan di muka sebelum berangkat kencan dengan mereka.
"Itu juga belum termasuk tip kalau tamu minta pelayanan lebih, misalnya kencan seks," ujar mami Min, yang sudah lebih dari empat tahun membawahi sedikitnya 15-20 LC Mandarin dan dap bulannya bisa bergantiganti orang. Menurut mami Min, untuk tip kencan seks, tamu mesti rela merogoh kocek tak kurang dari Rp 500 ribu-Rp 1 juta.
Ruangan karaoke di BE terbagi dalam tiga kelas: Standar, VIP dan Suite. Kelas standar berukuran tidak kurang dari 4 x 5 meter, sementara kelas VIP berukuran sekitar 5x6 meter dan ruangan suite sekitar 6x7 meter. Ruangan dengan fasilitas lengkap, tentu saja berada di VIP dan suite.Di ruangan suite,malah ada fasilitas kamar tidurnya.
Mei Lan hanyalah satu dari sekitar dua puluhan LC keturunan Mandarin. Sementara yang asli diimpor dari Mandarin langsung, sedikitnya ada lima belas orang. Standar harga yang dipatok untuk LC Mandarin keturunan dan Mandarin impor, ternyata juga beda. Khusus untuk LC Mandarin impor, sekali kencan dihitung tiga jam dengan bayaran Rp 1,5 juta. Dengan harga itu, tamu selain bisa ditemani nyanyi di karaoke, juga langsung mendapatkan kencan seks, tapi belum tennasuk tip. Karena pelayanan seksnya diberikan di ruang karaoke, berarti tamu mesti memesan ruangan kelas suite yang sewa per-jamnya sekitar Rp 150 ribu.
Selain di BE, gadis-gadis Mandarin juga bisa ditemukan di puluhan karaoke lain yang hampir tersebar di tiap sudut Jakarta. Sebut saja misalnya, sejumlah karaoke di kawasan Mangga Besar dan Kola. Di dua kawasan ini, berserakan LC Mandarin keturunan maupun impor. Karaoke LM di Jl. Hayam Wuruk misalnya, mempunyai tidak kurang dari 50 wanita Mandarin yang masih muda dan cantik yang siap menemani para pengunjung berkaraoke di bilik-bilik VIP. Begitu juga di karaoke ST, RJ dan SY—ketiganya berada di sekitar Hayam Wuruk.
Selain bisa ditemukan di karaoke, cewekcewek Mandarin ini pun ternyata juga menjadi jualan utama di sejumlah hotel-hotel dan pantipanti pijat kategori tripel-x yang tersebar di kawasan Mangga Besar dan Kota. Di hotel EM di daerah Kola misalnya, menjual paket menginap plus-plus. Plusplusnya, ya dengan ditemani gadis kencan. Lokal tersedia, gadis Mandarin impor pun juga ada.
Modus transaksi sangat sederhana. Tamu yang ingin menginap di hotel EM, tinggal menuju lantai 4. Di lantai itu terdapat kafe dan ruang displayyang terletak di ujung yang ditutup kain merah dan begitu terbuka akan ada ruangan kaca. Di dalamnya terdapat sejumlah gadis yang duduk secara berjajar layaknya pemandangan di bioskop.
Tamu yang datang tinggal memilih dari sekian puluh gadis yang tersedia. Dari lokal sampai Mandarin keturunan. Nah, khusus Mandarin impor, tinggal minta petunjuk mami yang bertugas. "Mandarin impornya tidak dipajang di display.Tapi bisa kita atur kalau mau boking," jelas mami Feny, yang berusia sekilar 49 tahun dan sudah hampir delapan tahun bekerja di hotel EM.
Dari sini, tamu tinggal check-indi kamar hotel, tergantung mau pilih yang standar, deluxe sampai suite-room. Paket untuk kencan semalam dengan gadis lokal sekitar Rp 500 ribu, kamar deluxe Rp 650 ribu sementara kamar suite Rp 750 ribu. Harga itu sudah termasuk "gadis kencan" ntuk tiga jam. Sementara untuk gadis Mandarin, harganya jauh lebih mahal. Paketnya rata-rata di atas Rp 1 juta sudah termasuk biaya kamar. Soal tip, aku mami Feny, besar-kecilnya menjadi urusan tamu yang memboking.
"Tergantung kamar yang dipilih tamu. Makin bagus kamarnya, ya makin mahal dong paketnya," ujar mami Feny.
Bursa seks cewek-cewek Mandarin memang lebih banyak berkeliaran di pasar daripada cewek Uzbek. Hampir di semua wilayah di Jakarta, para cewek Mandarin ini tersedia di sejumlah tempat hiburan. Misalnya di kawasan Pluit dan Ancol yang juga banyak dihuni puluhan tempat hiburan malam. Belum lagi wilayah Jakarta Selatan seperti di Melawai dan sekitarnya atau di wilayah Jakarta Barat di mana ada kawasan Mangga Besar dan Kota yang sudali tak asing lagi sebagai "biang"- nya tempat hiburan malam di Jakarta. Seperti di klub CG di kawasan Mangga Besar, sedikitnya ada sekitar 70 cewek Mandarin impor yang bekerja sebagai massage girl dan LC yang rata-rata bisa memberikan layanan seksual. Untuk sekarang ini, CG menjadi klub terbesar di Jakarta karena mempunyai fasilitas tempat hiburan paling lengkap dengan luas bangunan terluas.
Tidak hanya itu saja, jaringan cewek-cewek Mandarin impor ini juga sudah merambah ke transaksi yang sifatnya "high class", terselubung dan "long term". Banyak dari mereka yang menjadi "simpanan" untuk hitungan tiga sampai enam bulan bahkan tahunan.
Karena jaringannya lebih luas, maka agenagen yang memasok para cewek Mandarin ini pun tidak hanya satu seperti Alay yang merajai bisnis cewek-cewek, tidak saja di Indonesia, khususnya Jakarta dan Surabaya, tapi juga beberapa negara di Asia seperti Jepang, Singapura dan Malaysia. Kalau Mandarin lokal, sebagian besar dikelola langsung oleh mami yang bekerja di tempat hiburan di bawah kontrol manajemen secara langsung. Sementara itu, khusus untuk Mandarin impor, di Jakarta ada dua agen besar yang namanya sudah tak asing menguasai perputaran ratusan cewek Mandarin impor.
Menariknya, para cewek Mandarin impor ini, rata-rata dipasok banya untuk tempat biburan kelas elit saja karena dari sisi barga memang di atas rata-rata. Dua agen besar itu, sejauh yang saya tahu, setiap tahunnya memasok setidaknya sekitar 200 cewek Mandarin. Dari 200 orang itu, mereka langsung ditempatkan di sejumlah tempat hiburan elit yang tersebar di Jakarta dan setiap tiga bulan di- "rolling".
Saya hanya tahu satu nama agen besar yang 'sering disebut-sebut sebagai Bos Lin. Saya juga belum pernah ketemu secara langsung, hanya beberapa anak buahnya saja yang sempat saya kenal. Salah satunya bernama Pak Can. Maklum, beberapa anak buah Bos Lin seperti Pak Can, sering kali menghabiskan waktu senggangnya dengan bennain di arena judi seperti di CI, kawasan Kota atau di MD kawasan Kelapa Gading. Dari Pak Can itulah, saya mendapat beberapa informasi seputar jaringan cewek-cewek Mandarin impor yang belakangan ini semakin merajalela di kancah arena hiburan malam Jakarta. Mereka menjadi pesaing utama para cewek Uzbek yang juga makin hari makin banyak peminatnya.
"Dua tahun lalu, dalam setahun kita bawa sekitar 100 orang. Tapi sekarang hampir 200-an orang. Itu kan artinya permintaan makin hari makin meningkat," jelas Pak Can yang bisa bermain judi "mickey mouse" atau "black jack" selama puluhan jam.
CEWEK FILIPINA & THAILAND.
Selain ratusan cewek Uzbek dan Mandarin yang merajai di lembah malam Jakarta, masih ada cewek-cewek asal Filipina dan Thailand yang tak kalah pamornya. Di sejumlah tempat hiburan elit, cewek Filipina dan Thailand ini menjadi pilihan kedua setelah Uzbek dan Mandarin.
Cewek Filipina dan Thailand misalnya, dilihat dari fisik dan wajahnya memang tidak beda jauh dengan karakter cewek Mandarin. Malah, wajah cewek Filipina, apalagi Thailand, punya kelebihan lain, yakni wajahnya masih kental dengan unsur "melayu".
Dalam peta industri seks Jakarta, cewek Filipina dan Thailand memang relatif lebih sedikit jumlahnya. Di beberapa tempat hiburan malam seperti karaoke atau klub, jumlah mereka paling hanya belasan. Seperti di karaoke CI yang populer dengan cewek Uzbek-nya, hanya ada sekitar 10 cewek Filipina dan Thailand.
Hanya saja, cewek Thailand tidak hanya bekerja sebagai LC saja, tapi ada juga yang menjadi penari tangju.Dalam hal show,penari tangju asal Thailand ini jauh lebih berani dibanding penari tangju lokal. Misalnya mereka berani beratraksi dengan menggunakan beberapa benda tajam ketika tengah menari tanpa busana.
Saya pernah sekali menyaksikan bagaimana seorang penari tangju asal Thailand memperagakan adegan menari dengan menggunakan silet dan mempermainkannya di bagian alat vitalnya. Pertunjukannya nyaris tidak ada bedanya dengan apa yang saya saksikan di salah satu nite-club di Pattaya, setahun lalu. ketika itu, saya pergi bersama dua orang teman saya yang bekerja di biro perjalanan dan menjadi "guide" saya selama satu minggu untuk mengunjungi kawasan "lampu merah" di Thailand.
Tidak di semua tempat hiburan elit, cewek Filipina dan Thailand ini bisa ditemukan. Yang pasti, di Jakarta setidaknya ada sekitar lima sampai delapan tempat hiburan yang menampung mereka.
Sekarang ini, yang paling populer ada tiga tempat. Pertama, hotel TQ di sekitar Grogol, kedua, klub MS di kawasan Kelapa Gading, dan ketiga, klub CG di kawasan Mangga Besar yang selain menjadi "tambang emas" bagi puluhan cewek Mandarin, tapi juga menjadi "mesin pencetak uang" bagi sejumlah cewek Filipina dan Thailand.
Di hotel TQ misalnya, ada sedikitnya 15 cewek Filipina dan Thailand yang saban hari stand-by menunggu order tamu. Di hotel bintang empat yang dilengkapi dengan fasilitas massage karaoke dan sauna itu, mereka menjadi "primadona".
Pekerjaan utama mereka, ya menjadi LC di karaoke. Tapi, kebanyakan mereka selalu siap memberikan pelayanan plus asal ada negosiasi harga yang cocok. Harga yang dipatok hotel TQ, klub MS atau pun klub CG tidak jauh berbeda dengan cewek Mandarin. Untuk tiga jam menemani tamu menyanyi misalnya, tarifnya sekitar Rp 1,5 juta. Itu hanya untuk berkencan dengan mereka tanpa ada transaksi seks. Kalau sudah sampai ke tahap kencan seks, setiap tamu mesti membayar lagi sekitar Rp 1 juta. Sementara untuk pertunjukan tarian tangju, tarifnya sekitar Rp 1,5 juta. Tarif itu hanya untuk tarian saja tanpa embelembel pelayanan yang lain.
Biasanya, para mami yang bertugas membawahi mereka, menjnal paket langsung. Misalnya untuk menemani tamu selama tiga jam sebagai LC clan babak penutupnya adalah kencan seks, setiap tamu dikenakan tartf Rp 2,5 juta. Beruntung bagi tamu yang bisa nego langsung di tempat dan mendapatkan harga lebih murah.
"Tapi yang gue tabu, nggak semua mau diajak kencan seks. Makanya, mesti pinter-pinter nyari informasi. Paling gampang, bikin mabuk dulu, baru dirayu. He...be...," sergah Sapta, bujangan berumur 29 tahun yang sehari-hari berkantor di sebuah perusabaan konsulting milik asing di bilangan Gatot Subroto.
Begitulah potret sekilas bursa seks cewekcewek impor di Jakarta yang ternyata makin menunjukkan peningkatan yang sangat dinamis dari waktu ke waktu. Betapa industri seks di tanab air tercinta ini, makin hingar bingar dengan hadirnya ratusan cewek impor yang berlomba-lomba mengeruk uang di ladang basah.
BISNIS BASAH
"WISATA BIRAHI"
"WISATA BIRAHI"
BERAPA penghasilan pajak dari prostitusi andaikata dikenakan pajak? Ternyata, besar sekali. Bisnis "wisata birahi" yang makin hari makin menggila itu, bisa meraup uang sekitar Rp 12 triliun. Kok bisa?21 Industri apa yang tak kenal resesi? Jawabnya: industri seks. Sebenarnya, sebutan industri seks rasanya kok kurang tepat karena secara hukum bisnis berbau lendir ini jelas-jelas ilegal. Tapi dalam praktiknya sangat halal. Buktinya,
prostitusi ada di mana-mana, dari yang kelas bawah, menengah, sampai atas; dari yang di terminal, stasiun, tempat lokalisasi, motel kelas teri, panti, sauna, salon, hotel, karaoke sampai klub. Saya lebih suka menggunakan istilah bisnis "wisata birahi" untuk memberikan gambaran tentang praktek rekreasi yang ditawarkan sejumlah tempat yang ujungujungnya bermuara pada transaksi seksual.
Bisnis "wisata birahi" tidak saja menjamur di tiap sudut kota seperti Jakarta, tapi di kota-kota bin, seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Batam, Medan dan kota-kota lainnya. Jakarta misalnya, punya kawasan Kramat Tunggak yang menjadi kawasan prostitusi kelas bawah. Surabaya sangat populer dengan kawasan Dolly-nya yang disinyalir menjadi kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara.
21 Sebagian data dari tulisan ini, saya ambil dari majalah Popular kolomLiputan Khusus, edisi Desember 1997. Juga dari buku Terence II. Hull, Endang Sulistyaningsih, dan Gavin W.Jones, Pelacuran di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannyayang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan Ford Foundation.
Yogyakarta ada Sarkem alias Pasar Kembang.Semarang ada kawasan Sunan Kuning. Bandung ada Sarkem, dan di Solo ada kawasan Silir. Hampir di setiap kota, entail di tingkat kabupaten sampai propinsi, punya kawasan tersendiri yang dikenal masyarakat uraum sebagai tempat prostitusi.
WISATA TRILIUNAN.
Kawasan Dolly, Kramat Tunggak, Sunan Kuning, Saritem atau Sarkem, bisa dengan mudah dideteksi sebagai ajang prostitusi karena transaksi seksnya berlangsung secara terbuka dan terang-terangan. Tempat jelas berada di mana, berapa kira-kira jumlah PSKnya, tariihya berapa dan segala data lain, tidak terlalu sulit untuk mengbimpunnya.
Yang justru jadi persoalan adalah bisnis "wisata birahi" yang ada di sejumlah kota besar di tanah air yang dalam operasinya banyak menggunakan kedok-kedok terselubung. Misalnya saja melalui panti pijat, motel, hotel, sauna, salon, klub, diskotek dan sebagainya. Label yang dipakai memang tempat hiburan, tempat perawatan atau tempat kebugaran, tapi diam-diam menjadi ajang transaksi seks.
Dari data yang saya temukan di lapangan selama ini, ternyata wisata birahi secara tertutup ini jumlahnya malah lebih dahsyat dari tempat prostitusi yang terang-terangan seperti Dolly atau Kramat Tunggak.
Panti pijat yang ada di Jakarta misalnya, jumlah ada ratusan. Tapi yang berpraktek sebagai panti pijat betulan, hanya 10-20 persen-nya. Sisanya adalah panti pijat "langsung enak" yang menawarkan jasa kencan seks. Tengok saja beberapa panti pijat di sekitar Mangga Besar atau Kota.
Jangan berharap bisa menemukan pijat kesehatan di sana, karena rata-rata (malah hampir semua) hanya menjadi tempat pelampiasan nafsu belaka, lain tidak.
Belum lagi, praktek-praktek bisnis wisata birahi yang ditawarkan oleh karaoke, klub, sauna, diskotek, salon, motel sampai hotel. Di kawasan Mangga Besar, Kota, Ancol, Pluit sampai Melawai misalnya berdiri puluhan tempat yang menjual menu seks dengan beragam menu yang menggiurkan laki-laki hidung belang.
Dari waktu ke waktu, bisnis "wisata birahi" bukan makin menyempit, tapi menunjukkan perkembangan yang sangat dinamis. Kalau sejumlah tempat lokalisasi seperti Kramat Tunggak atau Pejompongan Indah yang ada di Jakarta ramerame ditutup, di sisi lain prakek seks terselubung
lewat tempat hiburan seperti karaoke, rumah cinta atau panti pijat makin tumbuh subur. Karena subur, mungkin pantas kalau bisnis seks disebut sebagai bisnis basah. Bahkan lebih basah dari bursa saham atau uang. Walaupun secara hukum dilarang, tapi lagi-lagi dalam praktiknya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Berulangkali ditertibkan, tapi selalu saja muncul tempat-tempat baru. Maklum, bisnis basah ini tidak banya menjadi sumber mata pencaharian pelakunya saja, melainkan mata rantainya panjang. Menjadi ladang uang bagi "pebisnis lendir"nya, menjadi sumber pemasukan buat para germo dan tentunya "kantung- kantung" pribadi yang lebih suka cuci tangan dan bersembungi di balik nama dan jabatan.
Saya sudah baca buku Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsib, dan Gavin W. Jones, Pelacuran di Indonesia, Scjarah dan Pcrkembangannya yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan bekerja sama dengan Ford Foundation, sejak tahun 1997 ketika saya masih bekerja di majalah Prospek. Bahkan, saya pernah membuat tulisan sederhana dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari data penunjang. Buku itu misalnya mencatat akumulasi peredaran uang pada bisnis seks di seluruh Indonesia. Jumlahnya sebesar US$ 3,3 miliar atau lebih dari Rp 10 triliun. Angka ini paling tidak memperlihatkan peran industri seks setara dengan 2,4% bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka sebesar itu didapat melalui 140.000 hingga 230.000 orang wanita pekerja seks. Selesai?
Belum, karena menurut buku itu, untuk mengakomodasikan semua bentuk pekerja seks lainnya yang tidak terdaftar, jumlah itu harus dikalikan dua. Angka yang lebih tinggi dari itu bisa saja muncul, karena banyak pelacur yang tidak tercakup dalam stimasi akibat banyaknya pekerja seks komersial (PSK) yang tak terdete ksi, terutama kalangan "callgirls" papan atas.
Padahal, riset yang digunakan tiga peneliti tersebut ternyata data tahun 1993-1994. Itu berarti 9 tahun yang lalu. Nah, dalam kurun waktu sembilan tahun itu, perkembangan bisnis "wisata birahi" bukan makin surut tapi makin menjadi-jadi dan tambah gokil (gila).
Dari data Direklorat Rehabilitasi Tuna Sosial Departemcn Sosial tahun 1997, menyebutkan di seluruh Indonesia ada 72.724 Wanita Tuna Susila (WTS) yang terdaftar. Dari angka itu, diestimasikan jumlah "callgirls" yang tidak terdaftar sekitar 1,5 kali dari yang terdaftar. Kalau diakumulasi, jumlah "callgirls" yang ada di Indonesia bisa mencapai 187.500 orang.
Mereka pun dibagi dalam ernpat kelompok pekerja seks dilihat dari penghasilan dan fasilitas untuk pekerjanya: (l)kelas bawah, (2)kelas menengah, (3)kelas atas, dan (4)kelas tinggi. Untuk kategori terakhir, saya lebih suka menyebutnya dengan istilah kelas papan atas karena budgetharganya "unlimited".
Untuk pekerja seks kelas bawah, jumlahnya diperkirakan mencapai 125 ribu orang. Mereka ini kebanyakan mangkal di sejumlah kawasan lokalisasi seperti Dolly, Sunan Kuning, Saritem, Silir dan Kramat Tunggak. Fasilitas di kawasankawasan lokalisasi itu rata-rata sangat minim. Dan sebagian besar, mereka melayani kebutuhan seks masyarakat bawah dengan biaya transaksi "shorttime "-nya sekitar Rp 20-75 ribu.
Sementara untuk pekerja seks kelas menengah jumlahnya diperkirakan 123 ribu dengan tarif yang lebih tinggi. Rata-rata mereka beroperasi di hotel-hotel kelas melati, panti pijat plus kelas agak menengah atau PSK yang biasa mangkal di sejumlah jalan besar di Jakarta, seperti Bulungan, Taman Sari, Grogol, Lapangan Banteng dan Monas. Mereka biasanya memasang tarif antara Rp 100-200 ribu.
Kelas ketiga, pekeria seks kelas atas ditaksir beijumlali sekitar 42 ribu. Kelompok ini bisa mengantungi bayaran sekitar Rp 700 ribu sampai Rp 2-3 juta untuk sekali transaksi, entah yang memakai hitungan three-short-time atau kencan semalaman. Sementara kelas keempat yakni pekerja seks kelas tinggi atau kelas papan atas jumlahnya sukar ditebak. Bukan apa-apa, mereka diatur secara cermat dan punya jaringan bisnis sendiri yang "undercover". Mereka melayani klien dari kelompok masyarakat kelas elit seperti pengusaha sampai pejabat tinggi. Biasanya mereka datang dari kalangan artis, bintang iklan, model, petugas asuransi, callgirl/piaraan/simpanan, karyawati bank, sekretaris sampai mahasiswi.
Modus transaksi yang paling sering digunakan adalah sistem SDC (shopping dale, dinner date dan check-in date). Dalam praktiknya para pekerja seks kelas ini sebagian menggunakan jasa broker atau germo yang bertugas mengatur jadwal makan malam, belanja sampai check-in. Acara makan malam menjadi ajang pertemuan pertama, untuk menyeleksi dan beramah tamah. Biasanya modus ini berlaku untuk klien baru yang untuk pertama kalinya "booking". Shopping menjadi proses kedua setelah dinner. Bagi klien yang sudah pernah memboking hi-callgirls sebelumnya, proses transaksi akan jauh lebih mudah. Sistem SDC diberlakukan secara acak, tidak mesti dimulai dari "dinner", "shopping" baru kemudian "checkin", entah di rumah pribadi, hotel bintang empatlima, apartemen, bungalow sampai cottage.
Sering kali, transaksi seks yang melibatkan kalangan selebriti yang ada di Jakarta, ajang kencan seksnya tidak dilakukan di Jakarta juga, melainkan ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Bali, Hongmenjadi "pelabuhan cinta" bagi sejumlah pria kaya atas/tinggi, entail sekedar untuk hura-hura, foyafoya sampai untuk kepentingan bisnis. Soal berapa standar harga transaksi, memang tidak ada patokan pasti. Tapi, estimasi berada di angka Rp 10 juta sampai jumlali yang tak terbatas nominalnya.
Memang rada "ruwet" menghitung secara pasti berapa besar sumbangan industri seks unluk negara. Tapi, ada angka perkiraan yang bisa dijadikan patokan sementara. Kalau pekerja seks kelas bawah mendapat pelanggan per bulan ratarata 40 orang dengan sekali transaksi sekitar Rp 20.000 per orang, maka pengliasilan bulanan per orang menjadi Rp 800.000. Jumlali ilu dikalikan 125 ribu PSK. Hasilnya adalah Rp 100 miliar per bulan.
Untuk pekerja seks kelas menengah yang berjumlah 123 ribu orang, rata-rata menerima order 40 kali dalam sebulan dengan tarif minimal Rp 50 ribu. Maka diperoleh uang sebanyak Rp 246 miliar.
Sedangkan pekerja seks kelas atas berpenghasilan rata-rata Rp 5 juta per bulan dengan estimasi mendapatkan tamu sebanyak 20 kali dengan tarif Rp 250 ribu. Pengliasilan rata-rata Rp 5 juta tadi, tinggal dikalikan jumlah pekerja seksnya 42 ribu orang, totalnya sekitar Rp 210 miliar. Dari pengliasilan ketiga kelas pekerja seks di alas kalau dijumlahkan bisa menghasilkan total uang sebesar Rp 556miliar. Belum lagi ditambah pengliasilan dari pekeija seks kclas papan alas/ tinggi. Taruhlah jumlah mereka mencapai sekitar 10 ribu orang untuk seluruh Indonesia, rata-rata menerima order10 orang dalam sebulan dengan taril Rp 5 juta. Itu berarti dalam sebulan satu orang bisa menerima Rp 50 juta, tinggal dikali 10 ribu, maka muncul angka sebesar Rp 500 miliar.
kong atau Singapura adalah sederet tempat yang menjadi "pelabuhan cinta" bagi sejumlah pria kaya yang hobi memboking pekerja seks kelas papan Kalau dijumlahkan, total pendapatan yang diperoleh dari keempat kelas pekerja scks di tanah air bisa mencapai Rp. 1,056 triliun dalam sebulan. Berarti dalam setahun, total pendapatan dari bisnis "wisata birahi" ini bisa menembus angka Rp 12,672 triliun.
Angka tersebut masih menggunakan data pekerja seks yang beroperasi 6-9 tahun lalu. Kalau data yang digunakan adalah data tahun sekarang, bisa dipastikan jumlah uang yang beredar anak naik dua atau tiga kali lipatnya. Bisa jadi dalam setahun perputaran uang di bisnis "wisata birahi" ini bisa mencapai Rp 24,576 triliun atau Rp 36, 864 triliun. Angka yang diperoleh ini, masih menggunakan standar estimasi tarif terendah. Misalnya untuk transaksi kelas menengah yang menggunakan sampel harga terendah Rp 50 ribu. Padahal, dalam praktiknya tarifnya ada yang Rp 100 ribu, Rp 200 ribu bahkan Rp 300 ribu.
Coba saja kalau tarif pekerja seks kelas bawah menggunakan estimasi harga Rp 25 ribu, kelas menengah Rp 100 ribu, kelas atas dengan tarif Rp 300 ribu dan kelas tingginya sebesar Rp 5 juta. Maka hasil perputaran rupiah yang akan didapat adalah sebagai berikut:
1. 1. 125 ribu pekerja seks kelas bawah dengan prediksi mendapat pelanggan rata-rata 40 orang dalam sebulan, maka penghasilan bulanan per orang sebesar Rp 1 juta. Berarti dalam sebulan ada uang beredar sebesar Rp 125 miliar.
2. 2. 123 ribu pekerja seks menengah dengan prediksi mendapat pelanggan rata-rata 30 orang dalam sebulan, maka penghasilan bulanan per orangnya adalah Rp 3 juta. Hasilnya Rp 369 miliar.
3. 3. 42 ribu pekerja seks kelas atas penghasilan rata-rata Rp 6 juta dengan prediksi mendapatkan pelanggan rata-rata 20 orang. Hasilnya Rp 252 miliar.
4. 4. 10 ribu pekerja seks kelas tinggi, penghasilan rata-rata Rp 50 juta dari prediksi melayani pelanggan rata-rata 10 orang dalam sebulan. Hasilnya adalah Rp 500 miliar.
Kalau dijumlahkan, maka total uang yang didapat adalah sebesar Rp 1,246 triliun dalam sebulan. Berarti dalam satu tahun, uang yang beredar di industri "kelenjar" ini bisa mencapai Rp 14,952 triliun! Wow, bagi saya (mungkin juga bagi orang awam pun), angka ini sangat besar dan fantastis. Belum lagi kalau jumlah dikorelasikan dengan perkembangan industri seks yang makin melaju pesat. Bisa-bisa mengalami kenaikan dua atau tiga kali lipatnya. Itu berarti, bukan tidak mustahil dalam setahun bisnis ini bisa menembus angka Rp 29,904 triliun atau malah Rp 44,856 triliun.
Hitungan kelipatan dua atau tiga itu didasarkan pada perkembaugan pertumbuhan iudustri seks di tanah air terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Batam dan Bali yang makin terus melaju naik. Jumlah tempattempat hiburan dan rekreasi yang menyediakan paket pelayanan seks makin hari makin bertambah. Dan itu berarti jumlali pekerja seksnya dengan sendiri akan bertambah pula karena order dan lingkup pekerjaan dengan sendirinya akan bertambah pula.
Ini menunjukkan, industri seks yang ada di Indonesia tak kalah besar dibanding Thailand, bahkan disinyalir lebih besar karena hampir di tiap kola ada prostitusi, entah yang terselubung atau yang terangterangan.
Thailand tidak saja dikenal di AsiaTenggara sebagai "negeri untuk turisme seks" tapi hampir di seluruh dunia. Tengok saja bcberapa iklan "turisme seks" seperti yang ditulis Rosie Reisen dari Jerman Barat dan Life Travel,Swiss22.
22 Data ini saya ambil dari bukunya Thanh-Dam Truong Seks, Uang dan Kekuasaan (Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara) yang diterbitkan P3S, cetakan pertama, Juni 1992.
"Muangthai adalah sebuah dunia penuh keistimewaan dengan kemungkinan yang tak terhingga, terutama dalam hal perempuan. Namun memang tidak mudah bagi wisatawan di Muangthai untuk menemukan tempat terbaik di mana mereka dapat memperturutkan mereguk kenikmatan yang tak terbayangkan... Adalah menjengkelkan untuk bertanya-tanya dalam bahasa Inggris terpatah-patah ke mana Anda harus mencari gadis jelita..... dst."
Tidak hanya itu, iklan tur seks pun dengan terang-terangan dipajang dan dipromosikan dengan kata-kata penuh goda, seperti:
"Langsing, cantik, dengan warna kulit kecokelatan. Mereka mencintai pria kulit putih dengan cara erotis dan penuh penghambaan. Mereka menguasai seni bermain cinta secara alami, seni yang tak akan pernah kita kenal di Eropa... dst."
Di Thailand, prostitusi memang legal. Makanya, otomatis ada pajak yang dikenakan di sektor bisnis basah ini. Data tahun 1986 saja seperti ditulis Thanh-Dam Truong menunjukkan, jumlah kedatangan wisatawan mencapai 2.818.092 orang dengan total pendapatan devisa negara sebesar 37,321 juta baht. Itu data tahun 1986, sekarang? Pastinya lebih besar lagi.
Di Indonesia? Boro-boro mau mewajibkan pajak kepada pekerja seks dan pengelolanya, untuk mengakui pekerja seks sebagai salah satu pekerjaan legal saja belum pernah terwujud. Padahal, fakta di lapangan sudah tak mungkin dipungkiri kalau industri seks sudah seperti jamur di musim hujan dan setiap hujan datang jumlahnya makin meningkat.
"Lho, perputaran duit sebesar itu lari ke mana selama ini?" tanya saya ke Ramli.
"Ya, duitnya masuk kantung-kantung pribadi karena nggak ada pajaknya kan," jawab Ramsy. Dari data yang saya temukan di lapangan selama ini, memang tidak ada transaksi seks yang pembayarannya terkena pajak. Tak peduli di panti pijat elit, karaoke elit atau pun klub elit. Pajak biasanya hanya diberlakukan untuk sewa roomatau food & beverages(F & B).
Tengok saja transaksi kelas atas yang terjadi di Klub 3X yang ada di hotel JA di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Di hotel tersebut, baru saja buka sebuah klub yang di dalamnya menyediakan paket pelayanan seks. Pekerja seksnya ada yang lokal, Cina keturunan sampai impor pun tersedia.
Tarif untuk sekali transaksi Rp 1,5 juta atau biasavjuga disebut "transaksi satu setengki." Harga itu sudah termasuk kamar pribadi yang disediakan di tempat.
Atau ketika saya menyewa penari striptis di sebuah karaoke elit di hotel M di bilangan Tomang. Harga menonton tarian syaliwat itu sebesar Rp 460 ribu. Sewa ruangan untuk tiga jam sebesar Rp 700 ribu dan tentu saja, saya mesti memesan makanan dan minuman.
Ketika membayar bon tagihan, sewa ruangan ada biaya room service sekian persen, harga makanan dan minuman pun ada "nett"-nya. Nah, khusus untuk penari striptisnya malah tidak ada "nett" yang mesti saya bayar.
Fakta yang sama, juga saya temukan di tempattempat lain, entah di panti pijat, sauna atau pun klub. Termasuk ketika saya mesti merogoh kocek sebesar Rp 3 juta untuk "kencan seks" dengan bule Uzbek atau Rusia, dan Rp 2,5 juta untuk mendapakan "mount blow" service dari gadisgadis asal Macau.
"Coba saja setiap kali transaksi dikenakan pajak. Hasilnya pasti gede. Cukup untuk modal pemerataan pembangunan dan mengentaskan kemiskinan," ceplos Ramsy sambil tersenyum.
Kalau dilihat dari perkembangannya, tampaknya industri seks punya kecenderungan akan terus marak di tahun-tahun mendatang. Hanya saja, selama bisnis "wisata birahi" tidak dikelola dan diatur secara baik, perputaran uangnya hanya akan "membasahi" kantung-kantung pribadi, lain tidak. Masalahnya sekarang, mungkinkah Indonesia berani melegalkan bisnis prostitusi? Saya juga tidak berani menjawabnya.
"Kalau saya sih yang riil-riil saja. Faktanya industri seks memang udah jadi "lahan" bisnis, ya pajekin aja. Tapi saya kan hanya pialang saham, nggak punya kuasa, he...he...he...," sergah Ramsy sekalian pamit balik kantor karena mesti merampungkan pekerjaannya.
hayy,,buat wanita2 di MANADO.,qu COWO MANADO
BalasHapussopan,,tinggi : 174 cm,,brat : 70 kg,,kulit putih,,kuat/bisa berkali-kali main,,
KEPUASAN TERJAMIN + HOT SERVICE + MESSAGE FUL BODY / MESSAGE KEBUGARAN + PLUS2 + TERAPI MESSAGE VAGINA dll,,PRIVASI DI JAMIN.,
ATTENTION : (NO GAY/NO HOMO/NO PRIA/NO BANCI,,NO PHONE SEX)/ HANYA UNTUK WANITA SAJA,,,AND FOR AREA MANADO SAJA,,
PIN BB : 25BE53D1 / HP: 081342571272,.untk di wlayah MANADO SAJA.,,thank you,,see u
tante mau dijilat??..tante mau main santey… terserah tante aj….untuk ditemenin…..
BalasHapusjust call me / sms 089650091317….
24 jam online … ( cool, calm, friendly )
TOP SECRET !!!!
sopan,,tinggi : 178 cm,,bErat : 65 kg,,